”Seharusnya, kereta api tanpa ada perlakuan khusus pun harus bisa lebih efisien. Bagaimanapun, seharusnya pengangkutan dengan kereta api itu jauh lebih ekonomis dibandingkan mengirim barang menggunakan truk,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Soemantri Brodjonegoro, di Jakarta, Selasa (22/3).
Bambang menanggapi permohonan Menteri Perhubungan terkait kesetaraan perlakuan angkutan kereta api dan angkutan darat yang tak kunjung dibalas Menteri Keuangan. Sejak Juli 2010, surat itu dilayangkan dan belum juga dijawab. Padahal, meningkatnya ketegangan di Libya dapat melambungkan harga minyak mentah yang kemudian melambungkan subsidi BBM yang seharusnya dapat diredam dengan pemanfaatan transportasi massal yang lebih efisien bahan bakar (Kompas, 22/3).
Lebih unggul dari truk
Menurut Bambang, dalam industri pengangkutan barang, kereta api memiliki keunggulan dibandingkan truk, yakni bebas kemacetan dan mendapatkan keistimewaan jalur khusus. Dengan demikian, masalah lebih tingginya harga solar kereta dibandingkan truk bukan permasalahan utama yang menyebabkan inefisiensi kereta di Indonesia.
”Mengirim barang menggunakan kereta api lebih ekonomis dibandingkan menggunakan truk. Namun, permasalahan bukan pada solar atau bahan bakar, tetapi lebih ke permasalahan manajemen. Inti masalah persaingan kereta api (dengan truk) bukan pada masalah bahan bakar,” katanya.
Ketika ditanya tentang perbedaan harga beli solar yang mencapai 212 persen di atas harga solar bersubsidi (Rp 4.500 per liter) yang dinikmati armada truk, Bambang mengatakan, truk memang layak mengonsumsi BBM bersubsidi karena kondisi jalan yang buruk dan akses terbatas akibat kemacetan. Dengan demikian, untuk mendorong peningkatan bisnis pengangkutan barang menggunakan kereta api perlu kebijakan yang memperlancar jalur kereta api.
”Artinya, harus ada upaya untuk memudahkan pemakaian jaringan itu sehingga kereta api lebih mudah bergerak dari tempat produksi ke pelabuhan,” ujar Bambang
No comments:
Post a Comment