Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan total biaya produksi usaha tanaman cabai merah per satu hektar untuk sekali musim tanam yang dipanen sendiri tahun 2014 mencapai Rp 52,1 juta. Angka tersebut didapat dari Survei Rumah Tangga Usaha Tanaman Hortikultura (SHR 2014) yang merupakan rangkaian kegiatan Sensus Pertanian 2013 (ST 2013). Kepala BPS Suryamin mengatakan, dari total biaya produksi tersebut, biaya untuk upah pekerja memakan porsi paling besar yakni 47,74 persen, atau sekitar Rp 24,87 juta.
“Selain itu, biaya pupuk dan sewa lahan juga relatif besar, yaitu masing-masing mencapai 17,15 persen dan 9,66 persen,” kata dia dalam paparan, Selasa (23/12/2014). Adapun nilai produksi per hektar per musim tanam sebesar Rp 77,1 juta. Suryamin mengatakan, biaya produksi tanaman cabai merah yang ditanam pada musim kemarau sebesar Rp 54,1 juta. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi yang ditanam pada musim hujan, sebesar Rp 48,1 juta.
Perbedaan biaya produksi pada kedua musim ini disebabkan oleh besarnya perbedaan pengeluaran untuk upah pekerja sebesar Rp 4,1 juta, pupuk sebesar Rp 1 juta, dan bahan bakar sebesar Rp 498.700. “Biaya produksi terbesar untuk pengelolaan tanaman cabai merah yang ditanam pada musim kemarau dan musim hujan adalah biaya untuk upah pekerja, masing-masing Rp 26,3 juta, dan Rp 22,1 juta,” pungkas Suryamin.
Harga cabai hijau di Provinsi Bengkulu jatuh mencapai Rp 2.000 per kilogram diakibatkan panen melimpah di beberapa sentra penghasil cabai di daerah itu. Teti misalnya petani cabai di Desa Sumber Urip, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong menyebutkan harga sebelumnya mencapai Rp 16.000 per kg untuk cabai hijau, sementara cabai merah dari Rp 20.000 turun ke harga Rp 8.500 per kg.
"Saat ini panen cabai hasil melimpah biasanya kami mengirim cabai ke Sumbar, Riau, namun karena dua provinsi itu juga sedang panen cabai juga jadi cabai Bengkulu menumpuk maka harga menjadi murah," kata Teti, Jumat, (6/3/2015). Sebelumnya sekitar satu bulan lalu harga cabai di Bengkulu sempat menyentuh harga Rp 80.000 per kg. Hingga kini meski harga murah, petani cabai terpaksa menjualkan hasil tanamannya karena jika tak dijual maka cabai yang mereka miliki akan membusuk.
"Meski harga murah kami terpaksa menjual takut busuk, sudah pasti hasil panen kali ini kami merugi," demikian Teti. Harga cabai, meliputi cabai merah biasa dan cabai keriting, di pasar tradisional Jakarta mencapai Rp 80.000 per kilogram. Bahkan, titik tertinggi harga cabai, khususnya cabai rawit merah, mencapai Rp 95.000 di Pasar Senen Blok VI.
"Harga cabai keriting dan biasa hari ini Rp 80.000 per kilo. Kemarin juga sama," ujar Sigit, pedagang di pasar tradisional di Otista, Jakarta Timur. Harga cabai tersebut sesuai dengan data Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag hari ini. Menurut data yang diperoleh dari sumber tersebut, harga cabai merah besar dan cabai keriting di Pasar Senen Blok VI mencapai Rp 80.000 per kilo. Namun, harga cabai rawit merah di Pasar Senen Blok VI hari ini mencapai Rp 95.000. Harga cabai merah besar dan cabai rawit merah per kilogram di Pasar Grogol juga mencapai Rp 80.000.
Sementara, cabai merah keriting di Pasar Grogol dibanderol dengan harga Rp 70.000 per kilogram. Sebagai catatan,menurut data Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, harga cabai hari ini tergolong tinggi. Pasalnya, rata-rata harga cabai nasional mencapai Rp 65.032 per kilogram setelah sehari sebelumnya sempat mencapai Rp 67.937 per kilogram.
Harga cabai rawit di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan kian mahal. Harga si pedas ini menyentuh Rp 120.000 per kilogram. Melonjaknya harga cabai ini, seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan pengaruh cuaca buruk.
“Harga cabai sekarang tembus Rp 120.000 per kilogram. Itu untuk cabai biasa . Untuk pasaran, harga cabai per gelas kami jual Rp 15.000 yang isinya 15 cabai dalam gelas,“ kata Kari, pedagang cabai di Pasar Sentral Kabupaten Pinrang
Sementara harga cabai keriting dan cabai besar mulai Rp 70.000 hingga Rp 90.000 per kg. Akibat tinggginya harga cabai, Kari mengaku, pembeli komoditas ini berkurang. Sementara itu, Dinas Perdagangan Kabupaten Pinrang, justru mengaku belum mengetahui mengenai kenaikan harga cabai tersebut. “Saya belum tahu jika harga cabai di Pasar Sentral Kabupaten Pinrang melonjak drastis,“ kata AzisTaba, Kabid Perdagangan Dinas Perdagangan, Perindustrian sumber daya Mineral dan Energi (Perindagum).
Tingginya harga cabai, tidak membuat warga Pinrang tidak membeli cabai. Informasi saja, warga memang mempunyai selera pedas. "Meski harganya naik, namun tak membuat saya tidak membeli cabeai untuk masakan di rumah yang mempunyai selera pedas. Suami saya enggan makan di rumah jika masakan tidak pedas, “ kata Herlina seorang warga Pinrang.
No comments:
Post a Comment