Wednesday, October 28, 2015

Peraturan No 87 Keluaran Mendag Thomas Lembong Soal Kosmetik Impor Dinilai Merugikan Pengusaha Kosmetik Dalam Negeri

Pelaku usaha kosmetika termasuk yang protes dan menolak terhadap Peraturan Menteri (Permendag) No 87 Tahun 2015 tentang ketentuan impor produk tertentu yang dibuat Mendag Thomas Lembong. Salah satu yang merugikan pelaku industri kosmetika adalah soal dihapuskannya ketentan verifikasi impor terhadap produk kosmetik di pelabuhan asal.

Dalam pasal 9 Permendag tersebut, bahwa ketentuan verifikasi atau penelusuran teknis impor sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) tidak berlaku terhadap impor kosmetika. Verifikasi teknis dilakukan di pelabuhan muat, yang dilakukan oleh surveyor yang ditetapkan oleh menteri perdagangan untuk mengecek produk impor tertentu dari negara asal.

"Untuk sektor kosmetika, verifikasi atau ketentuan penjelasan barang impor dihilangkan. Ini bahaya bagi keamanan pasar dan konsumen, selain juga menjadi kehilangan informasi mengenai perimbangan neraca perdagangan sektoral, jenis barang yang masuk," kata Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia (PPAKI) Putri K Wardani.

Ia mengatakan, verifikasi adalah langkah pengamanan dan pengumpulan informasi barang-barang impor yang masuk. Menurutnya banyak sekali manfaat dari verifikasi yang bisa dimanfaatkan pelaku usaha untuk perencanaan, bagi pemerintah bermanfaat untuk negosiasi perdagangan. "Dengan wajib verifikasi ditiadakan tidak mengetahui produk-produk jenis apa yang masuk ke Indonesia dan dari negara mana. Tujuannya agar industri dalam negeri bisa lebih mempersiapkan strategi dengan baik untuk mengatasi serbuan jenis-jenis barang impor yang masuk," katanya.

Dalam Permendag tersebut, produk impor tertentu yang diatur mencakup 7 produk, antara lain makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetika dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pakaian jadi dan barang tekstil sudah jadi, alas kaki, elektronika, dan mainan anak-anak.

Barang-barang impor tersebut harus memasuki pelabuhan laut tertentu saja saat akan masuk ke Indonesia, di antaranya untuk pelabuhan antara lain Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Soekarno Hatta, Dumai, Jayapura, Tarakan, Krueng Geukuh, dan Bitung. Sedangkan untuk pelabuhan darat yaitu Cikarang Dry Port di Bekasi. Untuk pelabuhan udara yaitu Kualanamu, Soekarno Hatta, Ahmad Yani, Juanda, dan Hasanuddin.

Pintu pemasukan barang impor ini sudah bertambah dari Permendag awal sebelumnya, sehingga peluang barang impor masuk lebih lebar ke pasar dalam negeri. Menurut Putri, kondisi ini sangat merugikan industri dalam negeri. "Kalau saat ini, dengan jumlah pelabuhan masuk impor dibatasi saja barang-barang ilegal banjir di Indonesia (makanan minuman hampir 50%, elektronika 60%, kosmetika 20%) lalu dengan diperbanyak jumlah pelabuhan maka risiko kebocoran menjadi semakin besar. Karenanya kami 7 sektor industri yang terkait 'menolak' Permendag 87. Kami justru ingin pengamanan wilayah perbatasan negara diperketat," katanya.

Putri menambahkan, dengan pembukaan lebih luas pelabuhan tempat importasi masuk yang tadinya hanya 7 menjadi belasan pelabuhan akan lebih mempermudah importasi dan masuknya barang-barang ilegal.  "Kalau sekarang saja aparat belum bisa mengatasi untuk sektor kosmetika sekitar 20% saja barang yang beredar di Indonesia (termasuk yang direct selling dan dijual melalui internet) ilegal, bagaimana dengan diperluasnya jumlah pelabuhannya. Tentu hal ini sudah dapat dipastikan akan memperlonggar importasi dan masuknya barang-barang ilegal," katanya.

Ia mengatakan selain kosmetika, ada 6 industri lainnya yang menolak Permendag ini."Sekali lagi 7 sektor industri yang terkena dampak menolak Permendag 87/2015," katanya.

No comments:

Post a Comment