Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan proyek percepatan pembangunan listrik 10 ribu megawatt masih terganjal masalah lahan dan izin. Karena itu, kata Sudirman, pembangunan proyek ini jangan hanya dibebankan kepada Perusahaan Listrik Negara. "Soal listrik ini masalah negara," kata dia dalam diskusi "Daerah Darurat Listrik Bagaimana Mencapai 35 Ribu MW" di Jakarta, Ahad, 1 Maret 2015.
Menurut Sudirman, Kementerian Energi sejauh ini telah melakukan evaluasi terhadap hambatan dalam pembangunan proyek kelistrikan. Persoalan utamanya sejauh ini, kata dia, adalah pembebasan lahan. "Di Batang itu, hanya karena masalah membebaskan lahan 2,5 persen saja (proyek) tertunda sampai tiga tahun," ujarnya.
Masalah lainnya yang juga berdampak signifikan adalah perizinanan yang cukup panjang dari pusat sampai ke daerah. Perizinan, kata Sudirman, membutuhkan jalur lintas sektoral, yang tak hanya dari pusat ke daerah, melainkan juga antarinstitusi, misalnya Kementerian Kehutanan, Kementerian Agraria, dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Selain masalah teknis, masalah pendanaan dan jaminan dari pemerintah turut mengganjal tercapainya realisasi pembangunan kelistrikan. Ini termasuk kredibilitas para pengembang proyek listrik. Berdasarkan data Kementerian, dari 14 kontraktor EPC (engineering, procurement, construction), hanya empat perusahaan yang tampil optimal, "Karena banyak yang berlomba-lomba perang tarif, tapi dalam perjalanannya bermasalah," ujarnya.
Pemerintah berencana untuk mengejar pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt dalam lima tahun. Alasannya, ke depan porsi keterlibatan swasta atau independent power producer (IPP) dalam pembangunan pembangkit listrik akan lebih besar daripada yang dikerjakan PT PLN (Persero). Dari 35 ribu megawatt itu, PLN menggarap 10 ribu megawatt dan IPP 25 ribu megawatt.
No comments:
Post a Comment