Menurut Kepala Divisi Energi Baru Terbarukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Mochamad Sofyan, dalam diskusi bulanan Geo Energi di Jakarta, Kamis (17/3), pengembang meminta jaminan pemerintah selain jaminan kelayakan usaha PLN.
Selain itu, pengembang juga meminta alokasi risiko yang belum diatur dengan jelas menjadikan faktor risiko sebagai salah satu hal yang harus dinegosiasikan. ”Kebutuhan dana yang besar diperlukan untuk kegiatan eksplorasi dan tidak semua pengembang siap,” ujarnya.
Sofyan mengatakan, untuk menghasilkan 1 megawatt (MW) dari panas bumi dibutuhkan dana 3.000 dollar AS. Pemerintah menargetkan, pada 2014 akan membangun pembangkit berkapasitas 3.967 MW. Untuk itu dibutuhkan sekitar 12 miliar dollar AS.
Sejumlah pengembang juga tidak siap untuk membangun transmisi sehingga menimbulkan ketidakpastian pengoperasian komersial perdana (COD). Pengembang meminta waktu eksplorasi paling lambat 5 tahun, sehingga COD minimal 7 tahun, yang berdampak mundurnya COD proyek PLTP dalam proyek percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap kedua.
Untuk itu Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sugiharto Harso Prayitno menyatakan, pemerintah mengalokasikan dana bergulir untuk eksplorasi wilayah kerja panas bumi Rp 1,2 triliun. Alokasi dana itu bagi pengembang panas bumi pemenang lelang wilayah kerja yang diselenggarakan PLN dan pemerintah daerah. Pengembang menjual listrik ke PLN lewat BUMN panas bumi.
Menurut Sofyan, PLN menargetkan penambahan kapasitas 1.787 MW dari 23 wilayah kerja baru yang jadi bagian dari Proyek Percepatan 10.000 MW tahap kedua.
No comments:
Post a Comment