Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membawa Indonesia masuk dalam peringkat 100 besar negara dengan tingkat kemudahan berusaha (ease of doing business/EODB) pada 2019. Untuk mencapai target tersebut, BKPM menginginkan adanya perbaikan kebijakan pemerintah di bidang usaha.
Salah satu kebijakan yang dinilai mampu meningkatkan level Indonesia di EODB adalah amandemen ketentuan minimum modal disetor pada pembentukan Perseroan Terbatas (PT) pada Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Dengan adanya perubahan ketentuan modal disetor tersebut, BKPM yakin peringkat EODB Indonesia bisa meningkat secara signifikan.
"Jika kita melihat secara indikator-indikator EODB, perubahan ketentuan modal disetor bagi pembentukan PT akan membuat peringkat kemudahan bisnis Indonesia semakin membaik. Usulan kami adalah bukan menghilangkan ketentuan modal disetor, tapi jumlah modal disetor adalah kesepakatan bersama para pemilik PT tersebut," ujar Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM Farah Ratnadewi Indriani di Jakarta, Selasa (9/6).
Dengan membandingkan 188 negara lain yang juga disurvei dalam indeks EODB, Farah mengatakan bahwa hanya Indonesia yang masih menganut kebijakan modal awal disetor bagi pembentukan PT. Jika Indonesia ingin fokus pada perbaikan indeks yang dikeluarkan Grup Bank Dunia ini, maka amandemen atas ketentuan modal disetor dalam beleid tersebut akan memengaruhi poin pertama dari 10 indikator utama EODB yaitu Starting a Business.
Jika pemerintah bisa merevisi UU itu, Farah beranggapan kondisi awal memulai bisnis di Indonesia bisa setara dengan negara-negara yang memiliki peringkat EODB lebih tinggi. Pasal 33 UU Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa perusahaan perlu menyetor modal dasar paling sedikit 25 persen dari modal dengan angka modal minimal Rp 50 juta. Farah menegaskan, Indonesia tak perlu menghapus ketentuan tersebut, namun mengubah pasal itu agar lebih fleksibel.
"Kalau sepenuhnya dihilangkan ketentuan modal disetor, maka hal itu juga tak bisa diterapkan sepenuhnya di Indonesia. Menurut hemat kami, lebih baik ketentuan modal disetor bisa kurang dari 25 persen layaknya ketentuan awal," jelasnya.
Belum Masuk Prioritas
Amandemen UU PT sendiri sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun lalu, namun sampai sekarang kajiannya belum selesai dilaksanakan. Bahkan menurutnya, UU ini belum masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Memang assesment yang dibutuhkan juga lama. Kalau pemerintah mau fokus di situ, mungkin pihak-pihak yang mengurusi langsung bisa menyegerakan pelaksanannya. Karena dalam hal ini, peningkatan indeks OEDB bukan domain kami secara langsung, tapi memang kami saja yang ditunjuk untuk mengoordinir peningkatan peringkat OEDB ini," terang Farah.
Sebagai informasi, Grup Bank Dunia menempatkan Indonesia pada peringkat 114 dari 189 negara yang disurvei dalam OEDB 2015. Posisi ini membaik dibanding tahun sebelumya dengan peringkat 120. Meskipun demikian, peringkat Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia (peringkat 18) atau Filipina (peringkat 95).
Indeks OEDB sendiri memiliki 10 indikator yaitu starting a business, dealing with construction permits, getting electricity, registering property, paying taxes, trading across borders, getting credit, protecting minority investors, enforcing contracts, dan resolving insolvency. Khusus untuk indikator starting a business, Indonesia masih menduduki peringkat ke-155 dari 189 negara.
No comments:
Post a Comment