Tuesday, March 22, 2011

Subsidi Bahan Bakar Akan Dihapus Selamanya

Dalam jangka panjang, tidak ada pilihan bagi Indonesia selain menghapus penerapan subsidi bahan bakar minyak. Penerapan subsidi langsung pada harga bahan bakar minyak seperti yang selama ini dilakukan bukan kebijakan yang sehat.

Demikian semangat dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Kebijakan Energi Nasional, sebagaimana disampaikan Juru Bicara Wakil Presiden Yopie Hidayat, Selasa (22/3) di Kantor Wakil Presiden.

Rancangan perpres itu saat ini tengah dibahas Dewan Energi Nasional (DEN). Masih diperlukan beberapa pertemuan lagi untuk mematangkan perpres itu sebelum ditandatangani Presiden.

Kemarin, para anggota DEN menghadap Wapres Boediono untuk melaporkan perkembangan terakhir pembahasan perpres yang tidak ubahnya cetak biru pembangunan sektor energi nasional itu. Para anggota DEN datang bersama Ketua Harian DEN Darwin Zahedy Saleh. Dalam struktur DEN, Presiden dan Wapres masing-masing duduk sebagai ketua dan wakil ketua.

”Jadi, perpres itu menuntun bagaimana menciptakan bauran energi yang tidak memerlukan subsidi. Dalam jangka panjang, subsidi langsung pada harga seperti selama ini memang tidak sehat,” ujar Yopie.

Secara umum, menurut Yopie, semangat yang juga terkandung dalam Rancangan Perpres tentang Kebijakan Energi Nasional adalah bagaimana Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap energi dari bahan bakar fosil pada 2050. Untuk itu, ada sejumlah opsi yang akan dipakai Indonesia guna mewujudkan rencana itu. ”Kita akan memanfaatkan energi baru terbarukan. Kita akan memanfaatkan energi geotermal dan air,” ujar Yopie.

Dalam jumpa pers seusai rapat, Darwin menjelaskan, perpres nantinya mengatur persentase bauran masing-masing energi. Persentase pemakaian minyak bumi akan terus berkurang hingga tahun 2050, sedangkan persentase pemakaian gas relatif tidak jauh berbeda.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (Reforminer Institute) Pri Agung Rakhmanto menyatakan, keputusan pemerintah untuk menunda pengaturan BBM bersubsidi hanya akan menunda penambahan inflasi.

Namun, penundaan itu bisa menimbulkan spekulasi karena ketidakpastian yang diciptakannya. Ketidakpastian itu bukan hanya menyangkut kapan atau jadi tidaknya akan dijalankan kebijakan ini, tetapi juga ketidakpastian menyangkut kebijakan apa yang nantinya akan diterapkan pemerintah dalam mengatasi APBN yang tertekan.

Penundaan ini tidak akan terlalu berpengaruh dalam pengurangan defisit karena jika dijalankan dengan sukses tahun ini, hanya berpotensi menghemat anggaran Rp 3 triliun. Sementara dengan harga minyak yang sudah di atas 100 dollar AS per barrel, tambahan defisit bisa Rp 16 triliun. ”Mestinya pemerintah harus tegas bahwa kebijakan ini tidak hanya ditunda, tetapi dibatalkan. Ada kepastian bagi semua pihak,” ujarnya

No comments:

Post a Comment