Thursday, March 17, 2011

Kelas Menengah Indonesia Tidak Bermutu dan Malas

Meskipun kelas menengah Indonesia mengalami pertambahan secara signifikan, kelompok yang mengisi kelas menengah itu tergolong tidak berkualitas. Secara finansial mereka tidak tergolong kuat karena suka berhutang, mereka juga tidak terdorong untuk berwiraswasta karena malas, dan secara politik mereka tidak memberikan pemikiran baru karena lebih menyukai sistem lama yang bersifat KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme).

Pengamat ekonomi dari UGM, Revrisond Baswir, ketika dihubungi di Yogyakarta, Kamis (17/3), mengatakan, ada fenomena yang ganjil dalam kaitan kenaikan kelas menengah di Indonesia.

Ia dimintai pendapat terkait dengan pengumuman Bank Dunia yang menyatakan kenaikan kelas menengah di Indonesia yang bertambah 50 juta orang selama kurun waktu tahun 2003-2010 atau minimal 7 juta orang per tahun.

”Bersamaan dengan reformasi, yaitu sistem multipartai, kita memiliki banyak kelompok yang berkemampuan ekonomi yang masuk partai politik. Akan tetapi, sayang sekali mereka sebagai kelas menengah tak tawarkan perubahan. Di kelompok itu juga tidak muncul wirausaha yang baru dan tangguh,” katanya.

Revrisond melihat, penyebabnya adalah kelas menengah ini didominasi oleh mereka yang berpengeluaran 2 dollar-4 dollar AS. Mereka belum cukup kuat secara finansial sehingga mereka juga tidak kuat secara politik.

Sementara itu, ekonom Tony Prasetyantono menyatakan, naiknya jumlah kelas menengah mempunyai implikasi positif ataupun negatif.

”Positifnya, kelas menengah menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi melalui pengeluaran. Peran konsumsi (consumption expenditure) dalam PDB kita sekitar 60 persen. Saya yakin tahun ini perekonomian Indonesia tumbuh 6,5 persen,” kata Tony.

Namun di sisi lain, kelas menengah tumbuh cepat, sementara kelas bawah tumbuhnya lambat, bahkan stagnan. Akibatnya, disparitas pendapatan melebar, yang ditunjukkan dengan koefisien Gini naik dari 0,36 menjadi 0,37 (data BPS). Artinya, jurang pendapatan kaya dan miskin melebar.

”Tugas pemerintah adalah menggiring kelas menengah untuk tidak hanya menjadi profesional muda, tetapi juga menjadi wirausahawan, yang bisa sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi sekaligus menciptakan lapangan kerja,” kata Tony.

Staf Ahli Menteri Perindustrian Fauzi Azis mengatakan, analisis perkembangan triwulan perekonomian Indonesia oleh Bank Dunia setidaknya perlu dicermati dari dua sisi. Pertama, perkembangan tersebut berarti menambah kemampuan daya beli masyarakat secara agregat.

”Tapi jangan salah. Di sisi lain, laporan Bank Dunia ini juga membuka pandangan semua pihak akan terbukanya peluang masuknya barang-barang impor sejenis, baik legal maupun ilegal. Inilah yang harus diwaspadai. Jangan sampai impor menekan kemampuan produksi nasional,” kata Fauzi.

No comments:

Post a Comment