Hal itu karena pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) serta fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) tahun 2011 yang belum cair. Bank penyalur FLPP kini masih mengandalkan sisa anggaran FLPP tahun lalu.
Kepala Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan Margustienny di Jakarta, Rabu (30/3), mengakui, anggaran FLPP tahun 2011 hingga kini belum dicairkan. Pihaknya untuk sementara masih mengandalkan sisa anggaran FLPP tahun 2010 sebesar Rp 1,5 triliun.
Tahun 2011, pemerintah menargetkan penyaluran FLPP untuk 210.000 unit rumah masyarakat berpenghasilan maksimum Rp 4,5 juta per bulan. Anggaran FLPP tahun ini direncanakan sebesar Rp 3,5 triliun. Pemerintah menetapkan harga rumah sejahtera tapak maksimum Rp 80 juta per unit, rumah susun maksimum Rp 144 juta per unit, harga rumah murah Rp 20 juta-Rp 25 juta per unit, dan rumah sangat murah Rp 5 juta-Rp 10 juta per unit.
Penyaluran FLPP sejauh ini baru dilakukan oleh Bank Tabungan Negara (BTN). Direktur Housing and Commercial Banking Bank BTN Purwadi mengemukakan, rendahnya penyaluran FLPP sampai Februari 2011 disebabkan adanya kendala ketentuan BPHTB. Kendala itu membuat notaris kesulitan membuat akta jual-beli sehingga akad kredit ikut terhambat.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, luas rumah sejahtera tapak juga ditetapkan minimal 36 meter persegi. Meskipun demikian, Margustienny mengakui, masih banyak permintaan KPR dengan pola FLPP untuk rumah tapak yang berukuran di bawah 36 meter persegi.
Direktur Utama Bank BTN Iqbal Latanro membenarkan, sebagian pengajuan KPR rumah tapak yang dibiayai dengan pola FLPP masih berukuran luas kurang dari 36 meter persegi.
”Dalam praktiknya, masih ada pengajuan KPR dengan pola FLPP untuk rumah berukuran kurang dari 36 meter persegi. Mungkin ini karena masa transisi,” ujar Iqbal.
No comments:
Post a Comment