Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memangkas jumlah bidang usaha yang bisa mendapatkan fasilitas keringanan pajak penghasilan (tax allowance) dari sebelumnya 11 bidang usaha menjadi 8 bidang usaha. Dalam salinan draft Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang kriteria dan persyaratan pemanfataan tax allowance yang diterima sebelumnya, disebutkan terdapat 11 bidang usaha penerima fasilitas keringanan pajak tersebut.
Bidang usaha tersebut antara lain penangkapan ikan bersirip (pisces) di laut, penangkapancrustacea di laut, penangkapan mollusca di laut, pembesaran ikan laut, pembesaran ikan air tawar di keramba jaring apung, industri pembekuan ikan, serta industri berbasis daging lumatan dan surimi.
Selain itu terdapat industri pengolahan ikan dan biota air (bukan udang) dalam kaleng, industri pengolahan dan pengawetan udang dalam kaleng, industri pembekuan biota air lainnya serta industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk biota air lainnya. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P. Hutagalung mengatakan instansinya memangkas tiga industri yang berbasis penangkapan. Bidang usaha tersebut antara lain penangkapan ikan bersirip (pisces) di laut, penangkapan crustacea di laut, dan penangkapan mollusca di laut sebagai bidang usaha yang bisa memperoleh fasilitas tax allowance. Pasalnya, KKP menilai hal itu masih rentan jika diberikan untuk Penanaman Modal Asing (PMA).
“Ibu Susi inginnya tax allowance untuk industri penangkapan hanya diberikan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) saja, bukan asing. Tapi untuk saat ini tidak dicantumkan dulu, jadi hanya delapan saja,” ujar Saut ketika dihubungi . Namun Saut menjelaskan, tidak menutup kemungkinan untuk kembali menambahkan daftar bidang usaha penangkapan agar bisa memperoleh fasilitas keringanan pajak. Ia menyatakan, perubahan tetap bisa dilakukan setelah melihat situasi ke depan.
“Peraturan Menteri masih bisa diubah nantinya. Kami ingin lihat dulu, ke depannya seperti apa. Bu Susi menyatakan masih ada kemungkinan,” ungkapnya.Ia mengungkapkan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tentang Kriteria dan/atau Persyaratan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu Pada Sektor Kelautan dan Perikanan tersebut telah diteken Susi pada 17 Juni 2015.
“Peraturan ini telah ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan masih dalam proses pengundangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” ungkapnya. Seperti diketahui, Permen tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Pemberian Insentif Fiskal Berupa Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance) Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.
Fasilitas tersebut diberikan kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal (PMA dan PMDN), baik penanaman modal baru maupun perluasan usaha yang telah ada, sepanjang memenuhi kriteria, antara lain, memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor; memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar; atau memiliki kandungan lokal yang tinggi.
Nantinya, fasilitas yang akan diberikan berbentuk pengurangan penghasilan netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal, dibebankan selama 6 tahun, masing-masing 5 persen per tahun sejak saat mulai berproduksi secara komersial; penyusutan yang dipercepat dan amortisasi yang dipercepat. Selain itu juga pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri sebesar 10 persen, atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tapi tidak lebih dari 10 tahun.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akan mengumumkan hasil temuan Tim Analisa dan Evaluasi (anev) Satgas Anti Illegal Fishing terkait nama-nama perusahaan yang tersandung masalah illegal fishing. Jika terbukti perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pelanggaran terhadap aturan penangkapan ikan, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mecabut surat izin usaha perikanan (SIUP) milik perusahaan tersebut.
"Setiap minggu akan kami umumkan update anev-nya. Hanya pengumumannya bertahap. Kesalahannya ada yang sampai pidana, ada yang hanya administratif. Kalau sampai kesalahan pidana akan kami serahkan ke Kepolisian, kalau hanya administrasi cukup sampai penutupan saja," ujar Susi di Jakarta, Kamis (25/6). Sebelumnya Susi telah mencabut izin usaha lima perusahaan perikanan yang diduga melakukan tindak illegal fishing. Seluruh proses perizinan yang dicabut adalah Surat izin Kapal Penangkap Ikan (SIPI), Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) dan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).
Kelima perusahaan tersebut adalah PT Maritim Timur Jaya (MTJ) di Tual Maluku, PT Dwikarya Reksa Abadi di Wanam (Papua), PT Indojurong Fishing Industry di Penambulai (Maluku), PT Pusaka Benjina Resources (Maluku), dan PT Mabiru Industry (Maluku). Dari kelima perusahaan itu, baru PT Pusaka Benjina Resources (Maluku) yang seluruh perizinannya sudah dibekukan.
Sementara itu untuk PT Dwikarya, menurut Susi, Dwikarya diduga juga turut membantu melakukan tindakan jual beli ikan di tengah laut (transhipment) di luar wilayah operasi tangkapnya. Selain memasok kapal MV Hai Fa dengan alat pendingin ikan, Dwikarya juga diduga melakukan pelanggaran dalam bidang administrasi seperti Laporan Kegiatan Usaha (LKU) serta kewajiban dalam perpajakan.
Sebelumnya Susi juga pernah mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin usaha bagi 49 perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran berat dan sangat berat berdasarkan hasil anev tim Satgas Anti Illegal Fishing.
No comments:
Post a Comment