Dalam rangka merealisasikan program listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintahan Joko Widodo, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menggagas proyek pembangkit listrik berbasis energi surya (PLTS) di sejumlah daerah.
Rencananya, selain di daerah yang masih memiliki lahan kosong pemerintah juga akan memanfaatkan atap gedung perkantoran swasta dan pemerintah untuk menempatkan komponen penyerap energi matahari atau panel fotovaltik. “Satu hal yang kami kembangkan adalah PLTS roof top. Karena PLTS itu membutuhkan lahan dan harga lahan semakin luar biasa jadi kami akan memanfaatkan atap bangunan dan rumah,” ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Maritje Hutapea di Jakarta, Jumat (12/6).
Maritje mengatakan, dalam waktu dekat instansinya juga akan membuka lelang untuk penyediaan modul dan panel fotovaltik di atap gedung-gedung pemerintah hingga bandar udara di wilayah Indonesia Timur. Ia pun mengaku telah berkomunikasi dengan beberapa kepala daerah untuk merealisasikan rencana tersebut.
“Saya sudah bicarakan kepala daerah seperti Tambolaka, Labuan Bajo, Maumere, dan pulau Sumba dengan kapasitas yang bervariasi karena luasannya juga berbeda. Roof top ini juga sangat potensial untuk interkoneksi jaringan yang nantinya akan disalurkan langsung ke PLN,” tambahnya. Untuk mendorong minat investor di proyek PLTS, Maritje bilang pihaknya mengaku tengah menggodok sejumlah aturan yang akan men jelaskan lebih detil mengenai mekanisme pelelangan hingga harga jual daya listrik. Ia pun berharap dengan adanya program ini masyarakat juga tertarik untuk membangun PLTS di atap rumahnya.
“Akhir Juli sudah final dari kami. Jadi sisa daya yang sudah pakai, akan dikirim ke PLN dan kelebihannya akan dibeli. Toh untuk rumah tangga, sekarang modul surya semakin murah,” cetusnya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melansir telah menyiapkan anggaran senilai Rp 33,9 miliar untuk merealisasikan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dibangun dengan memanfaatkan atap gedung pemerintahan dan bandar udara di sejumlah daerah.
Maritje Hutapea, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan mengungkapkan, dimanfaatkannya atap (roof top) gedung dan bandara dimaksudkan untuk menekan biaya investasi menyusul tingginya harga lahan guna menempatkan panel dan modul energi surya. “PLTS itu membutuhkan lahan. Kalau dibangun di atas lahan tentunya harga (investasinya) smakin luar biasa. Jadi kita memanfaatkan atap bangunan dan gedung-gedung pemerintah,” katanya di Jakarta, Jumat (12/6).
Maritje mengatakan, jika tak ada halangan pihaknya juga akan menggelar lelang pengadaan panel dan modul surya untuk ditempatkan di atap-atap gedung pemerintahan dan bandara dalam waktu dekat. Ia pun menargetkan bakal memasang panel berkapasitas 50 kilowatt (kw) di atap gedung pemerintah seperti Istana Presiden Jakarta dan Istana Negara di Bogor.
“Kita mau bangun sesuai dengan kebutuhan. Saat ini masih mengidentifikasi berapa (kapasitas) karena waktu dikumpulin segitu. Ada yang minta 75 kw di 15 lokasi. Saat ini sedang diinventarisasi,” ujarnya. Selain gedung pemerintahan dan bandara, pemerintah juga menegaskan akan mendorong pelaku usaha dan masyarakat untuk memanfaatkan atap gedung dan rumahnya guna dipasangi panel dan modul surya.
Maritje mengatakan, ini dilakukan dalam rangka membantu tugas PT PLN (Persero) dalam hal pengadaan dan memenuhi pasokan listrik. Pun pemerintah sedang mematangkan aturan yang akan menjelaskan lebih detil mengenai mekanisme harga jual listrik ke PLN. “Untuk rumah tangga, sekarang modul surya semakin murah jadi US$ 4 sampai US$ 5 dolar per watt peak. Kalau dulunya US$ 8 sampai US$ 10 per watt peak. Jadi sisa daya yang sudah mereka pakai, bisa dikirim ke PLN dan kelebihannya akan dibeli,” cetusnya.
No comments:
Post a Comment