Tuesday, October 13, 2015

Kedigdayaan Ekonomi Vietnam Jadi Penyebab Penurunan Ekspor Indonesia

Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong menilai Vietnam sebagai ancaman besar bagi Indonesia di kancah perdagangan Internasional. Gerak cepat Vietnam dalam membuat kesepakatan perdagangan internasional, dinilai akan menghambat permintaan produk Indonesia dari pasar ekspor.

Thomas menyebut keputusan Vietnam menandatangani kesepakatan perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pacific (Trans-Pacific Partnership/ TPP) pada 5 Oktober 2015 lalu membuat Vietnam bisa mengakses pasar Amerika Serikat (AS) serta 10 negara lainnya. Beberapa diantaranya bahkan tercatat sebagai mitra dagang penting bagi Indonesia, yaitu Australia, Jepang, Brunei Darusalam, Kanada, Cile, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru dan Singapura.

“Ancaman paling besar buat kita adalah Vietnam. Memang Vietnam itu kebanyakan industrinya adalah saingan langsung Indonesia. Saya bisa membenarkan bahwa itu adalah ancaman besar dan nyata,” ujar Thomas di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jumat (9/10). Sementara itu, pada Agustus lalu pemerintah Vietnam juga telah merampungkan kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Dengan demikian, pasar Eropa akan memberlakukan tarif nol persen bagi produk buatan Vietnam. “Jadi Vietnam ini akan bisa akses ke pasar Eropa. Uni Eropa lebih besar dari AS karena ada 20 negara lebih,” kata Thomas.

Meski demikian, Thomas mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pemerintah dan pengusaha nasional tidak takut untuk bersaing dan memiliki kesepakatan perdagangan bebas ke AS dan Uni Eropa. Bahkan, lanjut Thomas, Negara Barat lah yang harusnya takut dibanjiri produk Tanah Air. Dari segi populasi, AS memiliki 300 juta penduduk dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di kisaran US$ 17 triliun per tahun sedangkan Uni Eropa memiliki sekitar 400 juta penduduk dengan PDB di kisaran US$ 20 Triliun per tahun.

“Kita sudah ketinggalan sekali dan saya bisa sharing bahwa Presiden sangat menyadari ini dan sangat prihatin. Di sidang kabinet Beliau sudah tagih saya ‘Jadi kapan Pak Thom kita trade agreement dengan Uni Eropa dan Amerika?’” ujar Thomas. Menurut Thomas, upaya mencapai kesepakatan perdagangan dengan negara lain tidak mudah, pasti akan mendapatkan tentangan dari kelompok-kelompok industri tertentu yang sudah dilindungi sejak lama. Sementara itu, kesepakatan perdagangan menganut asas resiprokal.

“Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya kita bisa dapat trade agreement dengan uni Eropa? Bisa dapat trade agreement dengan Amerika. Terus terang dengan rasionalisasi peraturan, kita harus cabut banyak perlindungan-perlindungan yang dianggap proteksionis dan sektor-sektor yang tanda kutip dilindungi itu akan teriak-teriak dan mereka tidak mau kehilangan perlindungan ini,” kata Thomas.

Kendati demikian, Thomas berjanji pemerintah Jokowi akan mengambil kebijakan yang paling banyak menguntungkan bagi masyarakat banyak. “Pemerintah mau mayoritasnya winners. Pemerintah ingin melakukan, mengimplementasi peraturan yang manfaatnya dirasakan oleh mayoritas atau paling banyak orang,” kata Thomas.

Ditemui terpisah, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menilai Indonesia sudah terlambat membuka diri. Dengan Vietnam memberlakukan bebas tarif pada negara lain, Vietnam mendapatkan perlakuan yang sama. Akibatnya, produk Indonesia menjadi kurang kompetitif di mata dunia internasional. “Di sepatu ini perbedaan harganya sudah 15- 20 persen. Contoh Amerika, impor sepatu dari Indonesia dia harus membayar 15 persen bea masuk, impor kulit 22 persen. (Produk) dari Vietnam dia beli tarifnya nol persen. Sekarang saya sebagai pembeli, saya akan beli dari Indonesia atau Vietnam?” ujar Ketua Umum Aprisindo Eddy Widjanarko.

Berdasarkan data Aprisindo, tahun lalu ekspor sepatu nasional ke AS paling dominan yaitu sebesar 28, 2 persen dari total ekspor sepatu senilai US$ 4,5 miliar, sedangkan Eropa sekitar 26 persen. “Jadi dari dua (AS dan Uni Eropa) ini saja sudah menguasai 50 persen lebih,” katanya

No comments:

Post a Comment