”Dalam rapat di Kantor Wakil Presiden, diberikan waktu dua bulan untuk pengoperasian alat pemantau posisi (Global Positioning System/GPS),” kata Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, Kamis (17/3) di Jakarta. Pemerintah yakin, salah satu upaya memecahkan kemacetan di Merak adalah pengadopsian alat elektronik.
Di lintas Merak-Bakauheni ada 33 unit feri. Sementara di Indonesia, ada 210 unit feri dengan 350 lintasan. ”Di masa depan, semua feri harus dipasangi GPS,” ujar Bambang.
Wakil Ketua Umum Indonesia Ferry Association Bambang Harjo menjelaskan, GPS di penyeberangan dapat diadopsi dari alat Automatic Identification System (AIS). ”Harganya tak mahal, kami sudah memasangnya di feri kami dengan harga Rp 8 juta per unit,” kata Bambang Harjo.
Operator AIS adalah Byru dan Shiplock. Setelah berlangganan, pergerakan kapal dapat diakses oleh pelabuhan dan pemilik kapal.
Bambang Harjo mengatakan, pergerakan kapal tak perlu dipantau alat secanggih Vessel Traffic Information System (VTIS). ”Pertama, alat itu menggunakan VHF sehingga tak menjangkau di pertengahan selat. Kedua, tak terlalu dibutuhkan karena alur-alur pelabuhan kita cukup dalam,” katanya.
VTIS dibutuhkan untuk memandu kapal memasuki alur pelabuhan yang dangkal, seperti di teluk.
Wakil Menteri Perhubungan menambahkan, ketika GPS telah dioperasikan, maka segera ditetapkan sanksi untuk armada feri yang keluar dari lintasan, bahkan tidak mematuhi jadwal penyeberangan.
Keberadaan GPS juga dinanti untuk menjawab tudingan adanya kapal-kapal yang ”kencing” di berbagai lintasan dengan maksud menjual solar subsidi.
Akan tetapi, pengamat industri maritim Saut Gurning mengatakan, nilai omzet BBM bersubsidi yang dijual per hari ”hanya” Rp 32 juta. ”Kemungkinan, penjualan BBM bersubsidi itu dikerjakan oleh awak kapal,” katanya.
No comments:
Post a Comment