Praktik gesek tunai atau gestun masih marak dilakukan meski sudah dilarang Bank Indonesia (BI). Rencana pemberantasan sudah dilakukan, kalau melanggar ada sanksinya. Memerangi praktik tersebut, asosiasi pelaku industri perbankan yang tergabung dalam Asosiasi Sitem Pembayaran Indonesia (ASPI), Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) dan BI meneken nota kesepahaman untuk menarik mesin EDC di satu merchant yang terbukti melakukan praktik gestun.
General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha mengatakan, sebagian masyarakat masih tetap menggunakan jasa gestun sebagai solusi mendapatkan uang tunai secara mudah dan praktis. "Gestuner (pelaku Gestun) senang melakukan karena bagi mereka itu uang mudah. Mereka bisa dapat uang tanpa perlu berkeringat," ujar dia saat temu media di Kantor Bank Indonesia (BI), Jakarta, Jumat (19/6/2015).
Gestun sendiri, adalah praktik menarik uang tunai hingga batas penggunaan kartu kredit dengan menggesekkan kartu kredit di mesin electronic data captrue (EDC) di merchant atau toko. Pemilik toko akan memberikan uang tunai ke pada pemegang kartu kredit sesuai dengan batas maskimal penggunaan kartu kredit yang bersangkutan. Secara sepintas, praktik ini merupakan solusi jangka pendek yang membantu masyarakat untuk memperoleh dana tunai untuk berbagai keperluan. Namun praktik gestun justru akan menjerat nasabah kartu kredit dalam utang yang semakin lama semakin membengkak.
"Karena sebenarnya uang yang ditarik dari praktik gestun tersebut bukan uang cuma-cuma. Itu adalah utang yang pada akhirnya tetap harus dibayar oleh pemilik kartu kredit," kata Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean dalam kesempatan yang sama.
Bank Indonesia (BI) akan memberantas praktik gesek tunai (gestun) yang saat ini masih marak dilakukan masyarakat. Sebab, praktik ini bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pencucian uang. Untuk itu, BI memfasilitasi Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) bersinergi dalam mendorong pemberantasan transaksi gestun. Ketiga pihak sudah melakukan penandatanganan kerja sama Nota Kesepahaman Penutupan Pedagang (Merchant) Penarikan/Gesek Tunai pada 12 Juni 2015 lalu.
"Karena sebenarnya uang yang ditarik dari praktik gestun tersebut bukan uang cuma-cuma. Itu adalah utang yang pada akhirnya tetap harus dibayar oleh pemilik kartu kredit," kata Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean saat temu media di Kantor Bank Indonesia (BI), Jakarta, Jumat (19/6/2015).
Gestun adalah penarikan dana tunai dengan menggunakan kartu kredit di merchant. Dengan melakukan gestun, pemilik kartu kredit seolah-olah berbelanja di merchant, namun yang diperoleh bukan barang melainkan uang tunai. Praktik gestun dilarang Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/11/PBI/2009 sebagaimana diubah dengan PBI No.14/2/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK).
Pelarangan tersebut bertujuan, agar industri kartu kredit dapat tumbuh secara sehat dan aman sekaligus dalam rangka perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Sesuai dengan PBI tersebut, pihak acquirerwajib menghentikan kerjasama dengan merchant yang melakukan tindakan yang dapat merugikan bank penerbit kartu kredit. Praktik gestun berpotensi menjerat pemilik kartu kredit dalam pinjaman yang dapat berakhir menjadi kredit bermasalah. Hal ini selain merugikan konsumen, juga berimbas pada meningkatnya Non Performing Loans (NPL) bagi perbankan penerbit kartu kredit.
Selain itu, gestun sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kegiatan pencucian uang. Transaksi gestun juga dapat mengakibatkan kesalahan persepsi terhadap tujuan dari kartu kredit yaitu untuk alat pembayaran, bukan fasilitas kredit dalam bentuk uang tunai. Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut, para pelaku industri bersepakat untuk bekerjasama dalam memberantas gestun dengan menghentikan merchant pelaku gestun. Kesepakatan tersebut dilakukan oleh 23 bank penerbit kartu kredit dan 13 acquirer.
BI meminta dukungan para bank penerbit dan acquirer untuk memonitor, meminta klarifikasi, serta mengedukasi para merchant dan nasabah. BI mengharapkan bahwa setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman ini bank penerbit dan acquirer dapat meminimalisasi praktik gestun.Anda hobi gestun alias gesek tunai? Hati-hati, hobi yang satu ini risikonya tinggi dan banyak bahayanya. Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Darmadi Sutanto mengungkapkan, hobi berisiko ini bisa menyeret pelakunya atau yang biasa disebut gestuner dengan beban utang yang akan semakin membengkak.
"Gestun itu kesannya bisa dapat uang dengan mudah tanpa harus berkeringat. Tapi jangan lupa, pada dasarnya uang yang ditarik itu bukanlah uang tabungan atau uang dari sumber pendanaan nyata. Itu adalah utang yang harus dibayar pemilik kartu," ujar Darmadi dalam temu media di Gedung Bank Indonesia (BI) Jakarta, Jumat (19/6/2015). Selain sifatnya yang berupa utang, dana hasil gestun pun bukanlah dana murah. Utang yang sifatnya kredit konsumtif ini memiliki bunga yang tidak kecil yakni sekitar 2-2,7% per bulan atau 24-32% per tahun.
Darmadi menambahkan, kondisi akan semakin membahayakan manakala gestuner menggunakan dananya untuk hal yang tidak bijaksana misalnya menutup utang jatuh tempo kartu kredit lain yang harus dibayar segera. Dalam istilah awam dikenal dengan 'gali lubang tutup lubang'. "Dilihat dari besaran utang mungkin segitu-gitu saja. Tapi jangan lupa, ada bunga di situ. Dan ini bukan menyelesaikan masalah justru hanya menunda hadirnya masalah yang jauh lebih besar karena pada akhirnya kartu kredit yang ada pegang ada limit-nya dan bunganya pun semakin membengkak," papar dia.
"Jadi jangan coba-coba gestun karena akan membahayakan keuangan keluarga Anda," pungkas dia. Gestun adalah praktik menarik uang tunai hingga batas penggunaan kartu kredit dengan menggesekkan kartu kredit di mesin electronic data captrue (EDC) di merchant atau toko. Pemilik toko akan memberikan uang tunai ke pada pemegang kartu kredit sesuai dengan batas maksimal penggunaan kartu kredit yang bersangkutan.
Secara sepintas, praktik ini merupakan solusi jangka pendek yang membantu masyarakat untuk memperoleh dana tunai untuk berbagai keperluan. Namun praktik gestun justru akan menjerat nasabah kartu kredit dalam utang yang semakin lama semakin membengkak.Jumlah pelaku praktik gesek tunai alias gestun kian bertambah tiap tahun. Ada di antaranya yang memanfaatkan uang tunai hasil gestun untuk modal usaha dengan alasan biaya lebih murah dan lebih mudah karena tidak memerlukan agunan.
Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Darmadi Sutanto mengatakan, cara pandang gestun tersebut adalah cara pandang yang salah. Pelaku gestun alias gestuner pada akhirnya bakal dirugikan oleh praktik ilegal yang dilakukannya sendiri. Dalam diskusi dengan media di Gedung Bank Indonesia (BI) Jakarta, ia mengungkapkan bahwa kerugian yang paling utama, ditimbulkan oleh lebih mahalnya bunga pinjaman yang harus dikembalikan.
"Kesannya memang murah karena biaya administrasi dan fee hanya 1% dari nilai uang yang ditarik. Tapi jangan lupa, yang ditarik itu pinjaman dari kartu kredit yang ada bunga pengembalian setiap bulannya yang mencapai 2-2,7%. Artinya, minimum ada bunga 24% per tahun yang harus ditanggung," hitung Darmadi, Jumat (19/6/2015). Dari besaran bunga ini, jelas secara ekonomis penggunaan gestun untuk menarik modal adalah langkah yang berbahaya bagi kesehatan bisnis yang dijalankan.
"Usaha mana yang sanggup menutup bunga 24% per tahun," sambung dia.
Bila dibandingkan dengan pengajuan pinjaman permodalan ke rentenir pun, gestun menurut Darmadi, masih jauh lebih mahal. "Dateng ke gadai-gadai BPKB kendaraan atau televisi misalnya. Paling besar mereka memberikan bunga 14% per tahun. Kalau dibagi 12 bulan, paling perbulan hanya kena 1,1-1,2%. Jadi gestun itu jauh lebih mahal karena memang dia itu pada dasarnya kredit konsumtif," jelas dia.
Bila dibandingkan dengan pinjaman modal usaha resmi yang diajukan ke pihak perbankan, penarikan modal lewat gestun ini pun dianggap masih jauh lebih mahal lagi. "Perbankan itu modal usaha rata-rata 10-11%. Jadi per bulan bisa di bawah 1%. Jadi memang terbukti gestun itu jauh lebih mahal," pungkas dia.
No comments:
Post a Comment