Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Setyo Budiantoro menilai rencana pemerintah untuk melakukan upaya pengampunan pajak atau tax amnesty tak tepat. Bukannya akan meningkatkan pendapatan pajak, upaya itu justru akan berdampak sebaliknya. Keringanan bagi wajib pajak yang enggan membayar akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat yang selama ini taat membayar pajak. "Tax amnesty kontraproduktif. Ini membuat orang yang taat bayar pajak jadi tak termotivasi," kata Budi saat melakukan diskusi di Cheese and Cake Factory, Jakarta, Ahad, 18 Oktober 2015.
Sebaliknya, bagi wajib pajak yang menyembunyikan aset mereka di luar negeri, upaya ini akan mengesankan bahwa pemerintah tak tegas dan bisa ditawar. Jika tax amnesty jadi diberikan, menurut Budi, bukan tak mungkin pengampunan yang sama akan terulang pada masa datang. Padahal, kata Budi, yang perlu dilakukan saat ini adalah menindak tegas para pelaku transfer pricingdan pengemplang pajak. "Upaya itu dianggap akan menimbulkan efek jera."
Bahkan, menurut Budi, tax amnesty sebelumnya sudah pernah diberikan oleh pemerintah. Hasilnya, peningkatan pajak memang terjadi, tapi dalam jangka pendek. Secara keseluruhan, pada periode tersebut, rasio pajak tetap menunjukkan penurunan. "Jadi biasanya akan naik dulu, kemudian turun," ucapnya.
DPR saat ini sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional, salah satunya mengenai tax amnesty. Upaya itu menuai pro dan kontra karena justru akan dianggap memberikan pengampunan kepada para koruptor. Namun Wakil Presiden Jusuf Kalla membantahnya. Sebaliknya, beleid itu dirancang agar devisa hasil ekspor tak disimpan di luar negeri. RUU itu, menurut Kalla, bersifat pemutihan, bukan pengampunan. "Kalau koruptor pasti tak akan diampuni," tutur Kalla sebelumnya.
Adanya pemutihan dilakukan karena banyak pengusaha yang menyimpan devisa hasil ekspornya di luar negeri. Para pengusaha melakukan hal tersebut untuk menghindari pajak atau biasa disebut praktek transfer pricing. Praktek itu tak bisa dicegah karena Indonesia menganut asas devisa bebas.
No comments:
Post a Comment