Friday, October 16, 2015

Textile Import Ilegal Matikan Produsen Lokal Dengan Selisih Harga Jual 30 Persen

Masuknya barang impor ilegal, khusus tekstil dan produk tekstil (TPT), membuat industri dalam negeri harus merugi. Wajar saja, karena harga jual yang terpaut 30% membuat barang impor menguasai pasar dalam negeri. Demikian diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat menyaksikan penangkapan dan pengungkapan modus ‎impor tekstil ilegal di lapangan parkir, Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai, Jalan Ahmad Yani, Jakarta, Jumat (16/10/2015)

"Data yang saya terima dari API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia) karena barang ilegal ini turun sampai 30%. Ada yang sampaikan harga sampai terpaut 30%. Jelas orang nggak bayar pajak dan bea masuk, bagaimana?" tegas Jokowi. Maka dari itu, Jokowi menginginkan impor ilegal dihentikan, karena industri akan terus sulit untuk bersaing. Apalagi dengan kondisi perekonomian negara yang di tengah perlambatan.

"Ini yang sebabkan industri kita tidak bisa bersaing di pasar. Makanya saya minta hentikan impor," ujarnya. Jokowi optimistis, bila impor barang ilegal ini berhasil dihentikan, maka industri dapat berkembang lagi ke depannya. Banyak dampak ekonomi yang akan dihasilkan, baik secara langsung maupung tidak langsung.

"‎Industri berkembang karena yang dulu diisi barang ilegal diisi barang legal. Iya pasti. Contoh sprei, keluhannya betul-betul, karena harganya bedanya 30-40%‎," kata Jokowi. Akibat banyaknya Tekstil dan Barang Tekstil (TBT) impor ilegal, membuat banyak perusahaan tekstil 'sekarat'. Banyak di antaranya yang sudah mengurangi produksi, sehingga membuat angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin membengkak.

"Khusus tekstil saja kita baru terima datanya, ada 17 (perusahaan) yang sudah sampaikan ke kita, jumlah potensi PHK angkanya 23.000 pegawai," kata Kepala BKPM Franky Sibarani ditemui di kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jalan Ahmad Yani, Jakarta, Jumat (16/10/2015).

Menurut Franky, angka tersebut termasuk angka pegawai yang belum di-PHK namun sudah dirumahkan perusahaan karena pengurangan kapasitas produksi. "Jadi 23.000 orang yang kita terima laporannya, tak semuanya di-PHK. Itu masuknya yang sudah di-PHK, dirumahkan, dan direncanakan akan di-PHK. Kita akan panggil para pengusaha lagi, apa yang perlu pemerintah bantu, jangan sampai ada PHK lagi," jelas Franky.

Frangky mengungkapkan, para pengusaha yang melaporkan ke BPKM tersebut rata-rata saat mengalami mati suri. Kondisi ini terjadi akibat membanjirnya TBT impor ilegal, yang harganya jauh lebih murah karena tidak membayar bea masuk dan pajak. "Tekstil impor ilegal membuat industri tekstil dalam negeri kurangi volume produksi. Makanya jelas dampaknya, sampai presiden sendiri harus turun tangan perintahkan Bea Cukai, termasuk Polisi dan Kejaksaan," kata Franky.

Dia mensinyalir, banyaknya industri di luar tekstil yang mulai mengurangi produksi saat ini juga akibat membanjirnya barang impor ilegal.  "Masih diselidiki, bisa jadi ada yang lain kayak makanan dan elektronik," tutupnya.

No comments:

Post a Comment