Sunday, August 2, 2015

Ini Pembenaran Pelemahan Rupiah Hingga Rp. 13.500 Hingga Setara Dengan Krisis Moneter

Pergerakan dolar AS terus menguat terhadap rupiah. Kemarin pada penutupan perdagangan, dolar menembus Rp 13.500. Pemerintah meminta masyarakat tidak khawatir, karena fenomena ini terjadi hampir di semua mata uang dunia.  Dolar menguat karena isu rencana kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS, yaitu Federal Reserve (The Fed). Ini membuat investor beralih ke dolar.

"Pokoknya tidak usah khawatir, orang-orang mengait-ngaitkan dengan 1998. Nih saya ceritakan, dolar kita 1998 waktu itu Rp 2.300, melemah ke 13.000 lebih, jadi berapa ratus persen naiknya. Sekarang melemah dari Rp 11.700 jadi Rp 13.400, jadi pelemahan sekitar sepuluh atau beberapa belas persen," kata Menko Perekonomian Sofyan Djalil, di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Sabtu (1/8/2015).

Seperti diketahui, pada masa krisis moneter 1998, dolar AS melonjak hingga Rp 16.650 tepatnya pada 17 Juni. Nah, setelah itu dolar AS mulai melemah secara perlahan di bulan-bulan berikutnya.  Juni lalu, dolar AS tembus kisaran Rp 13.300 yang setara dengan posisinya pada bulan Agustus 1998. Sampai sekarang dolar AS masih tinggi dan setara dengan posisi pada Agustus 1998 tersebut.

Turunnya sejumlah harga komoditas yang dimotori oleh komoditas minyak mentah dunia memberikan imbas positif bagi laju dolar AS untuk dapat bergerak menguat. Meski begitu, kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih kuat dan jauh berbeda dengan kondisi di 1998. Mau lihat perbandingan kondisi 1998 dengan sekarang. Pada kesempatan itu Sofyan mengatakan, mata uang yang masih bisa bertahan dari gempuran penguatan dolar AS adalah, dolar Singapura dan rupee India. 

"Kenapa rupee lebih baik, karena mereka mampu memperbaiki struktur ekonomi lebih baik. Kita juga harus perbaiki, tapi spekulasi di pasar itu yang tidak bisa kita halangi, kecuali kita korbankan semua devisa kita," jelas Sofyan. "Nah itu bukan pilihan. Kita nggak mau dolar terlalu kuat, atau dolar terlalu lemah, karena kalau dolar terlalu kuat itu sangat membebani perusahaan-perusahaan yang berutang ke luar negeri," imbuh Sofyan.

Jadi pemerintah dan BI harus membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS seimbang untuk eksportir dan importir. "Jangan kayak tahun 2009 dolar sampai Rp 9.000. Akibatnya kita tidak tidak bisa bersaing. Karena rupiah kita terlalu kuat," kata Sofyan.Kemarin dolar AS sudah menembus Rp 13.500, atau tepatnya di Rp 13.531. Menghadapi kondisi ini, pemerintah akan terus melakukan perbaikan ekonomi. Sehingga ke depan investasi dan struktur ekonomi baik, dan rupiah kembali menguat.

"Paling penting kita perbaiki struktur ekonomi Indonesia ke depan. Bagaimana membawa ekonomi kita bagus, juga ekspor kita bagus, bagaimana agar investasi masuk, memperbaiki birokrasi, bagaimana agar penegakan hukum lebih pasti. Itu cuma yang akan membuat ekonomi kita bersaing dan kompetitif dan lebih baik, dan itu semua nggak bakal mengubah dolar besok," papar Menko Perekonomian Sofyan Djalil, di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Sabtu (1/8/2015).

Penguatan dolar saat ini, ujar Sofyan, terjadi karena aksi spekulasi akibat rencana kenaikan bunga acuan oleh bank sentral AS, yaitu Federal Reserve (The Fed), yang rencananya akan dilakukan September atau Desember ini.

"Setiap isu yang berkembang, maka pelaku pasar akan memakai ini kesempatan untuk melakukan spekulasi, ini tentu merupakan mempengaruhi semua mata uang dunia. Yang tergantung pada dolar, dan karena dolar mata uang paling besar, tentu seluruh dunia akan tergantung pada dolar," jelas Sofyan.

Intervensi oleh Bank Indonesia (BI) juga bakal sia-sia, karena penguatan dolar AS terjadi di seluruh dunia. Menurut Sofyan, lebih baik BI menahan cadangan devisanya, daripada mempertahankan rupiah yang melemah akibat spekulasi. "Tetapi Bank Indonesia tetap menjaga di pasar supaya kalau turun rupiah bisa tetap reasonable. Paling penting kita perbaiki struktur ekonomi Indonesia ke depan," imbuh Sofyan.

No comments:

Post a Comment