Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Irawan mengatakan pemerintah kesulitan memungut pajak dari transaksi batu mulia atau dikenal sebagai akik. "Kami bingung bagaimana menerapkannya," katanya di Jakarta, Kamis, 5 Maret 2015.
Penjualan batu akik sedang marak belakangan ini dengan nilai ratusan miliar hingga triliunan. Namun pemerintah mengakui kesulitan memungut pajak dari transaksi ini. Alasannya, menurut Irawan, tidak ada standar resmi untuk menilai harga batu akik. Akibatnya acuan menghitung pajaknya akan sulit. "Penjualan melibatkan antarperorangan, melalui penjualan daring, agak sulit memantaunya."
Irawan menilai aturan pajak baru menyentuh pada barang mewah atau perhiasan. Pajak barang mewah dan perhiasan berupa pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen.
Jika batu akik disetarakan dengan perhiasan, itupun tidak bisa langsung dipungut pajak. Pemerintah baru bisa memngut pajak untuk transaksi di atas Rp 100 juta. Penjual harus berbentuk badan usaha dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar per tahun," katanya.
Irawan mengatakan penerapan pajak untuk batu akik bukan prioritas Ditjen Pajak. "Target utama kami adalah wajib pajak skala besar, yang kecil-kecil nanti dulu lah," ujarnya.
No comments:
Post a Comment