Untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia, Badan Koordinasi Penanaman Modal menginginkan adanya kebijakan khusus tarif listrik untuk industri padat karya.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan kebijakan khusus ini diperlukan karena biaya listrik merupakan faktor yang signifikan dalam industri padat karya. "Kontribusinya mencapai 20-25 persen dari biaya produksi," kata Franky seperti dikutip dari Antara, Rabu, 4 Maret 2015.
Menurut Franky, berdasarkan hasil kajian BKPM, menunjukkan bahwa bila komponen biaya listrik bisa ditekan, "daya saing industri padat karya akan meningkat," katanya. Sebagai perbandingan, kata Franky, tarif listrik untuk industri di Indonesia di luar jam sibuk mencapai US$ 0,060 per kilowatt per jam. Sementara tarif listrik di Vietnam hanya sebesar US$ 0,038 dolar AS per KWh. "Maka kami usulkan ada tarif khusus untuk industri padat karya di luar jam sibuk, sehingga kita dapat bersaing dengan Vietnam," katanya.
Franky mengatakan akan mengirimkan surat kepada kementerian dan lembaga terkait guna mengkoordinasikan usulan tersebut. Dia berharap pemerintah dapat segera merealisasikan kebijakan khusus ini.
Sebelumnya, kalangan pelaku usaha juga telah menyampaikan usulan senada. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengusulkan potongan tarif listrik sebesar tak kurang dari 40 persen khusus untuk sektor industri guna mendorong dan mempertahankan investasi.
Data BKPM menunjukkan realisasi investasi industri padat karya, khususnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan industri alas kaki cenderung menurun. Pada 2014, realisasi investasi industri TPT untuk penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp 4,5 triliun, turun dibandingkan 2013 yang mencapai Rp 7 triliun.
No comments:
Post a Comment