Tuesday, June 30, 2015

Inflasi Juni Diperkirakan Meningkat Tajam Dan Daya Beli Makin Turun

Pengamat ekonomi memprediksi inflasi Juni bakal meningkat dari bulan sebelumnya yang dinilai bakal turut melemahkan level rupiah serta menekan harga surat utang negara (SUN). Kondisi tersebut diperparah dengan faktor eksternal berupa sentimen negatir gagal bayar Yunani. Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan inflasi Juni yang diperkirakan tinggi, membuat yield SUN mulai naik. Selain kekhawatiran terhadap situasi di Yunani, perkiraan akan tingginya inflasi Juni kembali memberi tekanan terhadap harga SUN serta nilai tukar rupiah.

"Pertumbuhan yang tertekan terutama akibat penurunan daya beli masyarakat juga berpeluang kembali tertekan dengan inflasi yang naik tajam. Angka inflasi Juni diperkirakan naik ke 7,4-7,5 persen secara tahunan," tulisnya dalam riset, dikutip Rabu (1/7). Ia menambahkan, kondisi Yunani yang gagal bayar telah membuat imbal hasil obligasi negeri dewa itu naik tajam. Menurutnya, strategi politik Perdana Menteri Yunani untuk menyerahkan keputusan penerimaan proposal utang dari Troika kepada rakyat Yunani melalui referendum yang dijadwalkan akhir minggu ini, memicu kepanikan di pasar global.

Kepanikan dipicu oleh kenaikan tajam yield obligasi Yunani (tenor 10 tahun sudah mencapai 15 persen) seiring dengan meningkatnya peluang keluarnya Yunani dari Zona Euro, hampir semua bursa saham dan mata uang dunia melemah tajam. "Yunani dipastikan tidak akan melunasi utang kepada IMF sebesar €1,5 miliar yang jatuh tempo hari ini dan tidak akan mendapatkan paket pinjaman lanjutan yang bernilai € 7,2 miliar. Mata uang dan pasar modal Asia hari ini berpeluang melanjutkan pelemahannya," jelasnya.

Rangga menjelaskan, rupiah akan melemah, sementara yield SUN terus naik. Menurutnya rupiah melemah mengikuti penguatan dollar di pasar global seiring dengan kisruh utang di Yunani."Walaupun secara fundamental pengaruh perekonomian Yunani minimal terhadap Indonesia, dampak jangka pendek dari penyesuaian portfolio global dipastikan masih akan menekan baik rupiah, IHSG serta SUN," jelasnya. Pasalnya, tingginya kepemilikan asing di pasar saham dan obligasi yang ada bisa mengancam stabilitas pasar keuangan terutama jika Yunani benar-benar keluar dari Zona Euro. Sementara angka inflasi diperkirakan naik sehingga akan menambah sentimen negatif kepada rupiah.

Ekonom PT Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy menyatakan pihaknya memprediksi indeks harga konsumen (IHK) Juni akan mengalami inflasi 0,63 persen secara bulanan, atau naik dari 0,5 secara bulanan pada Mei. "Membentuk inflasi year-on-year 7,36 persen dari 6,8 persen pada periode yang sama tahun lalu," jelasnya. Sementara, Leo mengatakan inflasi inti diprediksi masih tidak berbahaya, yaitu di level 5,04 persen secara tahunan. Pihaknya juga memprediksi Bank Indonesia akan menetapkan kembali BI rate di level 7,5 persen dalam rapat dewan gubernur selanjutnya pada 14 Juli.

Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi pada Juni 2015 ini mencapai kisaran 0,6 persen. Tingginya permintaan bahan pangan selama masa Ramadhan disinyalir menjadi pemicu lonjakan inflasi bulan ini. Secara rinci Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo memperkirakan laju inflasi pada pekan kedua Juni sekitar 0,44 persen dan kemungkinan meningkat pada pekan ketiga menjadi 0,55 persen. Secara kumulatif selama Juni, angka inflasi diprediksi mencapai 0,66 persen secara bulanan (month to month).

"Secara month to month akan mencapai 0,6 persen, kalau secara year on year ya kira-kira 7,4 persen. Tapi itu masih sama seperti yang kami duga," kata Agus di kantornya, Jumat (19/6). Menurut Agus, tekanan yang terjadi pada kelompok makanan yang harganya rentan bergejolak (volatile foods) diyakini menjadi penyumbang utama inflasi Juni. "Memang komponen volatile foods tidak besar, tapi kalau kenaikan tinggi tentu kontribusi ke inflasi," tuturnya.

Mantan Menteri Keuangan itu menyebut beberapa komoditi yang patut diwaspadai inflasinya antara lain daging ayam, telur ayam ras, bawang merah, cabe merah, beras dan bahan pangan lain yang dinilai memiliki bobot besar dala angka inflasi. "Mungkin beberapa komoditi tidak bisa dielakan dan harus diimpor. Tapi pemerintah sudah tahu," katanya.

Selain karena faktor puasa, Agus menilai tingginya kenaikan harga pangan disebabkan pula oleh minimnya pasokan yang beredar di pasar akibat bencana kekeringan El Nino yang tengah melanda sebagian wilayah negara tropis di dunia.

No comments:

Post a Comment