Friday, August 14, 2015

Selalu Rugi Dengan Rute Eropa ... Garuda Beli Airbus A350 Untuk Rute Eropa

Rencana Garuda Indonesia membeli pesawat Airbus A350 dipersoalkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli. Mantan menteri koordinator Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu mendesak agar Garuda membatalkan pembelian pesawat berbadan besar (widebody) yang rencananya akan digunakan untuk penerbangan jarak jauh ke Eropa.

Alasanya, penerbangan Garuda ke benua biru itu selama ini selalu merugi. Lantas perlukah pembelian Airbus A350?  Menurut pengamat penerbangan Gerry Soejatman, rencana Garuda membeli pesawat Airbus A350 merupakan bagian dari peremajaan armada. Hal itu sangat penting bagi kelanjutan bisnis Garuda Indonesia ke depan.

"Peremajaan armada terutama untuk pesawat berbadan lebar ini dibutuhkan jika kita ingin Garuda tetap kompetitif dari segi biaya operasional, karena (Boeing) 787-900 atau (Airbus) A350 jauh lebih irit dibanding pesawat-pesawat yang ada," ujar Gerry. Dia menuturkan, Garuda memiliki dua opsi apakah akan membeli 30 pesawat Boeing 787-900 Dreamliner ataukah Airbus A350 untuk peremajaan armadanya. Hingga saat ini, Garuda belum memutuskan akan memilih Boeing atau Airbus.

Tanpa pesawat itu, total armada widebody Garuda hingga 10 tahun mendatang berjumlah 46 pesawat, terdiri dari 10 pesawat A330-200, 11 pesawat A330-300 plus 13 lagi dalam pemesanan, 7 pesawat B777-300ER dan 3 pesawat lagi belum delivery, serta 2 pesawat B747-400.  Namun dalam waktu dekat, lanjut Gerry, banyak pesawat widebody Garuda itu yang harus dipensiunkan karena faktor umur. Apabila dipertahankan dan tak melakukan peremajaan pesawat, maka Garuda akan tertinggal dengan perkembangan teknologi pesawat yang terus berkembang.

"Akan ada enam pesawat A330-300 yang lama dan dua pesawat B747-400 akan dipensiunkan, dijual, dan lain-lain. Jadi tinggal 38 pesawat. Tapi pesawat A330-200 Garuda juga sudah ada yang mulai dilepas-lepas juga (dikembalikan ke leasing company). Saat ini ada dua pesawat yang sudah disewakan ke maskapai lain, jadi sisa 36 pesawat," kata dia.

Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli meminta Garuda Indonesia membatalkan pembelian pesawat Airbus A350 dan menggantinya dengan A320 yang kelasnya lebih rendah sehinga biaya operasional lebih efisien untuk penerbangan jarak menengah atau rute regional. Namun menurut pengamat penerbangan Gerry Soejatman, pengoperasian A350 atau B787-900 untuk penerbangan jarak menengah sudah lumrah diakukan oleh berbagai maskapai di dunia. "Siapa bilang B787-900 dan A350 tidak bisa buat penerbangan jarak menengah (regional)? Lihat Jetstar dan Scoot, B787 dipakai jarak menengah. Norwegian pakai buat penerbangan yang setara jaraknya dari Indonesia ke Jepang. ANA pakai B787 untuk ke Tokyo-Jakarta. A350 juga bisa dipakai untuk jarak menengah," ujar Gerry.

Dia menjelaskan, pemilihan A350 atau B787-900 untuk penerbangan regional banyak dipilih karena pesawat berbadan lebar itu memiliki keunggulan ketimbang tipe pesawat yang kelasnya lebih rendah. Menurut Gerry keunggulan A350 yaitu memiliki mesin yang lebih hemat bahan bakar dan kapasitas penumpang yang lebih besar ketimbang seri A320. Dengan keunggulan itu kata dia, biaya operasional A350, terutama beban dari biaya bahan bakar, akan bisa lebih efisien.

Seperti diketahui, Garuda Indonesia berencana membeli 30 pesawat A350 atau B787-900 untuk melakukan peremajaan armadanya. Rencananya pesawat berbadan besar itu akan digunakan Garuda untuk melayani penerbangan internasional ke Eropa.

Namun, Rizal Ramli menggagas agar rencana itu dibatalkan. Rizal mengaku sudah berbicara dengan Presiden Jokowi dan gagasanya disetujui Presiden. "Kita kuasai dulu pasar regional lima sampai tujuh tahun ke depan. Kalau sudah kuat, baru kita hantam (pasar internasional). Presiden setuju (pembatalan pembelian pesawat Airbus A350), dan kami panggil direksi (Garuda), dan batalkan supaya ganti," kata Rizal, Kamis (13/8/2015).

Pernyataan Rizal itu lantas memantik komentar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Rizal dinilai sudah mencampuri bisnis Garuda Indonesia sebagai BUMN. "BUMN itu (Garuda) jelas di bawah Kemenko Perekonomian, bukan di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Jadi, jangan ada yang mencampuri Garuda di luar Kemenko Perekonomian," kata Rini sebagaimana dikutip saat menanggapi pernyataan Rizal Ramli.

No comments:

Post a Comment