Bakal ada pembangunan pabrik tepung tapioka (singkong) mulai Agustus 2015 di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung. Pabrik ini merupakan kerjasama Induk Koperasi Unit Desa (KUD) dengan investor asal China. Pabrik senilai US$ 4 juta sekitar Rp 52 miliar adalah hasil kerjasama dengan 2 perusahaan asing yaitu Beijing Zhong Shang and Technologi Development Co.Ltd asal China dan Imperial Plantation Corporation asal Malaysia.
Chairman Beijing Zhong Shang and Technology Development Co. Ltd Lin Sheng Feng mengaku senang bisa membangun pabrik sekaligus berinvestasi di Indonesia. Perusahaan swasta ini punya misi khusus berinvestasi di Indonesia yaitu mengurangi jumlah orang miskin di Indonesia."Hari ini saya senang karena Beijing Zhong Shang bisa hadir di sini. Kita berharap bisa bekerjasama dengan KUD terutama membantu orang miskin terutama petani yang menjadi anggota KUD," katanya di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (19/6/2015).
Ia menegaskan perusahaannya akan mengembangkan bisnis pertanian di Indonesia jauh lebih besar lagi. Harapannya jumlah petani miskin Indonesia berkurang dan sistem pertanian di Indonesia bisa menggunakan sistem yang modern."Kita ini punya misi khusus terutama mengurangi jumlah orang miskin dan ini bagian dari misi pemerintahan China. Sekarang kami ingin bantu orang miskin di sini. China banyak pertanian yang cukup terkenal di sini. Tahun depan kita akan terus bekerja di beberapa proyek terutama di desa-desa. Ini kerjasama Zhong Shang dengan Induk KUD," tuturnya.
Sedangkan Chairman Imperial Plantation Robbie Chua juga mengatakan hal yang sama. Perusahaan swasta asal Malaysia ini bahkan akan mengembangkan bisnis pertanian lain di Indonesia seperti penanaman jahe dan ginseng. "Kami mengambil bagian dari proyek singkong ini karena cocok dengan kita di bidang produksi makanan. Rencana penanaman singkong ini akan menjadi suatu proyek yang saya pikir akan sukses, tetapi yang penting adalah memberantas kemiskinan dan sangat penting untuk menaikkan taraf hidup petani di Indonesia," katanya.
Para Koperasi Unit Desa (KUD) mendeklarasikan pembangunan pabrik tepung tapioka di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung. Pabrik yang mulai akan dibangun Agustus 2015 ini adalah hasil kerjasama dengan 2 perusahaan asing yaitu Imperial Plantation Corporation asal Malaysia dan Beijing Zhong Shang and Technology Development Co.Ltd asal China.
"Mereka ini (kedua perusahaan) datang ke Indonesia dengan niat tulus untuk menolong petani. Pabrik akan mulai dibangun Agustus 2015 dan selesai dalam waktu 6 bulan ke depan," kata Ketua Umum Induk KUD Herman Y.L Wutun di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (19/6/2015). Adapun investasi yang digelontorkan kedua perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) itu adalah US$ 4 juta sekitar Rp 52 miliar. Masing-masing US$ 2 juta oleh Imperial Plantation Corporation dan US$ 2 juta dari Beijing Zhong Shang and Technology Development Co.Ltd.
"Jadi investasinya 50% dan 50%," tambahnya.
Nantinya kapasitas pabrik tersebut mampu menghasilkan 400 ton tepung tapioka per hari atau mampu mengolah 1.600 ton singkong basah per hari. Kondisi ini sangat strategis karena Indonesia masih bergantung tepung tapioka impor. Pabrik akan dibangun di lahan seluas 129 hektar. Kemudian di Bangka Selatan sendiri sudah ada 10.000 hektar yang siap ditanami singkong yang akan digunakan sebagai penyuplai kebutuhan pabrik.
"10.000 hektar dimiliki oleh 5.000 petani. Setiap petani mampu menghasilkan 40 ton/ hektar. Bila harga singkong basah Rp 1.000/kg maka, penghasilan per hektar Rp 40 juta sedangkan biaya produksi Rp 10 juta, jadi petani dapat Rp 30 juta/hektar. Yang penting petani mendapatkan pendapatan tambahan," tuturnya.
Nantinya bila pabrik ini rampung dibangun, mayoritas produksi tepung tapioka akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Bila diperlukan, maka akan diekspor dengan bantuan perusahaan China Food Corporation untuk pemasaran tepung tapioka di pasaran internasional. "Kita prioritas untuk kebutuhan dalam negeri. Kalau harga cocok tentu untuk dalam negeri. Ekspor? kita fokus dulu ke dalam negeri, orientasi ke harga, nanti kita lihat," sebutnya.
Indonesia hingga kini masih rutin mengimpor singkong dari negara lain dalam bentuk tepung tapioka. Rencana pembangunan pabrik tepung tapioka di Bangka-Belitung oleh investor menjadi kabar baik. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat Indonesia pernah mengimpor singkong US$ 1,6 juta dari 3 negara yaitu China, Thailand, dan Vietnam, dalam setahun.
Deputi bidang Produksi Kemenkop UKM I Wayan Dipta mengungkapkan dengan luas pertanian yang cukup besar, seharusnya Indonesia tidak perlu impor. "Negara Indonesia tidak sepantasnya kita mengimpor singkong bahkan dari China, Thailand dan Vietnam. Total impor ke 3 negara US$ 1.6 juta sangat banyak padahal kita punya potensi yang besar," kata Wayan saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (19/6/2015).
Wayan bercerita, potensi produksi singkong Indonesia relatif besar. Sayangnya potensi produksi ini tidak seimbang dengan minimnya akses pasar singkong di dalam negeri. Sehingga mengakibatkan petani malas menanam singkong. "Saya jadi teringat di tahun 1998 saat krisis itu, saya kedatangan 3 investor dari Taiwan, Hong Kong dan China dan mereka ingin meminta Cassava Chips dari Indonesia dikirim ke China. Cassava Chips saat paling besar diproduksi di Lampung, Kediri dan Sulawesi Selatan," tambahnya.
Dengan adanya kerjasama antara Induk KUD dengan dua perusahaan asing yaitu Beijing Zhong Shang and Technologi Development Co.Ltd asal China dan Imperial Plantation Corporation asal Malaysia dalam pembangunan pabrik tepung tapioka senilai US$ 4 juta atau sekitar Rp 52 miliar di Bangka, menjadi kabar baik,
Ia mengaku senang pasalnya potensi dibangunnya industri singkong di Bangka Belitung cukup besar karena banyak lahan pertanian yang tak terpakai. "Saya senang kita punya potensi besar untuk singkong terutama tentu ke depan kita mandiri di bidang pangan ini," tambahnya. Ia juga berharap, tidak hanya tepung tapioka, tetapi pabrik yang dibangun di Bangka Belitung bisa menghasilkan mokaf. Mokaf ini yang dipakai dan digunakan untuk mengganti gandum.
"Indonesia itu membutuhkan gandum setiap tahun 7,2 juta ton senilai Rp 35 triliun/tahun atau 20% dari kebutuhan pangan kita. Anggaran Kementan saja Rp 27 triliun. Kalau Induk KUD bisa kembangkan mokaf juga yang demandnya meningkat juga bisa mengganti subtitusi impor gandum seperti dapat dibuat untuk menghasilkan produk makanan seperti kue, roti yang dibutuhkan oleh kita," jelasnya.
No comments:
Post a Comment