Saturday, August 22, 2015

Gagal Panen Diwilayah Jawa Karena Kesalahan Pola Tanam

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya Kundang Sodikin mengatakan, sesuai pendataan sampai akhir bulan Agustus ini, nilai kerugian akibat kemarau panjang di wilayahnya telah mencapai angka Rp 8 miliar.  Angka kerugian ini sebagian besar dialami para petani yang lahan pesawahannya mengalami gagal panen atau puso. "Sampai kemarin, angka kerugian akibat bencana kemarau sudah mencapai Rp 8 miliar. Itu dialami para petani yang lahannya kekeringan dan mengalami gagal panen dan tanam karena kekurangan air," kata Kundang di Setda Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (21/8/2015).

Selain jumlah kerugian itu, kata Kundang, Pemkab Tasik pun membutuhkan anggaran sekitar Rp 6 miliar untuk pengadaan air bersih. Sebab, selama kemarau terdapat 96 titik daerah di wilayah itu yang rawan air bersih, dan membutuhkan bantuan.

Kini, hampir setengah dari wilayah Kabupaten Tasikmalaya mengalami kekeringan. Dari 39 kecamatan seluruhnya, 26 kecamatan dinyatakan darurat air di musim kemarau ini. "Sudah setengahnya wilayah di Kabupaten Tasikmalaya mengalami kekeringan. Sekarang saja sudah 26 kecamatan yang sudah darurat air," kata Kundang.

Menurut Kundang, kondisi itu sudah dilaporkan ke BPBD Provinsi Jawa Barat dan BNPB. Kundang berharap warga di wilayah tersebut mendapatkan prioritas bantuan air bersih. Musim kemarau panjang yang mengancam wilayah kekeringan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, semakin meluas dan berdampak pada kegagalan panen sawah tanaman padi, ditengarai sebagai kesalahan petani dalam menerapkan pola tanam.

Menurut Ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Brebes, A Satibi, jika petani melakukan kesalahan pola tanam, berpotensi terjadi kegagalan panen. "Puso, dan kerusakan tanaman padi itu kembali kepada kesiapan para petani. Kalau mereka mengikuti imbauan para penyuluh pertanian dalam menerapkan pola tanam, dampaknya pasti bisa dieliminasi," ujar Satibi, tanpa menjelaskan pola tanam yang benar.

Sayangnya, para petani menggarap lahan tanaman padi dengan unsur spekulasi yang demikian kuat sampai purna panen. Akibatnya, ketika terjadi musim kemarau yang dianggap Satibi sedikit panjang, terjadi kerusakan padi, dan bahkan banyak wilayah yang mengalami kegagalan panen. Satibi menyangkal kekeringan sudah melanda lebih dari separuh wilayah Brebes. Menurut dia, kekeringan hanya terjadi di daerah pantai utara. Sementara di daerah selatan justru masih normal, dan terkendali.

"Pasalnya, di Brebes bagian selatan, banyak terdapat sumber air. Kami punya Waduk Malahayu. Waduk ini mampu mengairi 18.456 hektar sawah dengan kapasitas 336,24 meter kubik per detik," kata Satibi. Selain Waduk Malahayu, Kabupaten Brebes juga mendapat pasokan air dari Waduk Penjalin di Kabupaten Purwokerto. Saat ini volume Waduk Penjalin sebanyak 4.493 meter kubik per detik, dengan luas 1,25 kilometer persegi.

"Kami juga punya embung sebanyak 96 unit dengan luasa variatif mulai 2 hektar-5 hektar," ucap Satibi. 20.000 hektar sawah terancam puso. ementara menurut Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Brebes Bahrul Ulum, terdapat tujuh desa baru yang mengalami kekeringan.

"Ketujuh desa tersebut adalah Brebes, Bulakamba, Larangan, Cikeusal Kidul, Cikeusal Lor, Buara, dan Baros," ungkap Bahrul. Sebelumnya, kata Bahrul, kekeringan hanya terjadi di empat desa yakni Limbangan Kulon, Sengon, Limbangan, dan Ketanggungan. Kekeringan tersebut berpotensi menggagalkan panen lebih dari 20.000 hektar lahan pertanian tanaman padi.

"Kekeringan sekarang lebih panjang. Hingga hari ini hujan tidak kunjung turun. Ini menyulitkan para petani," tambah Bahrul.  Saat ini Kabupaten Brebes memiliki tanah sawah seluas 66.446 hektar atau 40,00 persen dari total luas wilayah 166.177 hektar. Sedangkan pengairan teknis seluas 29.237 hektar (17,60 persen), pengairan setengah teknis 11.356 hektar (6,84 persen), pengairan sederhana 10.479 hektar (6,31 persen), dan tadah hujan 15.274 hektar (9,25 persen).

No comments:

Post a Comment