Ketua Umum Asosiasi Industri Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko di Jakarta, Rabu (30/3), mengatakan, ”Murahnya harga produk sepatu China memukul industri kelas menengah ke bawah. Saya menduga, semua produk China itu merupakan stok buangan.”
Menurut Eddy, kelebihan produksi dan kebijakan insentif terhadap kegiatan ekspor di China membuat harga sepatu produk China relatif murah. Indonesia dengan populasi penduduk yang besar menjadi pasar yang baik, apalagi harga sepatu produk lokal minimal Rp 50.000 per pasang.
Apabila tidak segera diambil langkah antisipatif yang ketat, IKM sepatu, seperti di Cibaduyut (Jawa Barat) dan Sidoarjo (Jawa Timur) akan mati. Pemerintah dituntut konsisten dalam keberpihakan pada ekonomi rakyat dan terus meningkatkan kampanye penggunaan produk dalam negeri. ”Industri juga tidak boleh terus-menerus meminta proteksi pemerintah,” ujar Eddy.
Menurut Eddy, mendorong pasar domestik bisa dimulai dengan kampanye penggunaan sepatu lokal lintas kementerian. ”Dalam dua minggu, transaksi penjualan sepatu lokal di Kementerian Perdagangan bisa sebesar Rp 500 juta. Ini sangat menolong IKM,” kata Eddy.
Data Badan Pusat Statistik yang diolah Aprisindo, nilai impor sepatu dan alas kaki tahun 2010 mencapai 244,19 juta dollar AS. Naik dari tahun 2009 sebesar 131,62 juta dollar AS dan tahun 2008 sebesar 162,16 juta dollar AS.
Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana, selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Hambatan Industri dan Perdagangan, menegaskan, ”Secara statistik dampak ACFTA pada industri tekstil dan produk tekstil, elektronik, mesin, furnitur, dan logam yang diteliti punya korelasi kuat dengan penurunan produksi dan korelasi lemah dengan turunnya penjualan, keuntungan, serta tenaga kerja.”
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang Sulisto meragukan kesiapan industri menjelang realisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2014.
No comments:
Post a Comment