Ancaman krisis Yunani semakin dekat seiring tanggal jatuh tempo atas utang sebesar 1,54 miliar euro (Rp 22 triliun) kepada International Monetary Fund (IMF) tepat hari ini, 30 Juni 2015.Yunani masih bersikeras untuk menolak pinjaman atau utang baru yang ditawarkan para kreditur yang disebut Troika, yaitu Uni Eropa, European Central Bank (ECB/Bank Sentral Eropa), dan IMF.
Troika ini bersedia memberikan bantuan hingga 7,2 miliar euro (Rp 108 triliun) untuk menutupi utang tersebut sampai akhir tahun ini dengan syarat tertentu, di antaranya Yunani diminta memangkas anggaran, terutama dana pensiun PNS, hingga menaikkan pajak. Jika Yunani dinyatakan bangkrut, tentu akan ada dampak terhadap negara-negara lain terutama negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Seperti apa?
Senior Analis Bahana Securities Harry Shu melihat, krisis Yunani akan berdampak pada negara-negara lain termasuk Indonesia. Ancaman krisis ini telah membuat mata uang euro tertekan dan menguatkan mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Penguatan dolar AS ini juga akan menekan mata uang negara lainnya termasuk Indonesia. "Sekarang sudah kelihatan kan, rupiah makin melemah. Kondisi Yunani ini bikin euro melemah, kalau euro melemah, dolar AS makin kuat, kalau dolar AS kuat, rupiah ya terus melemah," ungkap dia, Selasa (30/6/2015).
Lebih jauh Harry menjelaskan, jika Yunani dinyatakan gagal bayar atas utang-utangnya tidak menutup kemungkinan ancaman krisis melanda negeri dewa-dewi ini. Tentu ini akan menyeret negara lain termasuk Indonesia. Seiring penguatan dolar AS akibat krisis Yunani, rupiah akan semakin melemah bahkan diperkirakan bisa mencapai level Rp 14.000 di akhir tahun.
Kondisi tersebut diperburuk dengan rencana naiknya suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). Hal tersebut akan semakin menekan mata uang Garuda.
"Ekspektasi rupiah bisa di Rp 14.000. Itu kalau Yunani bangkrut, ditambah ada kenaikan The Fed, kalau dua itu dikombinasikan, akan membuat super dolar tentunya, jadi bisa ke arah Rp 14.000," sebut harry. Ia mengungkapkan, pengaruh krisis Yunani tak berhenti di situ. Sektor keuangan lain seperti pasar modal juga akan kena imbasnya. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan terkoreksi mengekor pelemahan rupiah.
Diperkirakan IHSG akan berada di level 5.100, jauh di bawah prediksi sebelumnya yang diyakini bisa menembus level 5.900. "Tentu kalau rupiah melemah, IHSG mengikuti, karena kan kalau rupiah melemah menurunkan laba perusahaan-perusahaan," kata dia. Nilai tukar rupiah masih belum menunjukkan taringnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Apalagi ditambah sentimen Yunani yang mau bangkrut, rupiah bisa makin terpuruk.
Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan, lemahnya nilai tukar rupiah lebih kepada dampak dari persepsi pasar saja. Dulu pelaku pasar terlalu percaya bahwa Jokowi bisa membuat rupiah makin menguat.
"Mereka (investor) karena overconfident kan sebelumnya ke Indonesia, ke Pak Jokowi. Kemudian pada saat melihat ini, tiga bulan pertama boleh dibilang nggak ada apa-apa karena kan masih mengurusi APBN-P, terus masih ada masalah nomenklatur kementerian. Jadi boleh dibilang 6 bulan ini kan memang sangat minim sekali realisasi," katanya usai bertemu Presiden Jokowi bersama para pakar ekonomi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (29/6/2015).
Menurut Destry, Jokowi akan mempercepat pembangunan aneka infrastruktur ini di semester II-2015. Program-program pemerintah lainnya juga akan digenjot terutama untuk merangsang daya beli masyarakat. "Aku rasa itu bisa mengubah persepsi dari masyarakat yang sekarang mostly agak pesimistis. Walaupun sebetulnya pesimisnya dari high expectation (ekspektasi tinggi). Jadi even (meskipun) kita tumbuh 4,5% atau 4,9% tetap saja dianggapnya tidak prima," jelasnya.
Sampai sore ini, dolar AS masih perkasa di kisaran Rp 13.368. Posisi tertinggi yang bisa diraih dolar AS ada di Rp 13.375.
No comments:
Post a Comment