Perekonomian Indonesia melambat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan menurunnya harga-harga ekspor komoditi utama, akibat melemahnya tuntutan dari Cina dan pasar-pasar utama lainnya. Ekspor tidak banyak berubah pada 2014, sedangkan ketidakpastian politik juga membuat investasi asing menahan diri karena banyak perusahaan yang ingin melihat hasil pemilihan presiden.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyangkal jika perekonomian Indonesia dikatakan tengah menghadapi kemerosotan ekonomi atau yang biasa disebut resesi. Ia menilai perekonomian Indonesia masih stabil karena masih mengalami pertumbuhan ekonomi. "Saya baca literatur dimana-mana, resesi itu terjadi kalau dua kuartal berturut turut sudah mengalami penurunan yang negatif. Seperti tahun 1998, itu penurunannya sampai 13,9 persen. Itu yang namanya resesi," ujar Suryamin dalam konferensi pers di Kantor BPS Pusat, Rabu (5/8).
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan selama kuartal II 2015, BPS mencatat perekonomian Indonesia hanya tumbuh 4,67 persen atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015 yang mencapai 4,71 persen. Namun, menurut Suryamin perlambatan ekonomi itu hanya baru terjadi selama satu kuartal. Menurut Suryamin, rendahnya pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak bisa dijadikan indikator negara tersebut sudah memasuki masa resesi.
Masa jaya keemasan perekonomian Indonesia untuk kembali tumbuh di atas 6% seperti pada tahun 2012 sudah jauh di atas harapan. Perekonomian Indonesia kian melambat dan condong mengarah pada level 5%. Mari kita lihat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama dan dua 2012 berhasil menembus 6,33%. Kemudian turun tipis ke level 6,29% dan 6,26% pada triwulan tiga dan empat.
Lalu pada tahun 2013 kian melambat dari 6,03% pada periode pertama menuju 5,78% pada periode terakhir. Terbaru, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2014 hanya bertumbuh 5,21% secara tahunan (year on year). Tergambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus merosot.
Penyebab laju pertumbuhan melambat periode pertama tahun politik ini adalah pengeluaran ekspor barang dan jasa yang turun pertumbuhannya sebesar 0,78%. Padahal pada periode triwulan pertama 2013 kemarin laju pertumbuhan dari ekspor barang dan jasa tumbuh positif sebesar 3,58%. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,21% ini lebih rendah dari perkiraan pemerintah sendiri yang memprediksi pertumbuhan triwulan satu bisa mencapai 5,7%-5,8%.
Perlambatan pertumbuhan memang bagian dari strategi pemerintah untuk mengatasi current account deficit atawa defisit transaksi berjalan menuju ke level yang lebih sehat. Namun pertumbuhan diharapkan di atas 5,5% agar tidak terlalu rendah. Perlambatan ekonomi terjadi sebagai akibat kontraksi pada ekspor yang turun cukup dalam. Sedang untuk investasi sendiri pertumbuhan pengeluarannya masih mencapai 5,13%.
Ekspor yang melamban ini memang telah tercermin dari data ekspor Januari-Maret. BPS mencatat, ekspor Januari-Maret 2014 sebesar US$ 44,32 miliar atau turun 2,42% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan adanya perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Jepang diharapkan dapat membuat kinerja ekspor Indonesia kembali membaik. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan bisa lebih baik lagi tahun ini.
Yang bisa diharapkan ke depannya untuk mendongkrak ekonomi selain investasi adalah sektor industri. Kendala sektor industri adalah supply bahan bakunya yang harus diimpor. Maka dari itu, supply ini harus diperbaiki agar bisa berasal dari domestik. Pemerintah tidak bisa lagi bergantung pada konsumsi rumah tangga (KRT). Bergantung pada KRT kurang bagus karena rapuh, harus menaikan upah buruh/karyawan dan tidak bisa menciptakan lapangan kerja disektor formal.
Asal tahu saja, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang pertumbuhan dengan kontribusi laju pengeluaran sebesar 5,61%.Laju konsumsi rumah tangga tersebut lebih tinggi dibanding triwulan I 2013 yang sebesar 5,24%. Ini akibat faktor pemilihan umum (pemilu) yang mendorong konsumsi masyarakat terutama dari sektor non makanan yang melaju sebesar 6,46%.
"Kita masih tumbuh 4,67 persen, sementara Jepang hanya 1 persen, apa Jepang mengalami resesi? Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain, ya kita masih lebih," ujarnya. BPS mencatat ekonomi Indonesia triwulan II 2015 terhadap triwulan sebelumnya tumbuh 3,78 persen secara triwulanan. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 10,09 persen, sedangkan dari sisi Pengeluaran pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar 32,17 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I 2015 tumbuh 4,70 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha kecuali Pertambangan dan Penggalian yang mengalami penurunan sebesar 3,58 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran didorong oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang tumbuh 4,99 persen.
Lebih lanjut, struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan II 2015 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 58,35 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 22,31 persen, dan Pulau Kalimantan 8,22 persen
No comments:
Post a Comment