Perusahaan tambang pelat merah ini akan memetik keuntungan yang tidak sedikit dari menguatnya dolar AS. Pasalnya, pendapatan BUMN tambang itu 100% berbentuk dolar AS sedangkan pengeluaran atau biaya operasi dalam rupiah. "Kalau Timah, pelemahan rupiah justru menguntungkan karena 100% pendapatan dalam dolar sedangkan cost dalam rupiah," kata Sekretaris Perusahaan Timah Agung Nugroho , Rabu (11/3/2015).
Meski dapat keuntungan lebih dari pelemahan rupiah, tapi Timah masih terkendala harga jual komoditas yang rendah. "Yang baik kurs melemah dan harga sesuai ekspektasi. Saat ini kita hanya mendapatkan untung dari pelemahan rupiah. Harga timah sekarang US$ 18.000 sedangkan ekspektasi kita US$ 20.000 sampai US$ 22.000 per ton," jelasnya.
Berbeda dengan Timah, BUMN bidang transportasi seperti PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) justru mengalami kondisi sebaliknya. Garuda terkena dampak negatif dari pelemahan nilai tukar. Alasannya, 70% biaya operasi maskapai pelat merah ini berbentuk dolar sedangkan pendapatan sebesar 50% berupa rupiah dan 50% lagi dalam dolar AS.
"Karena 70% dalam bentuk dolar ya tentunya dengan melemahnya terhadap dolar berpengaruh terhadap naiknya biaya operasional," kata VP Corporate Communication Garuda Indonesia Pujobroto.
Meski tertekan akibat pelemahan rupiah, Garuda Indonesia terbantu oleh turunnya harga minyak atau avtur. Emiten berkode GIAA itu juga mengambil langkah antisipasi. Garuda Indonesia sudah menerapkan asuransi mata uang atau hedging terhadap transaksi bahan bakar. Tidak hanya itu, Garuda juga melakukan efisiensi demi menggenjot pendapatan.
"Kita lakukan efisiensi, kita melakukan penataan rute, beberapa waktu lalu manajemen baru melakukan revenue generator atau peningkatan revenue," sebutnya.
No comments:
Post a Comment