Thursday, March 17, 2011

Pengembangan Energi Terbarukan Terhambat Kredit Perbankan

Bank-bank badan usaha milik negara bertekad menyukseskan program pemerintah untuk mengembangkan bahan bakar nabati sebagai energi alternatif dari minyak bumi. Namun, upaya itu ternyata menghadapi sejumlah kendala di lapangan.

Sekretaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Muhammad Ali kepada Kompas, Kamis (17/3) di Jakarta, memaparkan, kendalanya, selain usaha pertanian merupakan sektor usaha yang tergantung musim, juga mitra usaha di beberapa daerah saja yang bersedia menjadi penjamin. Kendala lainnya adalah beberapa calon nasabah masih memiliki tunggakan kredit skema lama.

”Oleh sebab itu, solusinya adalah koordinasi dan sosialisasi bersama antara dinas pertanian, perbankan dan pemangku kepentingan lainnya,” ujar Muhammad Ali.

Muhammad Ali ditanya soal perkembangan kredit ketahanan pangan dan energi yang diprogramkan pemerintah untuk mengantisipasi krisis pangan dan energi. Menurut Muhammad Ali, saat ini BRI memiliki dua skema, yaitu Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) yang dijalankan sejak beberapa tahun lalu. Kedua skema digunakan untuk pembiayaan pengembangan energi nabati, yaitu tanaman tebu dan singkong, serta peternakan, yang dapat diolah menjadi bioetanol dan biogas.

Hingga 31 Desember 2010, posisi KKPE di BRI mencapai Rp 1,52 triliun atau mencapai 27,17 persen dari plafon sebesar Rp 5,6 triliun. Namun, secara nasional, penyaluran KKPE pada periode yang sama tercatat Rp 2,69 triliun. ”Ini berarti, sumbangan BRI terhadap penyaluran KKPE secara nasional sebesar 56,5 persen,” tambahnya.

Secara terpisah, Direktur Utama BNI Gatot Soewondo menyatakan, BNI tidak bisa memaksa jika debitor tidak ikut dalam kredit KPEN-RP dan KKPE, meskipun kedua skema itu bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kecukupan energi nabati. Oleh sebab itu, realisasi kredit energi diakui masih kecil. Dari plafon kredit yang disediakan di BNI sekitar Rp 5 triliun, realisasinya baru Rp 194 miliar.

Secara terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengakui kredit energi di perbankan hingga 2010 menurun meskipun

pada 2008- 2009 naik. Namun, pemerintah bertekad mendorong petani dan mitra usaha untuk pengembangan energi nabati dengan sejumlah insentif.

”Saya akui energi nabati belum menyentuh skala yang besar. Selama ini hanya dikembangkan pangan daripada energi. Oleh karena itu, perlu dorongan dengan memberikan insentif,” kata Hatta.

No comments:

Post a Comment