Pemerintah berharap pelemahan nilai tukar rupiah bersifat sementara. Presiden Joko Widodo mengatakan rupiah bergerak pada level yang aman jika melihat informasi-informasi dari ekonom, dunia usaha, dan investor. "Kita sudah melakukan perbaikan-perbaikan fundamental ekonomi kita," katanya di ruang wartawan Istana, Senin, 2 Maret 2015.
Perbaikan fundamental ekonomi tersebut tercermin dalam pelonggaran ruang fiskal dan deflasi yang terjadi selama dua bulan, Januari serta Februari. Deflasi yang berlangsung berturut-turut ini membuat Jokowi yakin pelemahan rupiah terjadi sementara. Pembangunan Pelayanan Terpadu Satu Pintu nasional juga diharapkan memberikan kenaikan sinyal positif dari pelaku ekonomi selain cadangan devisa yang mencapai US$ 114,3 miliar dan neraca perdagangan yang membaik.
Aliran modal masuk, kata dia, sejak Januari hingga bulan Februari tahun ini mencapai Rp 57 triliun. "Ini besar sekali dibandingkan periode yang sama hanya Rp 30 triiun," katanya. Besarnya aliran modal ini, kata dia, karena investor melihat Indonesia mempunyai fundamental ekonomi lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain.
Terjaganya volatilitas nilai tukar rupiah, kata dia, menambah keyakinan pemerintah berada pada jalur yang benar. Menurut Jokowi, pelemahan rupiah hanya karena tekanan dari luar baik dari mata uang uero dan dolar. "Ada perbaikan ekonomi di Amerika sehingga bunga di sana ada sedikit tekanan (untuk naik)," katanya. Dia berharap rupiah berada pada level yang aman sesuai dengan rencana asumsi yang ada di APBN Perubahan.
"Kalau melihat fundamental itu kita pada posisi pada relatif aman," katanya. Terkait dengan pelonggaran sektor moneter seperti penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate), dia mengatakan tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi jika situasi inflasi terus menurun atau kembali deflasi. "Sinyal untuk turunkan lagi ada, tapi itu wilayahnya Bank Indonesia."
Menteri Koordinator Perekonomian, Sofyan Djalil, mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan nilai rupiah yang sudah menyentuh Rp 12.900 per dolar. Dalam rapat antara Presiden Joko Widodo dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Keuangan disimpulkan semua dalam kondisi baik. "Semua melaporkan keadaannya baik," kata Sofyan di Kantor Kemenko, Senin, 2 Maret 2015.
Beberapa hari terakhir nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. Nilai rupiah sempat mencapai angka di atas Rp 12.900 per dolar. Pelemahan rupiah ini, menurut Sofyan tidak perlu dicemaskan, karena rupaih hanya melemah terhadap dolar Amerika. "Kalau dengan mata uang negara lain, rupiah kita masih menguat," kata dia.
Hingga sejauh ini, kata Sofyan, Bank Indonesia belum berencana melakukan intervensi pasar. "Karena kondisinya masih baik," kata dia. Selain itu, nilai rupiah yang mencapai level Rp 12.900 -an justru bagus bila dilihat dari sisi ekspor. "Bagus karena komoditas eskpor kita jadi kompetitif," ujar dia.
Meski begitu, Sofyan mengatakan pemerintah akan tetap memperbaiki perekonomian domestik. Sehingga bila pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika terus terjadi tidak akan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian domestik. "Investor dan para pengusaha pun jadi merasa aman," kata Sofyan.
Penguatan dolar terhadap hampir semua mata uang memicu pelemahan rupiah. Di transaksi pasar uang hari ini, kurs rupiah merosot tajam 101 poin (0,79 persen) ke level 12.932 per dolar Amerika. Rupiah bergerak liar sejak awal perdagangan dan sempat menembus level terendah 12.960 per dolar di sesi perdagangan.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Joshua Pardede, mengatakan perbaikan data-data ekonomi Amerika Serikat semakin memperkuat posisi dolar. Meskipun dalam pernyataan terakhirnya Gubernur The Fed Janet Yellen mengatakan akan menunda kenaikan suku bunga, perbaikan data-data ekonomi semakin mendukung program pengetatan moneter. "Tumbuhnya ekonomi AS membuat kurs dolar menguat terhadap semua mata uang, termasuk rupiah."
Meningkatnya kebutuhan dolar korporasi pada akhir bulan turut menjadi faktor yang menguatkan laju dolar. Pasalnya, Indonesia masih dilanda defisit transaksi berjalan, sehingga membutuhkan dolar dalam jumlah besar. Selain itu, negara dan korporasi dililit utang jatuh tempo jangka pendek yang juga besar.
Joshua menduga pelemahan rupiah juga disebabkan oleh efek pemangkasan suku bunga. Buktinya, rupiah secara konstan bergerak melemah setelah bank sentral memotong suku bunga acuan sebesar 25 basis point dalam rapat dewan gubernur 18 Februari lalu. "Dengan pemangkasan bunga, selisih imbal hasil di pasar obligasi akan berkurang, sehingga investor lebih senang mengalihkan asetnya ke negara yang lebih menjanjikan."
Menurut dia, membaiknya data-data ekonomi, seperti surplus neraca perdagangan, inflasi yang melambat, menyempitnya defisit transaksi berjalan, serta bertambahnya cadangan devisa, seharusnya bisa mengangkat posisi rupiah. Namun, kenyataannya, rupiah justru tertekan akibat kebijakan suku bunga.
No comments:
Post a Comment