Thursday, August 20, 2015

Cara Mencairkan JHT BPJS Bila Di PHK Atau Resign Sebelum 5 Tahun Bekerja

Pemerintah sudah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2015 soal Jaminan Hari Tua (JHT). Kini peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan bisa mencairkan JHT jika tak lagi bekerja. Tidak lagi bekerja bisa karena alasan yang bermacam-macam, seperti kena pemutusan hubungan kerja (PHK), mengundurkan diri (resign), atau meninggalkan Indonesia untuk kerja di luar negeri.

Nah, dengan aturan baru ini dana JHT bisa cair dalam jangka waktu satu bulan. Tidak ada lagi syarat yang harus menunggu 5 tahun, 10 tahun atau sampai umur 56 tahun. Lalu apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencairkan dana JHT ini?

"Kartu asli BPJS, KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga), surat berhenti bekerja, diikuti fotokopi surat asli dari perusahaan yang menyatakan pegawai tersebut betul-betul berhenti bekerja," kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya saat jumpa pers di Kementerian Ketenagakerjaan, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Timur, Kamis (20/8/2015).

Persyaratan ini bisa dibawa oleh peserta setelah satu bulan berhenti bekerja. Jika administrasi sudah lengkap, maka dana JHT bisa langsung cair keesokan harinya. "Dapat mencairkan JHT-nya 1 hari setelah persayaratan administrasi lengkap. Seluruh dana JHT peserta bisa dicairkan," jelasnya. Ia mengatakan, perusahaan yang melakukan PHK harus melapor ke Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan. Pekerja juga harus proaktif dengan bukti PHK ada di tangan sehingga lebih mudah untuk melakukan pencairan.

"Ini wajib. Ada sanksi pidana dan pelayanan publik dicabut (kalau perusahaan tidak lapor). Ada 17,2 juta tenaga kerja peserta JHT. Belum ada laporan dari perusahaan yang pekerjanya terkena PHK dan akan mencairkan JHT," ujarnya. Pemerintah sudah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2015 soal Jaminan Hari Tua (JHT). Kini peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan bisa mencairkan JHT jika tak lagi bekerja.

"Alhamdulillah sudah selesai. Dilakukan revisi menjadi PP No. 60 tahun 2015. Ditindaklanjuti oleh Permen No. 19 Tahun 2015 Tentang tata cara dan persyaratan pembayaran JHT," kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri saat jumpa pers di Kementerian Ketenagakerjaan, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Timur, Kamis (20/8/2015).

Peserta yang tidak lagi bekerja termasuk yang keluar kerja dengan sengaja (resign) atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). "Poin utama dari revisi PP JHT kontennya sama. Para pekerja yang terkena PHK atau yang berhenti bekerja bisa mencairkan jaminan hari tuanya satu bulan setelah berhenti bekerja," ujarnya. Selain itu, peserta juga bisa mencairkan dana JHT jika akan meninggalkan Indonesia dan bekerja di luar negeri. Dalam aturan sebelumnya, dana JHT hanya bisa dicairkan penuh setelah peserta berumur 56 tahun.

"Peraturan teknis pencairan JHT diatur BPJS Ketenagakerjaan Mulai 1 September 2015. Para pekerja yang terkena PHK sudah bisa memproses pencairan JHT-nya pada 1 September 2015," katanya. Ia mengatakan, revisi PP ini dilakukan karena pemerintah responsif terhadap masalah tenaga kerja yaitu soal PHK dan kesempatan kerja.

"Bukan karena pemerintah keliru atau melakukan kesalahan, tetapi lebih karena mengakomodir keluhan atau aspirasi para pekerja," tambahnya. "Satu, melibatkan instansi pemerintahan yang banyak, stakeholders lah yang terkait di pemerintah. Kedua, ada prosedur ada mekanisme yang luas," katanya di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (4/8/2015).

Saat ini, kata Hanif, prosesnya sudah sampai di Sekretariat Negara. Maka dari itu ia belum bisa memastikan kapan revisi aturan ini bisa selesai. "Nanti kita lihat lah. Nanti kita umumkan. Tapi dari seluruh keputusan yang kita ambil itu kuncinya memang pada soal mengakomodasi pekerja yang kena PHK, ada yang berhenti bekerja, itu bisa mencairkan dana JHT-nya sesegera mungkin," jelasnya.

Sesegera mungkin yang dimaksud Hanif adalah, pekerja tidak perlu menunggu hingga bertahun-tahun, tapi butuh proses selama satu bulan cair. Ia menambahkan, untuk peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang terkena PHK sebelum 1 Juli masih ikut aturan yang lama.

"Nah, kalau yang di-PHK sebelum 1 juli tapi masa kepesertaan belum 5 tahun, artinya menggunakan aturan lama pun tidak bisa. Nah, itu harus menunggu revisi PP. Atau yang misalnya PHK setelah 1 juli itu juga harus tunggu revisi PP," jelasnya.

PP No. 60/2015 tentang perubahan PP No. 46/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. PP tersebut ditindaklanjuti dengan penerbitan Permenaker No. 19/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua. Dalam PP yang baru itu, pemerintah memberikan kemudahan berupa pencairan saldo secara keseluruhan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja, meninggal dunia, cacat permanen, mengundurkan diri dari perusahaan, atau meninggalkan Indonesia selamanya.

Adapun untuk pekerja aktif, yang tidak mengalami cacat permanen, terkena PHK, meninggal dunia, atau meninggalkan Indonesia, pencairan saldo masih menggunakan aturan yang lama, yakni PP No. 46/2015. "PP yang baru itu khusus untuk yang berhenti atau kena PHK. Yang untuk pekerja aktif masih menggunakan aturan lama," kata Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Abdul Kholik, Minggu (23 Agustus 2015).

Artinya, bagi pekerja aktif pencairan dana tetap harus mengikuti aturan lama, yakni maksimal 30% dari total saldo untuk keperluan perumahan dan 10% untuk keperluan lain. "Semuanya tetap, pakai persentase itu sesuai PP yang lama. Karena PP yang baru itu hanya mengakomodasi pekerja yang kena PHK."

No comments:

Post a Comment