- Kulkas (naik sekitar Rp 75.000)
- Air conditioner (naik sekitar Rp 100.000)
- Mesin cuci (naik sekitar Rp 75.000)
- Televisi (naik sekitar Rp 75.000)
- Papan sirkuit (naik sekitar Rp 500.000)
- Hardisk (naik sekitar Rp 100.000)
- Memori (naik sekitar Rp 100.000)
- Mouse (naik sekitar Rp 5000)
- Flasdisk (naik sekitar Rp 10.000)
- Grafik VGA (naik sekitar Rp 100.000)
- Kamera saku
- Kamera DSLR
- Pengeras suara
- Handy talky (HT)
- DVD player
- Play Station
- Kamera CCTV
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) boleh saja naik terhadap rupiah. Namun harga telepon seluler (ponsel) di dalam negeri tetap stabil, bahkan beberapa merek malah mendiskon harga untuk menaikkan penjualannya. Ponsel merek-merek China jadi salah satu produk elektronik yang kebal terhadap fluktuasi nilai kurs mata uang Paman Sam.
"Dari beberapa merek itu sering berubah naik, apalagi produk masih baru pas ada dolar naik pasti ikut naik, kalau sekarang yang lama kebanyakan tetap atau beberapa turun. Kalau merek Cina itu yang nggak ada ceritanya naik, kalau nggak tetap, ya turun, nggak peduli dolarnya sekarang berapa," ungkap Dewi, kasir toko ponsel Pusat Elektronik PGC Cililitan, Jakarta Timur ditemui
Penyebabnya, kata Dewi, dengan pertimbangan marjin yang tipis, harga ponsel merek China sudah terlanjur murah untuk didiskon.
"Kalau turun yang (merek) China paling goceng (Rp 5.000), yang merek lain kan perubahannya ratusan ribu," tukasnya. Dewi melanjutkan, harga yang stabil ini juga karena stok ponsel China yang sudah banyak membanjiri pasar di dalam negeri.
"Kita kan distributor juga. Stok barang China paling banyak karena ternyata peminatnya juga banyak. Orang HP kayak Nokia tapi harganya murah, yah orang larinya pasti beli yang China, paling banyak di kita yang cari yah HP China," jelas Dewi.
Dari sisi harga, lanjutnya, ponsel merek China masih banyak yang dibanderol rata-rata antara Rp 100.000 sampai Rp 500.000. "Kayak Cherry C95 harganya Rp 130.000, Evercross V2 harganya Rp 155.000. Mito 780 yang sudah bagus dan lengkap aja harganya Rp 300.000," kata Dewi. "Yang buat harga HP China tetap murah itu stok banyak, model banyak, tipenya mirip HP yang mahal, dan harga sudah murah" tambahnya.
Meroketnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah membuat sejumlah produk elektronik di dalam negeri naik harga. Kenaikan harga paling tajam terjadi di produk komputer dan perangkatnya. "Rata-rata kalau barang baru pasti naik. Tapi yang (stok) lama belum terpengah harganya," kata Otoy, pedagang komputer rakitan yang ditemui di Pusat Komputer Harco Mangga Dua, Jakarta Barat, Rabu (17/6/2015).
Otoy menyebut, harga perangkat personal computer (PC) yang mengalami kenaikan paling tajam adalah papan sirkuit (motherboard) yang naik sebesar Rp 500.000. Perangkat komputer lain yang melonjak adalah processor yang kenaikannya Rp 67.000.
"Paling tinggi itu motherboard tergantung merk, sisanya kalau memori, hardisk kita belinya pakai rupiah dari pemasok, jadi masih belum naik. Tapi kita belum tahu, kemungkinan pasti naik kalau ambil sekarang yang produk baru, karena kita masih banyak juga stok lama, kenaikanya US$ 3 sampai US$ 5 per item itu," tutur Otoy. Sementara dari pengamatan di pusat komputer terbesar di Jakarta tersebut, selain perangkat komputer, harga laptop juga mengalami kenaikan rata-rata cukup signifikan.
"Rata-rata barang baru naik dari Rp 100.000 sampai Rp 300.000 paling tinggi," kata Melinda, penjaga toko laptop di Harco Mangga Dua. Menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah berimbas pada naiknya harga produk elektronik. Kondisi ini disiasati sejumlah pedagang dengan menahan pembelian dari distributor.
"Dari beberapa merek itu sering berubah naik, apalagi produk masih baru pas ada dolar naik pasti ikut naik, kalau sekarang yang lama kebanyakan tetap atau beberapa turun. Kalau merek Cina itu yang nggak ada ceritanya naik, kalau nggak tetap, ya turun, nggak peduli dolarnya sekarang berapa," ungkap Dewi, kasir toko ponsel Pusat Elektronik PGC Cililitan, Jakarta Timur ditemui
Penyebabnya, kata Dewi, dengan pertimbangan marjin yang tipis, harga ponsel merek China sudah terlanjur murah untuk didiskon.
"Kalau turun yang (merek) China paling goceng (Rp 5.000), yang merek lain kan perubahannya ratusan ribu," tukasnya. Dewi melanjutkan, harga yang stabil ini juga karena stok ponsel China yang sudah banyak membanjiri pasar di dalam negeri.
"Kita kan distributor juga. Stok barang China paling banyak karena ternyata peminatnya juga banyak. Orang HP kayak Nokia tapi harganya murah, yah orang larinya pasti beli yang China, paling banyak di kita yang cari yah HP China," jelas Dewi.
Dari sisi harga, lanjutnya, ponsel merek China masih banyak yang dibanderol rata-rata antara Rp 100.000 sampai Rp 500.000. "Kayak Cherry C95 harganya Rp 130.000, Evercross V2 harganya Rp 155.000. Mito 780 yang sudah bagus dan lengkap aja harganya Rp 300.000," kata Dewi. "Yang buat harga HP China tetap murah itu stok banyak, model banyak, tipenya mirip HP yang mahal, dan harga sudah murah" tambahnya.
Meroketnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah membuat sejumlah produk elektronik di dalam negeri naik harga. Kenaikan harga paling tajam terjadi di produk komputer dan perangkatnya. "Rata-rata kalau barang baru pasti naik. Tapi yang (stok) lama belum terpengah harganya," kata Otoy, pedagang komputer rakitan yang ditemui di Pusat Komputer Harco Mangga Dua, Jakarta Barat, Rabu (17/6/2015).
Otoy menyebut, harga perangkat personal computer (PC) yang mengalami kenaikan paling tajam adalah papan sirkuit (motherboard) yang naik sebesar Rp 500.000. Perangkat komputer lain yang melonjak adalah processor yang kenaikannya Rp 67.000.
"Paling tinggi itu motherboard tergantung merk, sisanya kalau memori, hardisk kita belinya pakai rupiah dari pemasok, jadi masih belum naik. Tapi kita belum tahu, kemungkinan pasti naik kalau ambil sekarang yang produk baru, karena kita masih banyak juga stok lama, kenaikanya US$ 3 sampai US$ 5 per item itu," tutur Otoy. Sementara dari pengamatan di pusat komputer terbesar di Jakarta tersebut, selain perangkat komputer, harga laptop juga mengalami kenaikan rata-rata cukup signifikan.
"Rata-rata barang baru naik dari Rp 100.000 sampai Rp 300.000 paling tinggi," kata Melinda, penjaga toko laptop di Harco Mangga Dua. Menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah berimbas pada naiknya harga produk elektronik. Kondisi ini disiasati sejumlah pedagang dengan menahan pembelian dari distributor.
"Kalau dolar naik, kita nggak beli dulu barang baru. Nahan sampai dolar turun dulu, kalau beli sekarang tekor kita. Sudah belinya mahal, orang lagi malas beli," kata Ari, pedagang Pusat Elektronik Glodok, Jakarta Barat,. "Tapi kalau barang stok lama, di gudang distributor juga masih banyak. Karena yang (harga) naik pasti barang yang baru datang," tambahnya.
Ari mengungkapkan, rata-rata tokonya mengambil barang sekali dalam sebulan. Namun setelah dolar AS tinggi, ia belum memesan barang baru lagi."Jadi sementara nahan dulu tunggu (dolar AS) turun, kalau barang lama masih banyak stok dengan harga lama, tapi kan belum habis," ujarnya. Pedagang barang elektronik lain, Apin mengalu belum berniat menambah stok barang, khususnya produk baru untuk tokonya. Alasannya sama, dolar AS lagi tinggi.
"Kebetulan stoknya beli pas masih Rp 13.000-an, sekarang dengar-dengar sudah Rp 13.400," kata Apin. Pedagang closed circuit television (CCTV) ini mengatakan, para distributor CCTV sudah mengimpor banyak di awal tahun. Sayangnya, ketika stok banyak justru jumah pembeli yang turun drastis."Ini beberapa item malah turun harga, masih saja sepi. Jadi nggak ada rencana nambah stok dulu dari distributor sambil habisin stok yang lama. Untungnya saya masih punya langganan tetap," tuturnya.
Berbeda dengan barang elektronik lainya, kata Sandi, banyak sekali produsen telepon seluler selalu mengeluarkan model terbarunya dalam kurun waktu yang relatif sempit. "Ini yang di pasar meresponsnya jadi murah produk-produk yang lama, meski itu baru keluar 6 bulan lalu. Makanya dolar naik, ini (harga ponsel) malah turun," ujarnya. Selain itu, lanjutnya, stok barang yang masih menumpuk baik di pedagang maupun distributor, membuat labilnya mata uang rupiah tidak berpengaruh pada harga ponsel.
Sandi mengungkapkan, penurunan penjualan ponsel bulan ini rata-rata berkisar Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Sementara ponsel yang dibanderol di atas Rp 5 juta bahkan turun hingga di atas Rp 1 juta. "Kan tergantung merk juga, produk keluaran baru stabil harganya sejak keluar pertama," sambungnya. Dia mencontohkan, untuk harga ponsel Samsung Galaxy Ace 4 dari sebelumnya seharga Rp 1.300.000 kini dijualnya Rp 1.250.000. Sementara ponsel besutan Sony, Experia dari sebelumnya Rp 2.100.000 kini dibanderol seharga Rp 1.950.000. Sementara Galaxy Note 4 dari sebelumnya Rp 8.500.000 kini dijual Rp 7.000.000 saja.
"Yang mengalami penurunan itu kebanyakan Samsung, Vivo, Sony. Sisanya kaya Oppo, Advance, Asus, Acer masih belum turun atau naik," bebernya.
No comments:
Post a Comment