Bank Indonesia (BI) meyakini inflasi Juli 2015 merupakan inflasi tertinggi untuk tahun ini. Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaporkan inflasi Juli 2015 mencapai 0,93 persen lebih tinggi dari inflasi Juni 2015 sebesar 0,54 persen. “BI melihat bahwa inflasi bulan Juni ini adalah yang tertinggi karena terkait dengan faktor musiman berhubungan dengan Ramadan dan Lebaran," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di kompleks Gedung BI, Jakarta, Senin (3/8).
Perry menilai inflasi Juli 2015 relatif terkendali mengingat rata-rata inflasi sepanjang Ramadan dalam lima tahun terakhir ada di level 0,9 persen. Hal itu dipicu oleh adanya kenaikan tarif angkutan udara dan angkutan darat yang banyak digunakan untuk mudik.
Selain itu, BI juga telah mengantisipasi tingginya inflasi di bulan Ramadhan. "Semula kami memprediksi bulan ini inflasinya adalah 1,12 persen. Namun realisasinya lebih rendah dari prediksi kami," ujar Perry. Perry yakin inflasi hingga akhir tahun masih tetap terkendali dan akan sesuai target yang sebelumnya ditetapkan yaitu di kisaran 4 persen plus minus 1 persen. "Bahkan kami meyakini bahwa inflasi akhir tahun tidak akan lebih dari 4,5 persen," ujarnya.
Sementara Direktur Eksekutif BI Tirta Segara menilai pemerintah berhasil meredam gejolak harga bahan makanan selama Ramadan dan Lebaran 2015. Hasilnya, inflasi lebaran 2015 terkendali dan lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi historis lebaran dalam empat tahun terakhir.
“Terjaganya inflasi volatile food juga tidak terlepas dari upaya stabilisasi harga yang dilakukan Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Inflasi volatile food tercatat sedikit lebih tinggi dari pola historisnya, namun tetap terkendali dengan realisasi sebesar 2,13 persen month to monthatau 8,97 persen year on year,” ujar Tirta.
Tekanan inflasi volatile food bulan lalu menurutnya disumbang oleh kenaikan harga ikan segar, daging ayam, beras, dan aneka cabai. Sementara bawang merah menyumbang deflasi yang cukup besar, didorong oleh panen yang sedang berlangsung di beberapa sentra produksi. Sementara itu, inflasi harga barang akibat kebijakan (administered prices) tercatat sebesar 1,67 persen month to month atau 13,53 persen secara year on year. “Tekanan inflasi terutama disumbang oleh kenaikan tarif transportasi sesuai dengan pola musiman lebaran,” katanya.
Ia menegaskan Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai risiko yang memengaruhi inflasi, antara lain terkait perkembangan nilai tukar, penyesuaianadministered prices dan dampak El Nino.
“Berdasarkan perkembangan inflasi sampai dengan Juli, BI memandang bahwa target inflasi 2015 sebesar 4 plus minus 1 persen dapat dicapai dengan dukungan penguatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah,” kata Tirta. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya (BI Rate) sebesar 7,5 persen, dengan suku bunga Deposit Facility 5,5 persen dan Lending Facility di level 8 persen. Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo menyatakan keputusan tersebut sejalan dengan upaya bank sentral untuk menjaga inflasi bergerak sesuai dengan kisaran target 4±1 persen di 2015 dan 2016.
"Bauran kebijakan Bank Indonesia secara konsisten tetap diarahkan pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, serta menjaga pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif," jelsnya melalui siaran pers, Selasa (14/7). Selain itu, jelasnya, BI juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan mempercepat stimulus fiskal guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tak hanya itu, BI juga mendukung upaya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mempercepat realisasi anggaran, termasuk proyek-proyek infrastruktur, dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan. Bank Indonesia (BI) mengisyaratkan belum akan menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI rate) kendati angka inflasi Juli relatif terkendali. Pasalnya, pelemahan nilai tukar rupiah membuat ruang gerak BI untuk menurunkan tingkat suku bunga menjadi terbatas.
“Untuk sinyal dari suku bunga memang kita akan terus memonitor, mengantisipasi berbagai perkembangan yang memang inflasinya akan turun. Tapi beberapa faktor khususnya dari tekanan-tekanan rupiah yang selama ini memang ruang untuk menurunkan suku bunga masih terbatas,” kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo saat ditemui di Kompleks Gedung BI, Jakarta, Senin (3/8).
Perry tidak memungkiri tingkat inflasi domestik memang menjadi pertimbangan dewan gubernur bank sentral dalam menentukan tingkat suku bunga. Tetapi BI juga perlu memperhatikan tingkat suku bunga negara lain. Seperti diketahui, Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/Fed) telah mengisyarakan akan menaikkan tingkat suku bunga acuannya tahun ini.
“Kami juga memperhatikan faktor lain (penentu BI rate) yang dalam hal ini adalah bagaimana tingkat suku bunga luar negeri, antisipasi Fed rate itu terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah dan akhirnya terhadap inflasi,” ujar Perry. Lebih lanjut Perry mengungkapkan yang selama ini BI lakukan untuk menyeimbangkan antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi adalah mengendorkan likuiditas dan mengeluarkan kebijakan makroprudensial.
Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menilai penurunan inflasi inti Juli 2015 secara tahun ke tahun (year on year/yoy) menjadi 4,86 persen dari inflasi yoy Juni 2015 yang tercatat 5,04 persen membuka peluang bagi BI untuk menurunkan tingkat suku bunga acuannya (BI rate).
“Kalau melihat inflasi inti yang turun dari tadinya di kepala 5 kemudian sekarang di kepala 4, lumayan drastis juga ya ke 4,86 persen. Saya kira itu peluang bagi Bank Indonesia, untuk menurunkan tingkat bunga,” tutur Sasmita.
No comments:
Post a Comment