PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengaku rugi Rp 1,3 triliun dalam 4 sampai 5 bulan terakhir. Penyebabnya, terus melorotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. "Selama 4 bulan karena pelemahan rupiah kan harusnya ada price adjustment. Tekanannya 4-5 bulan sekitar Rp 1,3 triliun," ujar Direktur Utama Sofyan Basir di Kantor Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Sabtu (7/3/2015).
Saat ini, kata dia, PLN terus mencoba melakukan berbagai efisiensi untuk menekan kerugian yang semakin besar. Salah satu bentuk efisiensi itu berupa mengganti bahan bakar dari solar menjadi gas. "Untuk itu kami bisa mencari dari efisiensi dengan mengganti diesel dari BBM (solar) dengan gas," kata dia.
Selain itu, untuk menekan biaya akibat penggunaan bahan bakar untuk pembangkit listrik, PLN juga memaksimalkan kerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). "Lalu PLTU yang belum maksimal kapasitasnya itu kami tingkatkan. Itu kemarin di Buleleng baru selesai," ucap dia. Sebelumnya, sejak awal tahun 2015, nilai tukar Rupiah terus melorot. Bahkan, sejak 2 hari terakhir, kita rupiah mencapai Rp 13.000 per dollar AS. .
PT Perusahaan Listrik Negara Persero (PLN) dipastikan menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan mendapatkan suntikan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5 triliun. Keputusan itu diketahui setelah tadi malam, di menit-menit terakhir pembahasan RAPBN-P 2015, Komisi VI memutuskan merestui suntikan dana itu.
Pertanyaan kemudian muncul, setelah mendapatkan suntikan dana Rp 5 triliun dari negara, masih pantaskan listrik diberbagai wilayah padam?. "Kita harapkan dengan persetujuan PMN, dapat menjawab pertanyaan rakyat dan keluhan selama ini sering terjadi kelangkaan listrik. Jadi kita tunggu action yang dilakukan manajemen PLN, tentunya kita Komisi akan selalu mengawasi dan mengontrol sesuai Tatib," kata Anggota Komisi VI DPR RI Komisi Sartono Hutomo, Jakarta, Jumat (13/2/2015).
Lebih lanjut kata dia, alasan Komisi VI menyetujui PMN kepada PT. PLN karena alasan kepentingan rakyat. Pasalnya, saat ini ketersediaan listrik diberbagai daerah masih sangat memprihatinkan. "Kita tahu listrik banyak dibutuhkan oleh rakyat, karena itu kita setuju. Terpenting pihak PLN harus menjalankan yang baik demi kepentingan rakyat, seperti kebutuhan dalam pelaksanaan investasi pembangunan pembangkit dan transmisi. Dan kita harapkan kebutuhan listrik tercukupi, tentunya selaras dengan peningkatankan ekonomi," kata dia.
Komisi VI kata dia, meminta PLN memprioritaskan pelaksanaan program Fast Track Programme (FTP-1) pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW. Selain itu Komisi VI juga menekankan PLN untuk melakukan audit FTP-1 10.000 MW dalam upaya pembangunan pembangkit 35.000 MW. "Dan juga mempersiapkan roadmap pembangunan pembangkit listrik demi meningkatkan kecukupan tenaga listrik ratio electricity 100 persen," ucap Sartono.
Kamis malam, Komisi VI menyetujui dana PMN untuk tiga perusahaan BUMN yakni PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Perum Jamkrindo dan PT Askrindo sebesar Rp 6 triliun. Dengan persetujuan itu, mak total 30 milik BUMN dengan total Rp 43,2 triliun telah disetujui oleh Komisi VI mendapat dana PMN.
Rapat kerja Komisi VI DPR-RI dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyepakati suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk tiga perusahaan pelat merah. Ada pun tiga perusahaan itu adalah PT PLN (Persero), PT Askrindo (Persero), serta Perum Jamkrindo (Persero).
"Komisi VI DPR-RI menyetujui PMN pada PLN, Askrindo, dan Jamkrindo dalam RAPBN-Perubahan 2015 dengan catatan," ucap Ketua Komisi VI DPR-RI, Azam Azman Natawijaya, Kamis (12/2/2015) malam. Catatan untuk ketiga perusahaan BUMN itu di antaranya menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan, meningkatkan fungsi pengawasan BUMN, PMN tidak digunakan untuk membayar utang. Selain itu, Komisi VI DPR-RI juga meminta agar PMN dicatat dalam rekening terpisah di ketiga perseroan.
Azam juga menyebut, BUMN penerima PMN harus menerapkan asas tata kelola yang baik, atau good corporate governance. Lebih lanjut dia bilang, perlu pengawasan ketat atas penggunaan PMN yang diberikan agar sesuai rencana bisnis yang diserahkan ke Komisi VI DPR-RI. Terkait hal ini, Komisi VI DPR-RI akan membentuk Panitia Kerja Pengawasan Penggunaan PMN pada BUMN.
"Pengadaan barang dan jasa harus mengutamakan produk dalam negeri," ucap dia. PLN Dapat 8 Catatan. Suntikan PMN yang diberikan untuk PLN sesuai dengan usulan yakni Rp 5 triliun. Askrindo dan Jamkrindo juga mendapat PMN sesuai usulan, masing-masing Rp 500 miliar. Meski menyepakati suntikan, Komisi VI DPR-RI memberikan sejumlah catatan khusus untuk masing-masing perusahaan BUMN.
PLN mendapat catatan terbanyak. Ada delapan catatan untuk PLN. Pertama, PLN diminta menyampaikan studi kelayakan dan rencana bisnis penggunaan PMN. Kedua, merekomendasikan BUMN menindaklanjuti temuan BPK di PLN. Ketiga, Direksi PLN setuju untuk menghentikan pengalihan tambahan listrik dari Inalum ke Sumatera bagian utara. Keempat, PLN setuju untuk memrposes masalah hukum. Kelima, Komisi VI DPR-RI meminta direksi PLN untuk menyelesaikan permasalahan di FTP I- 10.000 megawatt.
Keenam, Komisi VI DPR-RI meminta PLN melakukan audit FTP I-10.000 megawatt, sebagai referensi pembangunan proyek kelistrikan 35.000 megawatt. "Ketujuh, PLN harus fokus pada core business, dan melikuidasi anak usaha yang merugi. Catatan kedelapan, PLN diminta melakukan efisiensi agar tarif dasar listrik bisa turun," kata Azam.
Sementara itu, baik Askrindo maupun Jamkrindo hanya mendapat tiga catatan dari DPR. Pertama, memberikan rencana bisnis penggunaan PMN. Kedua, melaporkan anak usaha BUMN, jenis, dan aset yang dimiliki. Serta, ketiga, mendorong perbankan melakukan pemerataan Kredit Usaha Rakyat di seluruh wilayah Indonesia.
Menteri BUMN, Rini Mariani Soemarno mengatakan, pihaknya dapat menerima persetujuan dari Komisi VI DPR-RI atas PMN ketiga perusahaan BUMN, dengan catatan-catatan yang diberikan. Tok!
No comments:
Post a Comment