Perusahaan asal Malaysia, Felda Global Ventures (FGV) Holdings Berhad membeli 37 persen saham PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) milik Rajawali Group besutan Peter Sondakh dengan nilai mencapai US$ 680 juta atau Rp 9,04 triliun yang terdiri dari gabungan dana tunai dan saham. Rajawali Group pun untung besar. Pasalnya, transaksi ini setara dengan harga Rp 765 per saham, 1,7 kali lebih tinggi dari harga penutupan saham BWPT di bursa pada tanggal 12 Juni 2015 yang senilai Rp 450 per lembar.
Jika ditilik dari sejarah kepemilikannya, Rajawali Group sebelumnya membeli BWPT dengan harga Rp 400 per saham saat melalui skema Penawaran Umum Terbatas (PUT) dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue akhir tahun lalu. Jika dihitung, maka Rajawali meraih untung lebih dari Rp 4 triliun.
Dalam transaksi ini, Felda akan membayar 30 persen saham BWPT dengan tunai senilai US$ 632 juta. Sementara sisa 7 persen saham BWPT akan ditukar dengan 95 juta saham baru FGV sehingga Rajawali akan memiliki 2,6 persen di perusahaan Malaysia itu. Di saat yang sama, FGV juga akan mengakuisisi 95 persen kepemilikan di proyek gula Rajawali senilai $67 juta dengan tunai. Proyek gula tersebut akan berada di bawah FGV Kalimantan Sdn Behd, anak usaha dari FGV.
"Kemitraan ini akan semakin meningkatkan kemampuan teknis dan menciptakan proses transfer pengetahuan seperti bidang teknologi dan pengembangan. Rajawali memiliki land bank yang luas dan nanti akan dikembangkan oleh FGV," kata Darjoto Setyawan, Managing Director Rajawali Corpora dalam acara penandatanganan perjanjian akuisisi tersebut di Hotel Ritz Carlton Kuningan, Jakarta, Jumat (12/6).
BWPT saat ini memiliki total lahan sebesar 425.000 hektare, dengan 67 persen berlokasi di Kalimantan, 9 persen di Papua, 19 persen di Sulawesi dan 5 persen di Sumatera. Terdapat perkebunan seluas 152.000 hektare dengan 76 persen wilayah yang sudah menghasilkan dan 24 persen belum menghasilkan. Umur rata-rata tanaman yang sudah menghasilkan adalah 8 tahun.
Dato' Mohamad Emir Mavani Abdullah, Group President FGV mengatakan Rajawali adalah mitra yang kuat di Indonesia dan transaksi itu menyediakan akses kepada pasar Indonesia dengan pendapatan yang signifikan dan peluang melalui jaringan yang luas. "Melalui kesepakatan ini kami akan menjadi pebisnis terbesar dan terkuat pada industri perkebunan kelapa sawit global," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Kendati Rajawali Group untung banyak, tetapi FGV masih menilai harga tersebut murah karena penghitungan biaya dan dari sejarah akuisisi perusahaan Malaysia tersebut. Diketahui, dari enam transaksi akuisisi FGV yang terakhir, pembelian saham BWPT memiliki nilai biaya terendah. Sebelumnya, FGV tercatat melakukan akuisisi kepada Golden Energy dengan nilai biaya US$ 20.400 per hektar tertanam, sementara BWPT lebih rendah dari nilai itu.
“Akuisisi BWPT menunjukkan biaya (blended cost) sekitar US$ 17.400 per hektar tertanam, atau paling murah dibandingkan sejumlah transaksi akuisisi sebelumnya,” ungkap Dato' Emir. Di sisi lain, transaksi ini akan membuat yield perkebunan FGV semakin rendah karena saat ini rata-rata umur tanaman FGV adalah 15 tahun sedangkan BWPT hanya 8 tahun. "Ini akan meningkatkan yield dalam jangka dekat dan mengurangi biaya capex yang diperlukan untuk penanaman kembali," katanya.
Sementara, bagi Rajawali, transaksi ini tentunya sangat menguntungkan karena dapat mengembalikan modalnya setelah menyuntik BWPT melalui rights issue pada tahun lalu. Darjoto mengatakan dana hasil transaksi dari FGV ini akan digunakan untuk membayar utang.
"Dalam situasi ekonomi lemah saat ini, kami ingin memiliki kas yang lebih banyak karena cash is king. Sebagian besar akan kami gunakan untuk membayar pinjaman dan memperkuat modal. Kalau ada peluang bagus, akan menjadi keuntungan bagi kami," kata Darjoto. Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia meminta perlindungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait diskon harga penawaran rights issue PT BW Plantation Tbk (BWPT) yang lebih dari setengah harga wajar.
Kemarin, BWPT mengumumkan akan melakukan penawaran saham melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue pada harga Rp 390-411. Dengan menawarkan 27 miliar saham, nilai rights issue tersebut mencapai Rp 11 triliun. Rajawali Corpora milik pengusaha Peter Sondakh akan menjadi pembeli siaga didukung oleh beberapa sekuritas dalam dan luar negeri.
Menurut masyarakat pasar modal yang enggan menyebutkan identitasnya itu, harga penawaran rights issue BWPT telah merugikan pemegang saham publik. BWPT telah memberikan diskon harga yang jauh lebih rendah dari harga saham rata-rata per tahun sebesar Rp 1.200 per saham."BWPT sangat merugikan pemegang saham publik, potensial loss nya bisa mencapai 65 persen," tulis siaran pers Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISI), Kamis (25/9).
Pemegang saham pengendali tidak dirugikan karena memiliki perjanjian pengalihan yang juga tidak gratis. BWPT dan Rajawali melakukan tukar guling saham pada bisnis kelapa sawitnya. Hal ini membuat perusahaan tersebut masuk sebagai tiga besar perusahaan kelapa sawit di Indonesia.
"Slogan OJK Mengatur,Mengawasi, dan Melindungi. Kami meminta perlindungan dari OJK terhadap kasus ini dan nyata-nyata investor dirugikan secara langsung, walaupun rights issue belum dilakukan," jelasnya.
Dalam prospektus rights issue yang diumumkan kemarin, BWPT menyatakan setiap pemilik satu saham lama berhak untuk mengeksekusi enam saham HMETD ini. Namun jika pemegang saham publik tidak mengambil jatahnya, maka pembeli siaga telah siap mengambil sisa saham tersebut.
Perusahaan kelapa sawit Indonesia, PT BW Plantation Tbk (BWPT), akan meraup dana sebesar Rp 11,1 triliun dari aksi Penawaran Umum Terbatas I (PUT I) dalam rangka Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue. PT Rajawali Corpora yang dimiliki pengusaha Peter Sondakh akan menjadi pembeli siaga.
Dalam prospektus keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, BWPT mengumumkan akan menawarkan 27 miliar saham biasa atau 85,71 persen dari modal disetor. Harga pelaksanaan rights issuetersebut sebesar Rp 390-411 per saham. Dengan begitu, perseroan akan mendapatkan dana sebesar Rp 10,53 triliun - 11,10 triliun. Setiap pemegang satu saham lama berhak atas enam saham HMETD ini.
Saham Baru yang diterbitkan dalam PUT I memiliki hak yang sama dan sederajat dalam segala hal termasuk hak atas dividen dengan saham yang telah disetor penuh lainnya. Jika pemegang saham tidak mengeksekusi saham baru ini, maka saham yang tersisa tersebut akan dibeli oleh PT Rajawali Capital International, PT BNI Securities, PT Danareksa Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas dan PT Valbury Asia Securities.
Langkah Rajawali Group mengakuisisi BW Plantation terkait dengan upayanya menjadi perusahaan sawit besar di Indonesia. BWPT telah menandatangani Condition Sale and Purchase Agreement (CSPA) dengan Green Eagle Palm Limited, perusahaan afiliasi PT Rajawali Corpora pada awal pekan ini. Perjanjian itu terkait poembelian 100 persen saham di Green Eagle Holdings Pte.
Direktur BW Plantation Kelik Irwantono mengatakan melalui rights issue ini, BWPT akan memiliki 100 persen saham di perusahaan kelapa sawit milik Rajawali Group. Dengan begitu, perseroan akan tercatat sebagai perusahaan kelapa sawit terbesar ketiga di Indonesia. "Lahan kami akan mencapai 419 ribu hektar dan akan cukup diperhitungkan sebagai perusahaan sawit berskala besar di Indonesia," katanya di Jakarta, Rabu (24/5).
Saat ini perseroan masih menunggu persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk meloloskan aksi tersebut. Setelah disetujui, BWPT segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham pada 10 November mendatang. Sejauh ini, dia melihat Rajawali belum akan menggelar tender offer kendati akan menjadi pemegang saham mayoritas di BWPT. "Controlling nya tidak berubah, jadi saya kira belum perlu tender offer," ucap dia.
Setelah sepekan, BEI menghentikan sementara saham BW Plantation, hari ini perdagangan saham kembali dibuka. Diskon harga 60 persen HMETD itu turut mengerek jatuhnya harga saham BWPT 24,61 persen ke level Rp 720 per saham. Masuknya Rajawali ke BWPT diperkirakan akan membuat saham perusahaan itu kian aktif diperdagangkan. Melihat rekam jejak sejumlah perusahaan yang pernah diakuisisi Rajawali Seperti PT Bentoel Internasional Tbk dan PT Semen Indonesia Tbk, salah satu orang terkaya di Indonesia itu bisa meraup keuntungan yang cukup besar dari penjualan saham tersebut.
No comments:
Post a Comment