Tuesday, June 9, 2015

Bank Indonesia : Transaksi Menggunakan Dolar Dapat Dipenjara Selama 1 Tahun

Bank Indonesia mulai 1 Juni 2015 lalu mewajibkan setiap kegiatan transaksi di dalam negeri, yang dilakukan perorangan ataupun korporasi, baik secara tunai maupun nontunai, diwajibkan menggunakan rupiah. Jika aturan itu tidak dipatuhi, siap-siap bisa dipenjara. "Terhadap pelanggaran rupiah secara tunai, sanksi pidana diatur dalam undang-undang mata uang yang maksimal pidana 1 tahun dan denda maksimal Rp 200 juta," ujar Plt Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto di Gedung BI, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa aturan wajib penggunaan rupiah itu sudah tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia No 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aturan itu merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Sementara itu, pelanggaran terhadap transaksi nontunai akan diberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis. Selain itu, pelanggar juga wajib membayar 1 persen dari nilai transaksi tersebut hingga denda maksimum Rp 1 miliar. Tak sampai di situ, aktivitas pembayaran si pelanggar juga bisa dibekukan oleh BI.

"Perjanjian tertulis (transaksi nontunai) sejak 1 Juli 2015 wajib tunduk menggunakan rupiah (perjanjian transaksi sebelum 1 Juli) maka setelah 1 juli, dilakukan perpanjangan, (lalu) akan tetap berlaku penggunaan kewajiban rupiah," kata dia.

Kewajiban Penggunaan rupiah di dalam negeri sudah diatur dalam UU tentang Mata Uang dan ditegaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Indonesia.  Aturan penggunaan rupiah itu juga berlaku pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). "KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk perdagangan bebas itu pun harus menggunakan rupiah. Dalam transaksi pembayaran, kita wajib menerima pembayaran menggunakan rupiah," ujar Plt Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto di Gedung BI, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Seperti diketahui, masih banyak korporasi yang melakukan transaksi non tunai menggunakan dollar AS. Begitu juga di Kawasan Ekonomi Khusus. Dengan adanya aturan tersebut, maka penggunaan rupiah menjadi sesuatu yang wajib dilakukan. Selain itu, BI juga mewajibkan pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam rupiah. Serta ke jarang mencantumkan harga barang dan atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).

Menurut BI, tujuan kewajiban tersebut untuk mendukung kewajiban penggunaan rupiah. Meski begitu, BI juga masih membuka penyesuaian terhadap aturan kewajiban penggunaan Rupiah tersebut. Namun, BI memberikan berbagai syarat.  "Pelaksanaan kewajiban ini dapat disesuaikan apabila dinyatakan pemerintah pusat sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan dengan surat dari kementerian atau lembaga (K/L) terkait. BI akan melakukan assessment. Pemohon bisa menyampaikan akta pendirian perusahaan, surat dari K/L dan fotocopy perjanjian," kata Eko.

Kebijakan Bank Indonesia (BI) melarang transaksi tunai menggunakan mata uang asing yang disertai sanksi denda dan penjara diragukan efektivitasnya oleh kalangan perbankan. Kendati tujuannya positif untuk meredam volatilitas kurs, tetapi pengawasan dan penegakan hukumnya diyakini akan sulit karena transaksinya tersebar dalam berbagai skala.

"Sanksi hukumnya ini yang jadi tanda tanya cukup besar. Belum pernah pernah lihat sanksi hukum dikenakan kepada pelanggar. Karena kalau lihat di Glodok saja, itu banyak sekali transaksi pakai dolar. Jadi law enforcement-nya akan sangat susah," ujar Treasury Manager BRI Syariah, Rahmat Wibisono.  Menurutnya, membatasi transaksi valas melalui perbankan relatif mudah karena biasanya nominalnya cukup besar. Namun, untuk transaksi yang sifatnya langsung atau tunai dengan skala nominal kecil akan sangat sulit untuk mengendalikannya.

"Tapi dalam kondisi pelemahan kurs saat ini, memaksa penggunaan rupiah itu sesuatu hal yang positif. Diharapkan nilai tukarnya kembali menguat," tutur Rahmat. Mengenai rezim devisa bebas, Rahmat Wibisono menilai sistem tersebut hanya membebaskan perdagangan lintas batas negara. Namun untuk kebijakan pengendalian mata uang, lanjutnya, menjadi kewenangan masing-masing negara untuk menerapkannya.

"Khusus untuk pengendalian mata uang itu kedaulatan kita dan impact-nya cukup besar sekali (terhadap penguatan rupiah)," ucap Rahmat Wibisono.  Sebelumnya, Otoritas Moneter menerbitkan Surat Edaran BI (SEBI) Nomor 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mulai bulan ini semua kegiatan transaksi di dalam negeri, baik secara tunai maupun non tunai, wajib menggunakan rupiah dan bagi yang melanggar diancam kurungan penjara 1 tahun.

No comments:

Post a Comment