Tuesday, August 4, 2015

Ekonomi Global Jadi Alasan Pembenaran Menkeu Bahwa Rupiah Kian Loyo Terhadap Dolar

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa meskipun nilai rupiah terus melemah, ekonomi di Indonesia masih tergolong aman. Dalam hal ini, Bambang menuding penyebab utama loyonya rupiah berasal dari pelemahan ekonomi global. Bambang mengatakan bahwa karena pelemahan ini bersifat global, Indonesia tidak akan mendapat pengaruh khusus dalam skala besar. Meskipun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini telah mencapai angka 13.500 rupiah, menurutnya itu belum masuk tahap mengkhawatirkan. Sebagai contoh, Bambang menyebutkan harga baja yang menurun.

"Walaupun rupiah melemah, harga-harga lainnya seperti baja juga turun," ujarnya dalam pertemuan bersama Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Selasa (4/8). Ia juga membandingkan kondisi keuangan negara sekarang ini dengan kondisi pada tahun 1997. Menurutnya, pada tahun ini kondisi berbeda karena secara fundamental ekonomi memiliki kestabilan, berbeda dengan situasi pada 1998.

"Banyak yang bertanya pada saya bedanya sekarang dan 97. Bedanya, tahun ini kita ada kestabilan sedangkan 97 tidak ada," jelas Bambang.  Lebih lanjut, Bambang juga menjelaskan bahwa kestabilan merupakan hal yang penting. Menurutnya, ekonomi yang sedang dalam keadaan baik dapat dengan mudah terpuruk apabila tidak terdapat kestabilan.

“Untuk saat ini, kestabilan dan sustainability merupakan hal-hal yang akan terus diupayakan oleh pemerintah. Akan terus dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan belanja modal pemerintah dan investasi swasta,” jelas Bambang.

Untuk diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menyentuh level terendah pasca krisis 1998. Secara psikologis, pelemahan ini dinilai bakal menjalar ke semua sektor ekonomi karena bakal berpengaruh terhadap besaran biaya impor dan pada akhirnya kembali menekan daya beli masyarakat.

Bank Indonesia menetapkan kurs tengah rupiah di level 13.495 per dolar AS pada Selasa (4/8), melemah 0,02 persen dari hari sebelumnya. Sementara itu, di pasar uang, rupiah sempat bertengger di level 13.510 hingga 14.00 WIB. Sejak akhir tahun lalu, kurs tengah rupiah terhadap dolar AS yang ditetapkan BI telah jeblok 8,48 persen. Pada akhir Desember 2014, kurs tengah BI tercatat di level 12.440 per dolar AS.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan bahwa setelah suku bunga acuan AS (Fed rate) nantinya diubah, maka bisa dipastikan mata uang lainnya juga akan terpengaruh tak hanya Rupiah saja. Alasannya, ia menyebut pelemahan rupiah kali ini lebih disebabkan oleh pengaruh eksternal seperti penguatan ekonomi AS. "Rupiah tertekan karena kondisi eksternal seperti kekuatan AS dan statement Fed rate akan naik. Kalau jelas Fed rate naik, situasi kami harap akan lebih stabil," terang Agus di Jakarta.

Bank Indonesia (BI) berharap bank sentral Amerika Serikat segera mengumumkan suku bunga acuan The Fed rate agar nilai mata uang rupiah menjadi stabil. Pejabat bank sentral meyakini jika Fed rate segera diumumkan, maka volatilitas di pasar mata uang bisa ditekan dan tak membuat dolar Amerika Serikat (AS) menguat seperti sebelumnya.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan bahwa setelah Fed rate nantinya diubah, maka bisa dipastikan mata uang lainnya juga akan terpengaruh tak hanya Rupiah saja. Alasannya, ia menyebut pelemahan rupiah kali ini lebih disebabkan oleh pengaruh eksternal seperti penguatan ekonomi AS. "Rupiah tertekan karena kondisi eksternal seperti kekuatan AS dan statement Fed rate akan naik. Kalau jelas Fed rate naik, situasi kami harap akan lebih stabil," terang Agus di Jakarta, Selasa (4/8).

Mengingat faktor pelemahan rupiah adalah faktor eksternal, BI mengaku sering melakukan intervensi ke dalam pasar valuta asing untuk menjaga nilai tukar rupiah. Agus mengklaim, hal itu terlihat dari penurunan cadangan devisa yang digunakan untuk menstabilkan nilai rupiah tersebut.

Sebagai informasi, cadangan devisa pada akhir Juni tercatat sebesar US$ 108 miliar dimana angka ini lebih rendah US$ 2,8 miliar, atau 2,52 persen dibandingkan dengan posisi akhir bulan Mei 2015 sebesar US$ 110,8. Dengan posisi devisa seperti demikian, maka Indonesia masih bisa membiayai 6,8 bulan impor.

"Volatilitas kita tetap terjaga karena di bawah 8 persen. Untuk itu, BI akan selaku ada di pasar untuk jaga stabilitas kurs," jelasnya. Sebagai informasi, The Fed sendiri hingga saat ini masih belum memberikan sinyal penaikan suku bunga acuan Fed rate. Dalam rapat FOMC pekan lalu, instansi yang dipimpin Janet Yellen ini berkesimpulan bahwa peningkatan Fed Rate akan terjadi jika ada perbaikan di angka pengangguran dan angka inflasi akan kembali ke angka 2 persen.

Sedangkan depresiasi rupiah sendiri dikatakan BI telah mencapai 8,5 persen dari Januari hingga Juli tahun ini dengan angka bulanan rata-rata sebesar 1 persen.

No comments:

Post a Comment