Ia menjelaskan, secara historis, khususnya dalam tiga tahun terakhir pra-penjualan BSD selalu mencapai 40 persen-45 persen dari target tahunan pada enam bulan pertama. Siklus penjualan, lanjutnya, kembali meningkat setelah hari raya hingga akhir November mendatang. “BSD City sebagai flagship project menjadi kontributor utama pertumbuhan pra-penjualan dengan membukukan penjualan sebesar Rp 2,52 triliun atau 72 persen dari total perolehan,” jelas Hermawan.
Hermawan merinci, proyek dengan kontribusi pra-penjualan terbesar kedua dibukukan oleh Grand Wisata Bekasi dan Nava Park City sebesar masing-masing 7 persen atau Rp 245 miliar, kemudian Legenda Wisata Cibubur 5 persen atau Rp 175 miliar dan sisanya gabungan pra-penjualan proyek di Grand City Balikpapan, Kota Wisata Cibubur, Taman Banjar Wijaya Tangerang dan Kota Bunga Bogor.
Perseroan, lanjut Hermawan, berhasil menjual 1.796 unit properti yang terdiri dari residensial, kavling tanah, strata title, industrial dan rumah toko (shophouse) pada enam bulan pertama tahun ini. Proyek residensial merupakan kontributor terbesar untuk pra-penjualan pada enam bulan pertama 2015 dengan membukukan angka pra-penjualan sebesar Rp 2,49 triliun, disusul kemudian oleh unit shophouse atau rumah toko sebesar Rp 520,69 miliar atau setara 15 persen dari total pra-penjualan BSD.
“Enam bulan pertama 2015, kami berhasil menjual 1.341 unit residensial yang tersebar di BSD City, Grand Wisata dan proyek-proyek kami lainnya yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Balikpapan, Surabaya, dan Medan,” ungkap Hermawan. Sementara, segmen strata title pada enam bulan pertama 2015 membukukan pertumbuhan pra-penjualan tertinggi yakni 288 persen menjadi Rp 234,19 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar Rp 60,38 miliar.
Rizky Hidayat analis Mandiri Sekuritas mengatakan, secara rerata, marketing sales pengembang properti pada semester I 2015 sejalan dengan prediksi. Meskipun demikian, menurutnya permintaan properti yang lebih lemah karena perlambatan ekonomi dan pajak properti telah menjadi catatan agen real estate.
“Kami masih memperhatikan permintaan properti dan menetapkan kembali rekomendasi netral untuk sektor properti,” ujarnya dalam riset Perusahaan properti milik Grup Sinarmas, PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSD), membukukan penaikan laba bersih sebesar 42 persen menjadi Rp 3,82 triliun sepanjang 2014 dari Rp 2,69 triliun pada 2013. Pada tahun ini perseroan mengincar pertumbuhan laba 10-15 persen mencapai Rp 4,39 triliun.
“Kami akan melanjutkan pertumbuhan positif di tahun-tahun mendatang melalui pembukaan proyek-proyek baru baik itu BSD City maupun proyek-proyek di luar Jawa. Tahun 2015 kami menargetkan pertumbuhan laba 10 persen-15 persen,” jelas Hermawan Wijaya, Direktur dan Corporate Secretary Bumi Serpong, dikutip dari keterangan resmi, Rabu (18/3).
Lebih lanjut, sepanjang 2014, Bumi Serpong membukukan pendapatan Rp 5,57 triliun. Sementara, laba bersih Rp 3,82 triliun tersebut setara dengan marjin laba bersih 68,6 persen dan imbal hasil atas ekuitas (ROE) menjadi 24,8 persen. “Permintaan akan produk-produk properti kami makin menguat. Hal tersebut dikarenakan konsumen kami tidak hanya puas dengan kenaikan nilai investasinya,” jelasnya.
Sementara itu, laba per saham perseroan Rp 211,31 per saham tumbuh 37 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yakni Rp 153,82 per saham. Harga penutupan saham tanggal 27 Februari 2015 tercatat Rp 2.220 per saham, naik 44,6 persen dibandingkan 27 Februari 2014. Per Desember 2014 aset Bumi Serpong tumbuh 25 persen menjadi Rp 28,13 triliun dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp 22,57 triliun. Kenaikan ini ditopang oleh pertumbuhan aset tidak lancar yang mencapai 54 persen menjadi Rp 16,51 triliun dibandingkan periode 2013 sebesar Rp 10,74 triliun.
“Pertumbuhan ini melanjutkan trend pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2013 aset Bumi Serpong naik 35 persen menjadi Rp 22,57 triliun dari sebelumnya Rp 16,76 triliun. Kinerja tersebut akan memperkuat posisi kami,” tegas Hermawan Wijaya. Namun, emiten dengan kapitalisasi pasar Rp 37,11 triliun (berdasarkan harga penutupan 27 Februari 2015 Rp 2.220 per saham) membukukan pertumbuhan utang jangka pendek sebesar 20 persen menjadi Rp 5,33 triliun.
Perseroan menyatakan kenaikan tersebut tidak memberikan perubahan signifikan pada rasio leveragenya. Sedangkan utang jangka panjang turun 8 persen menjadi Rp 4,33 triliun dibanding tahun 2013 yakni Rp 4,72 triliun. Rasio utang jangka panjang atas ekuitas tercatat 0,28x, sedangkan rasio utang atas aset menjadi 0,34x. Rasio lancar juga solid di 2,18x
No comments:
Post a Comment