Neraca perdagangan yang surplus dan inflasi yang relatif rendah, bukan alasan bagi pemerintah bersikap santai. Sebab, kedua indikator tersebut hanyalah sebagian dari begitu banyak indikator ekonomi yang sebenarnya. Kajian ekonom Indonesia Green Investment Collectives (IGIco) Martin Panggabean justru menunjukkan hal sebaliknya. Menurut Martin, dilihat dari berbagai leading indicator economy, Indonesia kini bisa dikategorikan dalam tren menuju resesi.
Kondisi resesi, papar Martin, tidak melulu ditandai dengan pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua kuartal berturut-turut. Resesi ekonomi juga bisa ditunjukkan oleh berbagai indikator lain, seperti pelemahan nilai tukar, perkembangan suku bunga, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), harga komoditas, jumlah cadangan devisa, kondisi likuiditas, serta nilai properti.
Indikator-indikator tersebut menunjukkan, dalam satu tahun terakhir suku bunga pinjaman relatif naik, nilai tukar anjlok, bursa saham turun, pertumbuhan kredit melemah, begitu pun harga komoditas pun melorot. "Pelambatan ini sudah terindentifikasi sejak empat kuartal lalu," ujar Martin, Selasa (16/6/2015) di Jakarta
Nah, dari indikator-indikator itu, Martin menyimpulkan, Indonesia harus berupaya segera keluar dari zona resesi. Upaya tersebut bukan hanya menjadi urusan pemerintah di sektor fiskal dan Bank Indonesia di sisi moneter saja. Upaya juga harus dilakukan kementerian terkait yang berkontribusi dalam perkembangan sektor riil, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjaga kondisi pasar keuangan.
Nah, dampak dari pelemahan indikator ekonomi tersebut, di antaranya tampak dari anjloknya harga saham perusahaan properti dan saham perbankan. Namun, menurut Martin kondisi ini tak perlu membuat investor panik. Kata Martin, saat ini sektor finansial tetap menarik, meski investor dituntut mempunyai strategi sektoral yang tepat
No comments:
Post a Comment