Tuesday, October 13, 2015

Kalbe Farma Tbk Joint Venture Dengan Perusahaan Biofarma Korea Untuk Perluas Pasar Asia

PT Kalbe Farma Tbk menggandeng perusahaan biofarma Korea untuk mendirikan perusahaan patungan. Kedua perusahaan telah menyiapkan Rp 130 miliar untuk investasi guna mengembangkan produk untuk pasar regional. Sekretaris Perusahaan Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan pada tanggal 12 Oktober 2015, pihaknya dan Genexine Inc. asal Korea telah menandatangani perjanjian usaha patungan yang memuat kesepakatan atas pembentukan perusahaan patungan dengan nama PT Kalbe-Genexine Biologics.

“Perusahaan patungan tersebut akan melakukan pengembangan produk-produk biofarmasi untuk pasar Indonesia dan regional,” ujarnya dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Selasa (13/10).  Vidjongtius menjelaskan, pihaknya menjadi pemegang saham mayoritas dalam perusahaan patungan tersebut. Lebih lanjut, ia menambahkan, pihaknya dan Genexine telah menyiapkan investasi awal untuk proyek patungan ini.

“Berdasarkan kesepakatan tersebut, struktur kepemilikan PT Kalbe-Genexine Biologics adalah 60 persen saham dimiliki oleh PT Kalbe Farma Tbk dan 40 persen saham dimiliki oleh Genexine Inc. Nilai investasi awal untuk perusahaan patungan tersebut adalah sekitar Rp 130 miliar,” jelasnya. Sebelumnya, perusahaan farmasi pelat merah ini juga berencana membangun pabrik obat patungan (joint venture) di Thailand guna memperkuat penetrasi pasar di Asia Tenggara. Akselerasi pertumbuhanekspor obat ke kawasan ini diharapkan perseroan bisa dijaga dengan adanya pabrik baru tersebut.

"Untuk pembukaan pabrik di Asean, mungkin kita mempertimbangkan kerjasama joint venture di Thailand agar lebih cepat penjualannya di kawasan ini. Tapi ini baru sekedar wacana, kita baru sekedar eksplorasi saja," ujar Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan, Vidjongtius di Jakarta, Selasa (7/7) malam. Kendati wacana tersebut sudah dipikirkan, namun pria yang akrab disapa Vidjong ini mengatakan, pembangunan pabrik di Thailand bukanlah strategi utama perusahaan. Ia menegaskan, Kalbe Farma sebisa mungkin akan tetap menggunakan fasilitas di Indonesia untuk menghasilkan produk-produk bagi pangsa ekspor maupun domestik.

Melihat laporan keuangan perusahaan pada tahun lalu, nilai ekspor produk Kalbe Farma mencapai Rp 796,91 miliar, dimana kontribusi ekspor terbesar adalah produk kesehatan (consumer health) sebesar Rp 392,46 miliar yang disusul dengan ekspor obat resep sebesar Rp 299,47 miliar. Dengan kata lain, ekspor produk kesehatan mengambil proporsi 49,2 persen dari keseluruhan ekspor Kalbe Farma.

Lebih lanjut, ekspor Kalbe Farma sendiri memiliki proporsi 11,5 persen dari total ekspor sektor farmasi secara nasional yang tercatat sebesar US$ 532 juta atau sebesar Rp 6,91 triliun pada tahun 2014. Selain itu, angka ekspor Kalbe Farma pada tahun lalu juga terbilang meningkat 21,4 persen dari angka ekspor tahun sebelumnya yang mencapai Rp 656,35 miliar.  Di samping itu, total penjualan Kalbe Farma pada tahun 2014 meningkat sebesar 6,79 persen dari angka Rp 16,00 triliun di tahun 2013 ke angka Rp 17,39 triliun. Dengan target pertumbuhan penjualan sebesar 7 hingga 9 persen, maka perusahaan berharap bisa membukukan total penjualan sebanyak Rp 18,61 triliun hingga Rp 18,96 triliun di tahun ini.

PT Kalbe Farma akan membangun pabrik biosimilar di Cikarang, Jawa Barat dan dijadwalkan mulai beroperasi pada 2018. Perusahaan farmasi pelat merah ini memastikan pabrik senilai US$ 50 juta itu akan menghasilkan obat jenis baru yang dikhususkan bagi pasar domestik. "Pabrik biosimilar baru ini rencananya hanya akan memproduksi Erythropoietin (EPO), yaitu sebuah obat yang rencananya bisa meningkatkan sel darah merah. Memang untuk pabrik baru ini kami rencanakan hanya akan produksi satu jenis obat terlebih dahulu," terang Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan, Vidjongtius di Jakarta, Selasa (7/7).

Pria yang akrab disapa Vidjong ini menambahkan, perusahaan akan menambah produk baru jika teknologinya tersedia dan keuangan perusahaan mencukupi. Pasalnya, investasi untuk penambahan jenis obat baru terbilang sangat mahal. "Kami masih belum memikirkan nanti produk kedua maunya apa. Kita akan pikirkan mau menambah atau tidak setelah tahun 2018. Tapi yang jelas, produk ditambah apabila kami juga menambah teknologi baru," jelasnya.

Vidjong menambahkan bahwa produk baru tersebut hanya akan dipasarkan bagi pasar domestik terlebih dahulu. Menurutnya, ekspor produk EPO dimungkinkan di masa depan, terutama ke negara-negara Asia Tenggara.  Kendati telah merencanakan produk baru yang akan diproduksi, namun perusahaan masih belum menghitung berapa kontribusi penjualan produk ke depannya terhadap total penjualan perseroan secara keseluruhan. Vidjong mengatakan bahwa dibutuhkan waktu lebih bagi produk baru untuk bisa masuk ke pasaran.

"Untuk kontribusinya sendiri ke penjualan, kami belum tahu berapa. Bahkan kami juga belum tahu berapa kapasitas pabrik biosimilar yang akan kami bangun ini," katanya. Pabrik biosimilar ini direncanakan akan dibangun pada Agustus 2015 yang menelan dana sekitar US$ 30 juta hingga US$ 50 juta. Pabrik tersebut diharapkan selesai dalam jangka waktu dua tahun dan bisa menyelesaikan proses sertifikasi selama satu tahun.

Pembiayaan pembangunan pabrik tersebut murni menggunakan kas internal perusahaan dan masuk ke dalam rencana belanja modal perusahaan sebesar Rp 900 miliar hingga Rp 1 triliun pada tahun ini. Pada tahun pertama pembangunan, perusahaan akan menggelontorkan 30 persen dana terlebih dahulu dan 70 persen sisanya digelontorkan di tahun kedua pembangunan.

No comments:

Post a Comment