Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Sumatera Utara di tingkat petani mengalami penurunan dan menyentuh angka rata-rata antara Rp 700 hingga Rp 800 per kilogram. Anjloknya harga terjadi akibat penurunan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dunia. Petani sawit sama sekali tidak untung namun juga belum merugi karena harga produksi TBS kelapa sawit rata-rata Rp 800 per kilogram.
"Semua komoditas memang sedang turun harga termasuk CPO sehingga harga TBS pun ikut turun. Ini hanya fluktuasi harga biasa," tutur Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asmar Arsjad, di Medan, Kamis, (13/8). Pihaknya optimistis situasi akan membaik karena pemerintah telah membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Melalui badan itu, ekspor CPO akan dipotong 50 dollar AS per ton dan ekspor industri hilir dipotong 30 dollar per ton untuk peremajaan kelapa sawit dan implementasi penggunaan biodisel. Diperkirakan akan terkumpul dana Rp 100 triliun per tahun.
Saat ini pemotongan itu dalam tahap sosialisasi. Jumat esok sosialisasi akan dilakukan di Bank Indonesia, Medan. "Pemotongan akan dilakukan secepatnya," tutur Asmar. Langkah ini akan mengurangi ketergantungan industri kelapa sawit pada fluktuasi harga di luar negeri sehingga harga sawit di tingkat petani lebih terjamin. Saat ini 80 persen produksi CPO atau sebesar 39 juta ton masih untuk pemenuhan kebutuhan luar negeri, sementara kebutuhan dalam negeri sekitar 9 juta ton.
Sinta, Staf Usaha Tani Dinas Perkebunan Sumut melaporkan harga patokan TBS yang dikeluarkan Dinas Perkebunan Sumut minggu ini adalah Rp 870,88 per kilogram untuk TBS dengan umur tanaman 3 tahun dan Rp 1.221,10 untuk tanaman berumur 10 tahun. Namun, di tingkat petani harganya lebih rendah.
Saat ini harga TBS di Deli Serdang misalnya, yang didukung dengan infrastruktur yang baik sekitar Rp 800 hingga Rp 1.000 per kilogram, sementara di Mandailing Natal yang jauh dari pabrik sudah menyentuh Rp 400 per kilogram. Sejak Juni, harga TBS kelapa sawit di Kalsel mengalami penurunan. Namun dibandingkan harga di Sumater Utara, harga di Kalsel masih terbilang tinggi. Harga TBS yang direkomendasikan Dinas Perkebunan di Kalsel terus turun.
Misalnya, menurut website Dinas Perkebunan Kalsel, untuk TBS umur tanaman 3 tahun turun dari Rp 1.117 menjadi Rp 1.168. Untuk TBS umur 10 tahun, harganya tercatat naik dari Rp 1.520 menjadi 1.589. Petani mengangkut kelapa sawit yang akan disetor ke pengepul di Desa Gunungkembang, Kecamatan Merapi, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, Selasa (7/4).
Namun demikian, harga di tingkat petani paling tinggi jauh di bawah harga rekomendasi tersebut. Misalnya, untuk TBS dengan tanaman umur 3 tahun hanya Rp 700 per kg, sementara untuk TBS dengan tanaman umur 10 tahun Rp 900 per kg. Bagi petani sawit di Kalsel, penurunan harga TBS itu terasa semakin memberatkan karena produksi buah juga turun hingga 60 persen akibat siklus tahunan buah kelapa sawit dan musim kemarau. "Produksi buah dalam sebulan yang biasanya 1,7 ton sampai 2 ton per hektar (ha), sekarang hanya 800 kg sampai 1 ton per ha," kata Amin.
Untuk menyiasati masalah itu, petani sawit di Kalsel melakukan efisiensi pekerjaan. Hal itu dilakukan untuk menekan biaya produksi buah dan perawatan kebun sehingga hasil kebun bisa tetap diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan turunnya harga kelapa sawit dan produksi buah, kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kalsel Amin Nugroho, pendapatan petani semakin kecil.
"Para petani pun mencoba melakukan efisiensi dalam pekerjaan dan perawatan kebun. Kalau tidak begitu, petani akan kesulitan mencukupi biaya hidup sehari dan biaya sekolah anak-anaknya," kata Amin di Banjarmasin, Kamis (13/8). Imam Hanafi, petani sawit di Kelumpang Selatan, Kotabaru menuturkan, dirinya saat ini melakukan efisiensi dalam pembersihan kebun. "Ketika membasmi gulma dengan pestisida, saya tidak lagi melakukannya secara menyeluruh, tetapi hanya membasmi gulma yang ada di sekitar pohon kelapa sawit. Dengan cara begitu, saya bisa menghemat ongkos pembersihan lahan," katanya.
Untuk pembersihan kebun seluas 1 ha yang biasanya membutuhkan 2 liter pestisida dengan 70 tabung semprot, kata Imam, sekarang cukup 1 liter pestisida dengan 35 tabung semprot. Dirinya pun bisa menghemat biaya pembersihan lahan sebesar Rp 285.000 per ha. Dengan rincian harga 1 liter pestisida Rp 75.000 dan ongkos menyemprot Rp 6.000 per tabung.
Namun untuk pemupukan tanaman, petani tidak bisa melakukan efisiensi. Pemupukan tetap harus dilakukan dua bulan sekali agar produksi buah tetap baik. Dalam pemupukan, satu pohon membutuhkan pupuk sebanyak 1 kg. Dalam 1 ha kebun biasanya ada 140 pohon kelapa sawit sehingga dibutuhkan 140 kg pupuk per ha. Tidak seperti petani padi, lanjut Imam, petani sawit umumnya masih sulit mendapatkan pupuk bersubsidi. Dalam situasi seperti sekarang, hal itu tentu saja sangat memberatkan. "Karena itu, kami berharap kelompok tani kelapa sawit juga diberi kemudahan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi," katanya.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Kalsel, jumlah petani sawit di Kalsel saat ini sebanyak 76.487 orang. Menurut Amin, para petani tersebut rata-rata memiliki kebun sawit seluas 2 ha sampai 4 ha. "Kami berharap dalam waktu dekat harga TBS dan CPO bisa naik supaya petani sawit tidak terpuruk terlalu lama," ucapnya.
No comments:
Post a Comment