Sunday, June 14, 2015

Penerbitan Samurai Bond Senilai Rp. 7 Triliun Terganjal Masalah Pajak

Pemerintah Indonesia belum dapat menerbitkan obligasi berdenominasi yen (samurai bond) di pasar Jepang hingga permasalahan administrasi perpajakan kedua negara teratasi. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro sejauh ini belum dapat memastikan kapan persoalan pajak tersebut dapat dituntaskan. Intinya, lanjut Bambang, persiapan penerbitan surat utang yen tersebut sudah siap.

"Tinggal tunggu proses di Jepang terkait pajak," ujarnya di kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Ahad (14/6). Sebagai informasi, pemerintah menargetkan pembiayaan sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 13 triliun melalui penerbitan samurai bond di pasar Jepang pada semester I 2015.

Namun, Direktur Strategis dan Portfolio Utang Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Schneider Siahaan mengungkapkan kemungkinan eksekusinya molor menjadi paruh kedua karena ada dispute pajak yang mengganjal rencana tersebut. Perbedaan besaran pajak SUN valas antara Jepang dan Indonesia menjadi batu sandungannya.

Rencananya, euro bond juga dijadwalkan terbit pada semester ini, dengan target indikatif US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 22 triliun. Untuk itu, Kementerian Keuangan telah melakukan road show ke sejumlah negara di Eropa dan mendapatkan respon positif dari investor setempat.

Menkeu menegaskan pemerintah masih mencari waktu yang tepat. Banyak hal yang akan menjadi pertimbangan pemerintah sebelum menerbitkan obligasi di Benua Biru, antara lain kondisi pasar uang di tengah rencana normalisasi kebijakan moneter AS.

"Kita akan cari waktu terbaik," ujarnya singkat. Menteri Keuangan bambang P.S. Brodjonegoro optimistis Indonesia bisa menyerap utang lebih dari 7 triliun melalui lelang obligasi berdenominasi yen atau samurai bond. Keyakinan tersebut muncul setelah Bambang berkunjung ke Negeri Matahari Terbit dan melihat langsung animo investor Jepang yang tinggi terhadap samurai bond.
"Terakhir itu (lelang samurai bond) kalau tidak salah sekitar US$ 600 juta (Rp 7,79 triliun) pada tahun 2012. Tahun ini yang pasti akan lebih besar," jelas Bambang di Istana Kepresidenan, Rabu (8/4).

Upaya pemerintah menarik sebesar-besarnya pembiayaan valuta asing, kata Bambang, sejalan dengan rencana pemerintah mengurangi penerbitan surat utang rupiah. Salah satu instrumen pembiayaan valas yang akan digenjot penarikannya adalah samurai bond. "Pokoknya di atas US$ 600 juta," katanya.

Menurut Bambang, pemerintah tengah menjajaki skema baru penerbitan samurai bond pada tahun ini. Apabila pada tahun 2012 seluruh samurai bond yang diterbitkan menggunakan penjaminan dari Japan Bank International Cooperation (JBIC), maka pada tahun ini hanya sebagian saja yang dijamin.  "Jadi ada porsi yang masih pakai jaminan (JBIC) dan porsi yang tanpa jaminan (JBIC). Karena pengalaman negara lain yang mengeluarkan Samurai Bond di jepang, prosesnya seperti itu," tuturnya.

Hal ini, kata Bambang, tidak terlepas dari sifat konservatif mayoritas investor Jepang. Untuk bisa sukses menerbitkan obligasi di Jepang, maka awalnya harus mendapatkan jaminan penuh dari lembaga keuangan setempat dan secara bertahap dikurangi setelah mendapat kepercayaan dari pasar.

Sebelumnya, Direktur Strategis dan Portfolio Utang (DJPPR) Schneider Siahaan mengungkapkan target indikatif penerbitan samurai bond tahun ini, yaitu sekitar US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 13 triliun. Lelang sendiri rencananya akan dilakukan pada awal kuartal II 2015.  "Rencana kami penerbitan samurai bond kira-kira ekuivalen US$ 1 miliar. Kami tetap perkirakan samurai bond di semester I, kemungkinannya bisa saja bulan depan," tuturnya belum lama ini.

Sceneider menjelaskan pemerintah akan menggunakan dua skema penerbitan samurai bond. Skema pertama menggunakan penjaminan dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan skema kedua tanpa penjaminan JBIC. "Ya untuk tes pasar lah, jadi bisa kedua-duanya. Nanti akan dibagi-bagi nilainya (yang menggunakan penjaminan JBIC dan yang tidak)," jelasnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan berencana menambah komposisi surat utang berdenominasi valuta asing dengan tujuan membantu memperkuat nilai tukar rupiah. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menyebutkan selama ini sekitar 80 persen surat utang yang diterbitkan negara dalam bentuk rupiah. “Tahun ini akan kami naikkan porsi surat utang mata uang asing dari angka 20 persen. Samurai Bond dan Euro Bond juga termasuk,” ujar Bambang di Jakarta

No comments:

Post a Comment