Pemerintah mengizinkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengutip 0,005 persen dari total iuran yang disetor peserta setiap bulannya untuk digunakan sebagai dana operasional bulanan, termasuk membayar gaji staf atau karyawannya. Persentase dana operasional BPJS Kesehatan tersebut berlaku untuk tahun anggaran 2015 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 108/PMK.02/2015, yang terbit 8 Juni 2015 dan diundangkan sehari setelahnya. Beleid ini berlaku surut per 1 Januari 2015.
Pada pasal 1 dari PMK tersebut, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan memperoleh dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial Kesehatan (DJSK) setiap bulan. "Persentase dana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, untuk tahun 2015 adalah sebesar 0,005 persen," ujar Bambang seperti dikutip dari salinan PMK yang diterima .
Apabila terdapat selisih lebih dana operasional, Menkeu menegaskan BJPS Kesehatan wajib menyetorkan kembali sisanya ke dalam Dana Jaminan Sosial Kesehatan. "Penyetoran selisih lebih dana operasional dilaksanakan paling lambat dua bulan setelah diundangkannya Peraturan Menteri ini," jelas Menkeu. Sebelumnya, BPJS Kesehatan memperkirakan risiko defisit neraca keuangan perusahaan hingga Rp 6 triliun pada tahun ini akibat penyimpangan program jaminan kesehatan nasional. Proyeksi tersebut lebih besar dari pada defisit tahun lalu yang mencapai Rp 3,3 triliun. Risiko tersebut muncul akibat ketidaksesuaian antara premi yang di setor dengan jumlah klaim penanganan penyakit berat yang harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Sebagai informasi, BPJS Kesehatan membukukan pendapatan iuran sebesar Rp 12 triliun dalam tiga bulan pertama 2015, dengan total klaim diproyeksi mencapai Rp 13 triliun. Alhasil, potensi defisit yang sudah tergambarkan pada kuartal I 2015 sekitar Rp 1 triliun.
No comments:
Post a Comment