PT PLN (Persero) mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 27,4 triliun pada kuartal III 2015, setelah pada triwulan sebelumnya meraup laba bersih Rp 15,27 triliun. Depresiasi rupiah dituding sebagai penyebab utama kerugian perusahaan listrik pelat merah ini. “Pada Triwulan III 2015, Perseroan mengalami Rugi bersih sebesar Rp27,4 triliun terutama karena adanya rugi selisih kurs sebesar Rp45,7 trilliun akibat menurunnya nilai tukar Rupiah terhadap US$,” kata Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Komukanisi Korporat PLN Bambang Dwiyanto melalui keterangan resmi perseroan, Rabu (28/10).
Berdasarkan catatan PLN, pada 31 Desember 2014 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih sebesar Rp 12.440. Kemudian kurs anjlok bertahap menjadi Rp 14.657 per dolar AS per 30 September 2015. Dari sisi operasional, Bambang mengatakan perseroan sebenarnya berhasil mencetak laba usaha sebesar Rp41,8 triliun pada periode Juli-September 2015. Namun, perolehan laba operasional tersebut lebih rendah 3,63 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp 43,6 triliun.
Pencapaian laba operasional itu ditopang oleh pendapatan penjualan tenaga listrik perseroan yang naik 15, 64 persen, dari Rp 133,3 triliun pada kuartal III 2014 menjadi Rp 153,9 triliun. “Pertumbuhan pendapatan ini berasal dari kenaikan volume penjualan kWh menjadi sebesar 149,7 Terra Watt hour (TWh) atau naik 1,94 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 146,8 TWh, serta adanya kenaikan harga jual rata-rata dari sebesar Rp 910,61/KWh menjadi Rp1.036,16/KWh,” terang Bambang.
Selain itu, beban usaha PLN juga sebenarnya turun sejalan dengan program efisiensi perusahaan. Apabila pada kuartal III 2014 beban usaha perseroan sebesar Rp 177,9 triliun, maka pada triwulan yang sama tahun ini turun 7,45 persen atau sebesar Rp 13,3 triliun menjadi Rp 164,7 triliun.
PLN mencatat, efisiensi terbesar terlihat dari berkurangnya biaya bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 28,46 triliun atau 50,93 persen. Biaya pemakaian BBM PLN pada kuartal III 2015 tercatat sebesar Rp 27,4 triliun, menyusut signifikan dibandingkan dengan pengeluaran untuk belanja yang sama kuartal III tahun lalu Rp 55,9 trilliun.
“Penurunan ini terjadi karena program efisiensi yang terus dilakukan perusahaan antara lain melalui substitusi penggunaan bahan bakar minyak/BBM dengan penggunaan batubara/energi primer lain yang lebih murah, dan pengendalian biaya bukan bahan bakar, serta turunnya harga komoditas energi primer,” jelas Bambang.
Selain itu, perseroan juga sudah mengupayakan transaksi lindung nilai (hedge) khusus utang valuta asing perusahaan yang jatuh tempo mulai April 2015. Langkah ini, jelas Bambang, dilakukan PLN untuk mengurangi beban operasi di tengah tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Serangkaian kebijakan efisiensi tersebut, lanjut Bambang, cukup efektif menekan biaya subsidi listrik yang turun sebesar Rp 37,28 triliun menjadi sebesar Rp 45,9 triliun pada kuartal III 2015 dibandingkan dengan posisi triwulan III 2014 yang mencapai Rp 83,35 triliun.
Di sisi lain, Bambang mengatakan, total aset PLN pun bertambah sebesar Rp 21,9 triliun sepanjang Januari-September 2015 sehingga totalnya mencapai Rp 632,9 triliun per 30 September 2015. “Kenaikan total aset ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan asset operasional ketenagalistrikan sebesar Rp 12,7 triliun atau 5,68 persen sehingga menjadi Rp 549,5 triliun, sejalan dengan adanya investasi terutama pada proyek pembangkit dan transmisi,” tutur Bambang.
Adapun jumlah pelanggan yang dilayani perusahaan pada akhir Triwulan III 2015 mencapai 60,3 juta pelanggan atau naik 13,78 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya, 56,5 juta pelanggan. Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 82,9 persen pada September 2014 menjadi 87,3 persen pada September 2015.
No comments:
Post a Comment