Syarkawai menduga jika memang benar ada sejumlah oknum yang bersekongkol dan memainkan stok dan harga beras, itu merupakan akibat kebijakan pemerintah yang kurang tepat dalam rencana penghapusan raskin. Selain itu, menurut dia, jalur suplai beras yang dimiliki Indonesia juga dinilai sebagai salah satu faktor kenaikan harga beras. "Jalur suplai kita masih oligopolistis. Pada beberapa rantai distribusi, khususnya di penggilingan beras dan pedagang besar, masih dikuasai oleh segelintir orang," ujar Syarkawi.
Menurut dia, karena kecilnya jumlah pengusahan penggilingan dan pedagang besar, mereka bisa dengan bebas memainkan pasokan dan harga jual beras di pasar. Akibatnya, kata dia, peran Bulog sebagai stabilisator harga beras menjadi tidak berjalan. Peran tersebut justru berpindah ke pemilik penggilingan beras dan para pedagang besar. "Kalau masalah ada kartel atau tidak, hingga saat ini kami belum melihat adanya indikator tersebut," kata Syarkawi.
Sebelumnya, Badan Urusan Logistik (Bulog) menyatakan bahwa kenaikan harga beras lebih diakibatkan kekosongan pasokan yang terjadi dalam tiga bulan terakhir. "Sebenarnya Bulog bertugas mengeluarkan 232.000 ton raskin tiap bulan. Akan tetapi, November dan Desember 2014 stoknya tidak ada, hingga Januari masih seperti itu," kata Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog Leli Pritasari Subekti.
Berdasarkan keterangan yang diberikan, kekosongan tersebut terjadi karena adanya keterlambatan musim tanam dan panen yang mundur sekitar satu hingga 1,5 bulan. Naiknya harga beras di pasaran membuat petani juga ikut-ikutan menaikkan harga gabah. Harga gabah kering panen (GKP) kini pada kisaran Rp 4.300-4.400 per kilogram dari sebelumnya Rp 3.800-4.000.
Sejumlah kecamatan di Bojonegoro yang kini memasuki masa panen mengalami kenaikan itu. Terutama dalam tiga pekan terakhir saat kenaikan harga beras di Bojonegoro—kelas medium, seperi jenis Ciherang dan IR65—mencapai Rp 10-11 ribu per kilogram. Sebagai catatan, harga rata-rata tertinggi beras jenis ini di pasaran Rp 9.000 per kilogram.
Menurut Muslih, Kepala Desa Rendeng, Kecamatan Malo, Bojonegoro, harga GKP di desanya kini mencapai Rp 4.300-4.400 per kilogram. Harga ini termasuk tinggi untuk tingkat petani. Sebab, dengan harga Rp 4.000 per kilogram, petani juga sudah untung. ”Jadi ini berkah bagi petani,” katanya. Dia berharap sawah miliknya seluas 1,5 hektare bisa panen rata-rata 6,5 ton per hektare.
Muslih mengatakan, di Kecamatan Malo, rata-rata akan memasuki masa panen pekan kedua dan ketiga. Jika harga beras seperti sekarang ini, keuntungan petani akan cukup besar. Pendapat sama disampaikan Kepala Desa Pager Wesi, Kecamatan Trucuk, Mohammad Hufron. Dia menyebutkan rata-rata harga GKP pada kisaran Rp 4.300-4.400 per kilogram. Sebagai catatan, gabah tersebut sebagian sudah dibeli pedagang di Bojonegoro hingga dari luar kabupaten ini. “Ini harganya lumayan baik,” katanya, Minggu, 1 Maret 2015.Tudingan adanya permainan mafia di balik kenaikan harga beras, seperti yang pernah dilontarkan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, dibantah oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik. Menurut Bulog, kenaikan harga beras saat ini lebih disebabkan adanya kekosongan stok selama tiga bulan antara November-Desember 2014 dan Januari 2015.
Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog Leli Pritasari Subekti mengatakan Bulog bertugas mengeluarkan 232 ribu ton beras miskin tiap bulan. Namun, pada November-Desember 2014, stoknya tidak ada. "Dan masih berlanjut hingga Januari," kata Leli, Sabtu, 28 Februari 2015. Leli menjelaskan stok beras pada November dan Desember sudah ditarik terlebih dulu pada Februari dan Maret 2014. Akibatnya, kata Leli, terjadi kekosongan sebesar 462 ribu ton.
Dengan kondisi seperti itu, Bulog hanya bisa menggelontorkan 71 ribu ton beras pada Desember 2014 dan Januari 2015, sehingga kurang efektif dalam menurunkan harga beras. "Hitungannya, 462 ribu stok yang kosong hanya ditutup dengan 71 ribu. Akhirnya, ya, kurangnendang," kata Leli.
Stok yang berkurang ini semakin diperparah dengan terlambatnya pasokan beras pada Januari akibat launching yang baru diresmikan pada 28 Januari 2015. Dengan demikian, total kekosongan stok beras mencapai hampir 700 ribu ton. Selain itu, adanya isu penghapusan raskin berpengaruh secara psikologis maupun administratif terhadap pemerintah daerah.
Terkait dengan kelangkaan stok beras di pasar, pengamat pertanian Khudori juga berpendapat hal itu terjadi karena faktor alam, bukan ulah mafia beras seperti yang disebut Menteri Rachmat Gobel. Faktor alam yang dimaksud ialah musim paceklik yang berlangsung lama, sehingga mengakibatkan mundurnya jadwal panen raya di Indonesia. Mestinya, kata Khudori, Februari hingga Mei sudah masuk panen raya. Namun, karena hujan datang terlambat, jadwal tanam dan panen ikut mundur 1,5 bulan. Musim pacekliknya lebih lama," kata Khudori.
No comments:
Post a Comment