Wednesday, October 14, 2015

Antam Siap Ambil Alih Freeport

Rencana divestasi saham PT Freeport Indonesia yang bakal diserap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih belum jelas hingga kini. PT Aneka Tambang (Persero) Tbk mengaku siap menyerap saham Freeport jika memperoleh titah dari Kementerian BUMN, kendati perseroan masih berjibaku dengan rencana pelepasan saham baru (rights issue).

Direktur Pengembangan Aneka Tambang (Antam), Johan Nababan mengatakan pihaknya adalah perusahaan tambang nasional yang bisnis utamanya adalah menambang emas, nikel dan bauksit. Menurutnya, penyerapan saham Freeport adalah kesempatan baik. “Adalah peluang emas bagi Antam bila diberi kesempatan membeli divestasi awal saham PT Freeport,” ujarnya. Kendati Antam kini tengah berjibaku dengan proses rights issue guna mendapat dana untuk membangun pabrik feronikel, Johan mengaku sumber pendanaan pembelian saham Freeport bisa diusahakan melalui berbagai skema.

“Sumber pendanaan bisa diusahakan dengan berbagai cara, apalagi pemegang saham mayoritas Antam sebesar 65 persen adalah Pemerintah Republik Indonesia. Bisa dari pinjaman, bank, private equity,” katanya. Meski menyatakan siap, Johan mengaku hingga kini pihaknya belum memasuki pembicaraan dengan pihak Kementerian BUMN. Johan menyatakan pihaknya terus melakukan pendekatan untuk bisa memulai diskusi ini.

“Kalau saya sebagai Direktur Pengembangan Antam terus kejar Pak Aloysius, Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Bisnis Kementerian BUMN,” ujar dia.  Seperti diketahui, Kementerian BUMN mengaku tengah menyiapkan konsorsium perusahaan tambang pelat merah yang bakal ditunjuk untuk membeli 10,64 persen saham PT Freeport Indonesia.

"Ya secara alami yang akan beli itu perusahaan tambang kita. Dengan catatan jika Kementerian Keuangan atau pemerintah pusat tidak mau beli," ujar Aloysius Kiik Ro, yang juga mantan Direktur Keuangan Antam, di gedung DPR, Jakarta, Senin (5/10). Sementara itu, saat ini Antam tengah mengalami kendala dalam gelaran penawaran saham baru perseroan (rights issue) yang sedianya mengincar dana hingga Rp 5,3 triliun. Pasalnya, roadshow penawaran saham yang digelar di mancanegara ternyata minim peminat.

Rights issue yang masuk ke dalam skema Penyertaan Modal Negara (PMN) tersebut terancam hanya diserap oleh pemerintah saja dengan nilai Rp 3,5 triliun. Manajemen menilai investor terkendala jatuhnya harga komoditas nikel, dimana dana hasil rights issue Antam bakal digunakan untuk pembangunan pabrik feronickel.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meyakini perusahaan-perusahaan nasional mampu menjalankan operasional tambang emas Grasberg di Papua jika pemerintah dan PT Freeport Indonesia tidak sepakat atas perpanjangan Kontrak Karya (KK) yang akan habis pada 2021.  “Jangan memandang rendah kemampuan Indonesia. Di Qatar itu yang menjalankan operasional perusahaan gas negaranya itu ribuan orang Indonesia. Sementara di Freeport sendiri, 99 persen itu orang Indonesia,” ujar Rizal di kediaman dinasnya, Jakarta, Rabu (14/10) malam.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di era Abdurrahman Wahid itu mencontohkan, pengerjaan tambang bawah tanah di Chile ternyata mampu di kerjakan oleh warga negaranya sendiri. “Jadi setelah bertahun-tahun, tentu geologis dan tenaga kerja kita belajar banyak. Saya tidak terlalu khawatir kalau Freeport mengancam tidak mau memperpanjang KK. Saya akan bilang terima kasih, cadangan tambangnya bisa kita taruh di Bank Indonesia,” tegas Rizal.

Terkait pandangan segelintir orang yang meragukan kemampuan keuangan perusahaan-perusahaan nasional untuk mencukupi untuk mengelola tambang raksasa milik Freeport, Rizal menyebut kekhawatiran tersebut tidak beralasan. “Soal kemampuan keuangan. Kalau reserve-nya sudah proven, kita bisa raise money dari situ melalui pinjaman bank. Jadi tidak seheboh yang dibayangkan. Tetapi kalau belum proven, itu yang bahaya. Artinya Freeport juga tidak benar menyampaikan rencana tambang bawah tanahnya,” ungkapnya.

Sebelumnya, pada 8 Oktober 2015 lalu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengingatkan tidak sembarang perusahaan bisa mengambil alih saham Freeport karena kompleksitas rencana investasi tambang bawah tanah yang akan dikembangkannya ke depan.

“Freeport ingin investasi US$ 18 miliar untuk tambang bawah tanah di kedalaman 2 ribu-3 ribu meter. Di situ terlihat magnitude sekaligus kompleksitasnya. Jadi tidak bisa serta merta siapapun sanggup mengambil alih Freeport,” kata Sudirman di kantornya.

No comments:

Post a Comment