“Kami meyakini PP Pengupahan ini akan bisa diterima kedua belah pihak, bahwa sekarang ini masih ada demo karena pemerintah tidak bisa memuaskan semua pihak. Namun, kami melihatnya PP ini justru memberi kepastian bagi pekerja maupun pengusaha,” ujar Pramono di kantornya, Rabu (28/10). Kepastian yang dimaksud, menurut Pramono terletak pada dimasukkannya komponen laju inflasi tahunan dan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam formulasi perhitungan UMP untuk memperkuat hitungan kebutuhan hidup layak (KHL).
Jika masih ada demonstrasi para pekerja yang mempersoalkan PP tersebut, menurut Pramono hal tersebut sah-sah saja. “Pemerintah harus lebih cepat membuat keputusan, dan tidak akan mencabut PP pengupahan ini,” tegasnya. Sebelumnya Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dakhiri menyatakan PP Nomor 78 tahun 2015 akan langsung berlaku tahun depan. “Penetapan UMP 2016 oleh Gubernur nanti sudah harus menggunakan formula sebagaimana diamanatkan dalam PP tersebut,” kata Hanif.
Sebagaimana diketahui, formula pengupahan dalam PP baru ini menggunakan angka inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai variabel utama dalam perhitungan kenaikan upah minimum. Gubernur akan menetapkan dan mengumumkan secara serentak UMP tahun berikutnya pada 1 November. Sebelumnya, Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rieke Diah Pitaloka mempertanyakan formulasi anyar dalam menghitung UMP tersebut. Rieke berpendapat, formula upah tenaga kerja baru yang disusun pemerintah mengakibatkan pertumbuhan upah minimum tenaga kerja menjadi sangat rendah.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai formula upah baru yang menambahkan nominal upah minimum berjalan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, hanya menjadikan kenaikan upah sekitar 10 persen. “Terkait formula upah pemerintah yang baru, kami menegaskan hal tersebut merupakan harga mati yang harus dicabut. Terlebih jelang penetapan upah minimum oleh Gubernur di Indonesia, penerbitan formula upah murah malah menimbulkan gejolak sosial terutama di kawasan industri,” tegas Rieke.
Ia menambahkan, upah pekerja yang selama ini sudah rendah menjadi semakin jauh dari layak. Akibatnya kesejahteraan pekerja akan semakin memburuk yang akan berdampak pada merosotnya daya beli. “Formula upah tersebut juga meniadakan survei pasar dan menghapus Dewan Pengupahan dalam memberi pertimbangan penentuan upah sehingga ilegal dan tidak demokratis,” jelasnya.
Dengan pertimbangan adanya peningkatan kinerja pegawai dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pemerintah menilai tunjangan kinerja yang selama ini telah diberikan perlu untuk ditingkatkan. Terkait hal ini pada 16 Oktober 2015, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian BUMN.
Dalam Perpres itu disebutkan, Pegawai (baik PNS, prajurit TNI dan anggota Polri yang bekerja penuh di Kementerian BUMN) yang mempunyai jabatan di lingkungan Kementerian BUMN, selain diberikan penghasilan sesuai ketentuan, diberikan Tunjangan Kinerja setiap bulan.
Menurut Perpres ini, tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud, dibayarkan terhitung mulai bulan Mei 2015, dan diberikan dengan memperhitungkan capaian kinerja pegawai setiap bulannya. Adapun Pajak Penghasilan atas Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun bersangkutan.
Mengenai penetapan kelas jabatan dari para pemangku jabatan di lingkungan Kementerian BUMN, menurut Perpres ini, ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN sesuai dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian BUMN yang diangkat sebagai pejabat fungsional dan mendapatkan tunjangan profesi, menurut Perpres ini, maka tunjangan kinerja dibayarkan sebesar selisih antara tunjangan kinerja pada kelas jabatannya dengan tunjangan profesi pada jenjangnya. “Apabila tunjangan profesi yang diterima sebagaimana dimaksud pada lebih besar dari pada tunjangan kinerja pada kelas jabatannya maka yang dibayarkan adalah tunjangan profesi pada jenjangnya,” demikian bunyi Pasal 9 ayat (2) Perpres No. 114 Tahun 2015 itu seperti dikutip laman Setkab dot go dot id, Rabu.
Dengan berlakukan Peraturan Presiden ini, maka Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2014 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. “Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2015 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 19 Oktober 2015 itu.
Adapun besaran Tunjangan Kinerja dalam Lampiran Perpres itu adalah:
No comments:
Post a Comment