“Selain itu biaya program pensiun dini Telkom juga tercatat lebih tinggi,” jelas Ariyanto dalam riset, Senin (3/8). Seperti diketahui dalam enam bulan pertama tahun ini, Telkom mampu mencetak pertumbuhan pendapatan sebesar 12,17 persen secara tahunan, menjadi Rp 48,84 triliun. Dari lima lini bisnis yang dimiliki Telkom, peningkatan terbesar dalam semester I tahun ini disumbangkan oleh bisnis pendapatan jasa telekomunikasi lain.
Secara rinci pendapatan lini bisnis itu melonjak 61,34 persen secara tahunan, diikuti jumlah pendapatan data internet, dan jasa teknologi informasi yang bertumbuh 20,48 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, pendapatan dari bisnis jaringan melemah 18,4 persen secara tahunan, pendapatan interkoneksi turun 6,05 persen, serta pendapatan telepon menurun 4,85 persen dari tahun sebelumnya.
Laba usaha semester I 2015 naik 7,47 persen dari paruh pertama tahun lalu menjadi Rp 15,12 triliun. Di sisi lain, terdapat peningkatan di sejumlah pos beban, salah satunya beban operasi dan pemeliharaan yang menanjak 22,56 persen.
Terkait tukar guling saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), Ariyanto menyatakan Telkom saat ini tengah dalam proses mengakhiri Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk karena permintaan komisaris untuk mengakhiri transaksi.
Di sisi lain, lanjutnya, Telkom baru-baru mengindikasikan rencana untuk membangun total 2 ribu menara di tahun ini: 1.000 menara makro dan 1.000 menara mikro. Pada Juni 2015, perusahaan memiliki 6.260 menara, meningkat dari 5.473 menara di bulan Desember 2014.
“Sementara co-lokasi Mitratel selalu pada kelas menengah bawah (1,1x), dan jika perseroan lebih agresif, itu bisa meningkatkan persaingan dan mendorong harga sewa menjadi lebih rendah. Rata-rata tarif sewa Tower Bersama saat ini sekitar Rp 16 juta per bulan,” jelasnya. Sebelumnya, Komisaris Utama Telkom Hendri Saparini menegaskan Dewan Komisaris Telkom telah menolak rencana tukar guling saham (share swap) Mitratel, anak usaha Telkom dengan Tower Bersama.
"Kalau dari (Dewan) Komisaris sebenarnya berdasarkan surat dari Direksi kami sudah menghentikan (transaksi) tersebut sejak 7 Januari 2015," tutur Hendri belum lama ini. Ekonom dari Center of Reform in Economics (Core) itu menilai bisnis menara telekomunikasi (tower) bagi Telkom masih menguntungkan sehingga tidak ada alasan untuk melakukan transaksi share swap tersebut.
No comments:
Post a Comment