Anak usaha Grup Bakrie yang bergerak di sektor telekomunikasi, PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL), mengurangi jumlah karyawan hingga 28 persen atau 400 dari 1.400 total karyawannya untuk menekan biaya operasional. Namun, analis PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee, menganggap langkah ini tak berdampak signifikan untuk memperkuat perusahaan. "Efisiensi untuk menurunkan beban operasional tetap tidak banyak membantu selama produktivitas rendah," katanya kepada Ahad malam, 15 Maret 2015.
Hans Kwee memprediksi BTEL akan sulit bertahan dalam industri telekomunikasi. Terlebih lagi jumlah utang BTEL dianggap melebihi kemampuan finansial perusahaan tersebut. "Restrukturisasi utang hanya langkah menunda, bukan menyembuhkan penyakit yang sebenarnya," kata Hans Kwee. Menurut Hans, cara membayar utang sekaligus untuk memperkuat perusahaan adalah dengan merger atau akuisisi dengan perusahaan yang sangat kuat.
Sebabnya, kata Hans Kwee, produksi utama BTEL, yakni Esia, yang masih mengandalkan layanan suara harus segera bermigrasi ke layanan data yang membutuhkan investasi yang sangat besar. "Investasi dalam teknnologi ini tidak sanggup dikerjakan sendiri oleh BTEL lantaran butuh modal yang sangat besar. Apalagi teknologi CDMA (Code Division Multiple Acess) sudah lama ditinggalkan orang," kata Hans Kwee.
BTEL mulai mencatatkan rugi bersih sejak 2011 dan mencatatkan ekuitas negatif sejak 2013. Pada 2011 perusahaan merugi Rp 782,7 miliar, kemudian utang kian melonjak menjadi Rp 3,13 triliun pada 2012 dan Rp 2,64 triliun pada 2013. Pada tiga bulan pertama 2014, laporan perusahaan keuangan sempat membukukan laba bersih Rp 210 miliar karena terdongkrak selisih kurs. Namun pada kuartal ketiga 2014, BTEL mencatatkna rugi bersih yang membengkak menjadi Rp 1,52 triliun.
Perusahaan juga mencatatkan defisiensi modal Rp 3,3 triliun pada triwulan III 2014. Jumlah ini melonjak dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 1 triliun. Di sisi lain jumlah utang sudah melampaui nilai aset perusahaan. Nilai liabilitas BTEL per September 2014 Rp 10.940 triliun adalah 143 persen dibandingkan jumlah aset perusahaan yang hanya mencapai Rp 7,63 triliun. Mayoritas liabilitas perusahaan atau sebesar 98 persen merupakan utang jangka pendek.
Presiden Direktur Bakrie Telecom, Jastiro Abi, mengatakan pemecatan pegawai sebagai strategi perusahaan agar operasional menjadi lebih efektif. “Tapi jumlahnya tidak seberapa, tidak sampai 800 karyawan. Setengahnya dari itu juga nggak sampai,” kata dia. Menurut Jastiro, pengurangan jumlah karyawan merupakan bagian dari langkah efisiensi perusahaan agar operasional lebih efektif.
Analis PT First Asia Capital, David Sutyanto, menambahkan, satu-satunya cara menyelamatkan BTEL dengan penyuntikan modal atau menjual BTEL. Meski BTEL memangkas jumlah karyawan dan berdasarkan persentase dinilai signifikan, tetap saja tidak akan membantu perusahaan untuk bertahan. "Opsi menjual juga sulit karena tidak ada satu investor pun yang mau masuk ke pasar telekomunikasi Indonesia yang sudah menjadi arena berdarah-darah," kata David.
Esia yang menjadi produk utama BTEL diprediksi tidak akan sanggup bersaing sebab masih mengandallkan layanan pesan pendek (SMS) dan suara. Sementara itu, kemajuan teknologi membuat masyarakat lebih membutuhkan layanan data ketimbang suara atau pesan singkat. "Siapa sih memang yang masih betah SMS kalau ada fitur seperti wasap atau line yang lebih murah?" kata dia. Ia pesimistis ekuitas dan laba perusahaan akan terdongkrak tahun ini.
Akibat utang perusahaan yang membengkak dan modal yang negatif, perusahaan operator telekomunikasi anak usaha Grup Bakrie, PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL), mengurangi jumlah karyawannya. Presiden Direktur Bakrie Telecom Jastiro Abi mengatakan pengurangan pegawai sebagai strategi perusahaan agar operasional menjadi lebih efektif.
”Tapi jumlahnya tidak seberapa, tidak sampai 800 karyawan. Setengahnya dari itu juga enggak sampai,” kata Jastiro ketika dihubungi, Selasa, 10 Maret 2015. Jastiro enggan merinci jumlah karyawan yang akan dirumahkan oleh perusahaan. Menurut Jastiro, pengurangan karyawan merupakan bagian dari langkah efisiensi agar operasional perusahaan lebih efektif. Dia membantah kabar bahwa perusahaan terancam bangkrut dengan adanya pengurangan karyawan tersebut. ”Operasional tetap jalan seperti biasa, tapi kondisi keuangan perusahaan memang memaksa kami melakukan efisiensi,” ujarnya.
Jumlah karyawan perusahaan operator telekomunikasi berbasis code division multiple access (CDMA) dengan merek Esia itu per Desember 2013 mencapai 1.438 orang. Jika karyawan yang dirumahkan mencapai 400 orang, itu berarti 28 persen dari total jumlah karyawan perusahaan.
Namun, Jastiro tetap optimistis seiring dengan kerja sama operasi antara perusahaan dan PT Smartfren Telecom Tbk (Fren) untuk penyediaan layanan 4G. Meski saat ini, menurut dia, bisnis telekomunikasi berbasis CDMA memang sedang lesu.
Sejak 2011, BTEL selalu mencatatkan rugi bersih dan mulai 2013 mencatatkan ekuitas negatif. Rinciannya, pada 2011 perusahaan mencatatkan rugi Rp 782,7 miliar, kemudian kerugian melonjak jadi Rp 3,13 triliun pada 2012, dan Rp 2,64 triliun pada 2013. Pada kuartal I 2014, perusahaan sempat membukukan laba bersih Rp 210 miliar karena terdongkrak selisih kurs. Namun, pada kuartal III 2014, rugi bersih kembali membengkak menjadi Rp 1,52 triliun.
Perusahaan juga mencatatkan defisiensi modal Rp 3,3 triliun pada triwulan III 2014. Jumlah ini membengkak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1 triliun. Di sisi lain, jumlah utang sudah melampaui nilai aset perusahaan. Nilai liabilitas BTEL per September 2014 sebesar Rp 10,940 triliun atau 143 persen dari jumlah aset perusahaan yang sebesar Rp 7,63 triliun. Sebesar 98 persen liabilitas perusahaan merupakan kewajiban jangka pendek.
BTEL menggunakan skema obligasi wajib konversi untuk melunasi kewajibannya. Tiga kreditor perseroan, yakni Huawei Tech Investment Co Ltd., PT Solusi Tunas Pratama Tbk., dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia akan mendapat saham BTEL dengan skema konversi itu. ”Kami masih memproses rencana ini. Dalam waktu dekat akan kami bicarakan dalam rapat umum pemegang saham luar biasa,” ujar Jastiro.
No comments:
Post a Comment