Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah melakukan strategi dalam mendorong ekonomi dalam negeri. Terlebih pada triwulan I 2015, telah terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi ke level 4,7 persen. Hal itu diutarakan Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto, dalam mengantisipasi pengusaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat penjualan yang menurun.
"Pengusaha bisa melakukan PHK. Memang betul (pelambatan pertumbuhan ekonomi) ada pengaruh dari eksternal, tapi perekonomian dalam negeri perlu diselamatkan, dunia usaha sulit menghadapi ini, daya beli masyarakat sekarang turun dan kebijakan moneter yang ketat," kata Suryo, Senin (25/5/2015).
Jika daya beli masyarakat menurun, maka otomatif penjualan produk dari berbagai perusahaan ikut menurun. Kondisi ini, maka membuat pengusaha akan mengerem kegiatan produksinya dan bahkan dapat menghentikan produksi untuk sementara waktu. "Properti, otomotif, retail dan konsumen produk itu semuanya lagi menurun," ucapnya.
Sementara itu mengenai langkah pemerintah dalam menggenjot perekonomian ini. Dirinya mengusulkan, adanya penurunan suku bunga acuan perbankan (BI Rate) agar pengusaha ketika meminjam uang diperbankan untuk ekspansi tidak terbebani dengan bunga yang tinggi. Selain itu, kebijakan mendongkrak pajak pada sekarang ini tidak tepat karena pengusaha sedang dihadapkan dengan perlambatan ekonomi. "Itu (kenaikan target penerimaan pajak) waktunya enggak pas. Sekarang pengusaha pada megap-megap," tutur Suryo.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) meminta pemerintah dan semua stakeholder ekonomi nasional untuk duduk bersama mencari solusi atas terpuruknya kondisi ekonomi saat ini. Bahkan, dampak pelemahan ekonomi sekarang sudah sangat menekan sektor riil. Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto nampak khawatir dengan situasi sektor riil saat ini. "Karena kalau sektor riil ini terganggu maka ujung-ujungnya ya PHK (pemutusan hubungan kerja). Atau, bisa juga penutupan perusahaan," ujar Suryo Bambang Sulisto di Jakarta, Selasa (5/5/2015).
Dia menuturkan, para pengusaha tentu tak ingin terjadi PHK kepada karyawannya. Namun kata dia, pengusaha juga saat ini mengalami beban yang sangat berat karena kondisi ekonomi yang lesu. Oleh karena itu dia meminta pemerintah untuk kembali memikirkan berbagai kebijakan misalnya pengenaan pajak yang tinggi pada beberapa sektor dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) untuk industri.
"Di satu sisi kita mau peningkatan pendapatan dari pajak, tapi ini tumbuhnya saya rasa kurang tepat saat in. Baik itu timing kenaikan tarif listrik, ke silam upah buruh dan llain-lain. Jadi kita mau kemana? Kalau perusahaan sulit ya ujungnya PHK," kata dia. Perlambatan ekonomi membawa korban! Banyak perusahaan yang sudah melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK ke karyawannya.
Ada enam sektor usaha yang terpaksa harus merumahkan karyawannya. Mereka adalah industri tekstil, alas kaki, perusahaan pertambangan, jasa minyak dan gas, perusahaan semen serta otomotif. Mari kita tengok satu per satu datanya. Data Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyebutkan, sejak Januari 2015, industri sepatu Indonesia telah melakukan PHK secara bertahap terhadap 11.000 pekerja.
Adapun, di sektor pertambangan, kondisinya lebih parah lagi. Sektor industri tambang yang mengalami bisnis minus 2,32 persen di kuartal I 2015, telah melakukan PHK terhadap ratusan ribu pekerja. Khusus di sektor batubara, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengatakan jumlah pekerja di sektor tambang ini sudah berkurang setengah atau sekitar 400.000-500.000 orang dari total pekerja sekitar 1 juta orang.
PHK di industri batubara terjadi karena perusahaan mengurangi volume produksi demi meminimalisir kerugian akibat merosotnya harga batubara di dunia. "Langkah efesiensi sulit dilakukan, makanya banyak karyawan dirumahkan," tandas Pandu P. Sjahrir, Ketua Umum APBI, Rabu (20/5/2015).
Di sektor mineral, PHK besar-besaran telah terjadi sejak tahun lalu saat pemerintah melarang ekspor mineral. "Saat ini, ancaman PHK masih terjadi di perusahaan penghasil logam dan konsentrat," tutur Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia.
Adapun di sektor ritel masih akan menunggu perkembangan ekonomi. Namun, bila daya beli masyarakat terus terperosok, bukan mustahil kalau sektor ini akan merumahkan karyawan. "Kami masih wait and see," ujar Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta. Harapannya, kondisi pahit ini tak terjadi.
Gelombang PHK yang sudah terjadi di sejumlah sektor industri ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Bila merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di tanah air memang terus bertambah. Bahkan, di bulan Februari 2015, menjadi puncak angka pengangguran tertinggi di Indonesia sejak Agustus 2012.
Jika bulan Agustus 2012, pengangguran tercatat 7,24 juta orang, maka di bulan Februari 2015, jumlahnya bertambah menjadi 7,45 juta orang. Catatan BPS, tingkat pengangguran terbuka pada bulan Februari 2015 lalu mencapai 5,8 persen dari total angkatan kerja sebanyak 128,3 juta. Dus, jika perlambatan ekonomi berlanjut, jumlah pengangguran dipastikan akan bertambah.
Sejumlah terobosan untuk menggairahkan ekonomi harus dilakukan agar target pemerintah mengurangi angka pengangguran sebesar 5,6 persen dari angkatan kerja di tahun ini tercapai. Salah satunya dengan merealisasikan proyek infrastruktur. "Jika proyek infrastruktur sesuai rencana dan penggunaan tenaga domestik signifikan, ada peluang pengangguran di Agustus turun," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo
No comments:
Post a Comment