Tuesday, August 4, 2015

BPJS Defisit Karena Yang Berobat Jumlahnya 92 Juta Orang

Hingga akhir tahun ini, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diperkirakan masih akan mencatat defisit sebesar Rp 6 triliun. Sepanjang 2014 lalu, BPJS Kesehatan juga mencatatkan defisit. Klaim tercatat Rp 42,65 triliun sementara premi yang masuk hanya Rp 40 triliun. Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, penyebab defisit tersebut karena banyaknya jumlah orang yang sakit dengan biaya yang tinggi, sementara uang iuran alias preminya minim.

"Masyarakat banyak yang sakit, ada insurance effect, jadi tahun lalu kita mengeluarkan Rp 42,65 triliun untuk melayani hampir 92 juta orang yang datang untuk berobat, 62 juta lebih mereka berkunjung ke puskesmas, 21 juta lebih mereka datang ke rumah sakit, 5 juta lebih dirawat. Nah uang itulah Rp 42,65 triliun, sementara yang masuk Rp 40 triliun, ada missmatch Rp 2 triliun," jelas dia saat konferensi pers di Gedung Merdeka, Jakarta, Selasa (4/8/2015).

Fahmi mengaku, untuk menutup defisit tersebut pihaknya sudah menyiapkan dana cadangan sebesar Rp 5 triliun. "Itu sudah kita tutup dengan cadangan teknis dan sudah kita siapkan dari awal tahun sebesar Rp 5 triliun, itu tahun lalu," katanya. Meski demikian, BPJS Kesehatan tetap masih akan menanggung defisit jika kepesertaan dan iuran tidak ditingkatkan. Sebab, kata Direktur Komunikasi dan Kelembagaan BPJS Kesehatan Purnawan Basundoro, saat ini belum seluruhnya masyarakat Indonesia terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Ditambah, kata dia, iuran yang dibayarkan masih minim, sementara klaim yang dibayarkan tinggi sehingga pihaknya masih menanggung defisit. "Orang banyak gunakan, jadi kita minta gotong royong yang sehat, yang daftar dan bayar iuran disiplin. Itu sangat diperlukan, saling membantu. Jadi misalkan peserta kelas tiga daftar Rp 25.500, dia sakit ginjal, cuci darah Rp 1,3 juta sekali. Itu sekali, itu perlu iuran lebih dari 50 orang, kalau satu minggu. Kalau sebulan 4 kali minimal, sudah berapa, jadi prinsip wajib gotong royong supaya saling membantu," jelas dia.

Purnawan menyebutkan, melalui suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5 triliun, diharapkan bisa mengurangi angka defisit. "Akhir tahun masih ada missmatch. Suntikan sudah ada melalui APBNP Rp 5 triliun, tinggal pencairannya belum dicairkan, aturannya masih belum," katanya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memprediksi masih akan alami defisit Rp 6 triliun di akhir 2015. Pemerintah akan menyuntikkan tambahan modal Rp 5 triliun.

Direktur Komunikasi dan Kelembagaan BPJS Kesehatan Purnawan Basundoro mengatakan, defisit tersebut terjadi akibat adanya missmatch antara klaim peserta yang lebih tinggi daripada iuran masuk. Untuk itu, pemerintah sudah menyiapkan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 5 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.

"Suntikan sudah ada melalui APBN-P. Dana cadangan Rp 5 triliun melalui PMN," katanya saat konferensi pers di Gedung Merdeka, Jakarta, Selasa (4/8/2015). Dana tersebut terdiri dari Rp 3,5 triliun untuk kelancaran pelayanan 135 juta peserta, dan Rp 1,5 triliun untuk cadangan pembiayaan untuk dana jaminan sosial (DJS) kesehatan.

Untuk itu, dia mengatakan, pihaknya mendorong agar seluruh masyarakat mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Kesehatan. Dibutuhkan konsep gotong-royong agar BPJS Kesehatan berkembang dengan baik. "Jadi gotong royong yang sehat, yang daftar dan bayar iuran disiplin, itu sangat diperlukan, yang sehat membantu yang sakit," katanya. Hingga Desember 2014, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih mencatat defisit. Klaim tercatat Rp 42,65 triliun sementara premi yang masuk hanya Rp 40 triliun.

Hingga akhir tahun ini, BPJS Kesehatan memperkirakan masih mencatatkan defisit hingga Rp 6 triliun. "Akhir tahun masih ada missmatch Rp 6 triliun," kata Direktur Komunikasi dan Kelembagaan BPJS Kesehatan Purnawan Basundoro saat konferensi pers di Gedung Merdeka, Jakarta, Selasa (4/8/2015).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menambahkan, missmatch tersebut karena banyaknya orang yang sakit sehingga membutuhkan klaim yang besar dibandingkan orang yang bayar premi. "Bukan defisit tapi missmatch antara iuran masuk dan biaya kesehatan karena apa, karena ini program baru belum semua orang masuk, yang masuk banyak yang sakit, ada insurance effect, iuran juga harus kita sesuaikan dengan data historical baru," terang dia.

Terkait hal itu, Fahmi menyebutkan, hingga akhir tahun BPJS Kesehatan masih akan menanggung defisit. "Itu yang diprediksikan, akan ada defisit sebesar itu, kita kelola dengan baik sehingga mismatch bisa dikelola, defisit ya sebesar angka itu," pungkasnya.

No comments:

Post a Comment